Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rinduku, Rindumu, Terhalang Covid-19

29 Maret 2020   13:57 Diperbarui: 29 Maret 2020   16:15 759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Shutterstock

Malam itu, beberapa hari lalu, ketika saya mendengar berita di pesan-pesan WAG baik grup keluarga maupun grup teman sekolah, langsung tidak bisa tidur. Beritanya adalah salah satu anggota DPR RI meninggal dunia karena positif Corona. 

Padahal sebelumnya menghadiri senam bersama bersama pegawainya, berbagi masker dan hand sanitizer ke pasar-pasar bersama masyarakat dan dokter RS yang dimiliknya, di Kota Pati, daerah asalnya. 

Anggota DPR RI yang meninggal karena Covid-19. Sumber gambar: Grup WA.
Anggota DPR RI yang meninggal karena Covid-19. Sumber gambar: Grup WA.

Lokasi pasar dan RS miliknya itu berdekatan dengan rumah masa kecil suami. Alias rumah mertua. Bahkan RS yang dimiliki almarhum hanya beberapa meter saja. Apa tak cemas? Bagaimana dengan keadaan ortu yang sudah sepuh? Kebetulan juga beberapa saudara, kakak, adik, keponakan, ada tinggal satu kota dengan lokasi. Lalu bagaimana kondisi mereka? 

Apalagi sudah menjelang tengah malam, ingin menelpon juga tidak tega. Tetapi ada kakak yang bisa dihubungi, sehingga kecemasan mereda. 

Esok harinya, kawasan tersebut langsung zona merah. Pasar juga langsung ditutup untuk tujuh hari ke depan. Saya menerima kiriman video yang menggambarkan pasar masih penuh dagangan, dipaksa untuk tutup. Aduh, rasanya tidak tega melihat. 

Pasar Puri Pati tanggal 28 Maret 2020 langsung ditutup hingga 7 hari kedepan karena kasus corona, ketika dagangan masih banyak. Tidak tega melihatnya. (Sumber gambar: grup WA).
Pasar Puri Pati tanggal 28 Maret 2020 langsung ditutup hingga 7 hari kedepan karena kasus corona, ketika dagangan masih banyak. Tidak tega melihatnya. (Sumber gambar: grup WA).
Jalan-jalan yang pernah dilalui ketika bertemu dengan warga disemprot dengan desinfektan. Apalagi penduduk yang tinggal di dekat lokasi,  mereka langsung merasa was-was dan cemas. 

Jalan-jalan yang pernah dilalui oleh almarhum langsung disemprot desinfektan. (Sumber Gambar: Grup WA).
Jalan-jalan yang pernah dilalui oleh almarhum langsung disemprot desinfektan. (Sumber Gambar: Grup WA).
Lokasi kampung tengah kota bahkan memberlakukan lockdown dengan menutup jalan masuk kampung dengan bambu. Warga luar kampung tidak boleh masuk kecuali warga setempat. Hal ini terjadi karena kecemasan yang tinggi.

Kampung tengah kota menutup dengan bambu, melarang warga kampung lain untuk melintas. (Sumber gambar: grup WA).
Kampung tengah kota menutup dengan bambu, melarang warga kampung lain untuk melintas. (Sumber gambar: grup WA).
Mereka menyesalkan, mengapa justru tokoh masyarakat yang awalnya menggaungkan bahayanya covid-19, malah yang menyebarkannya? Kota kecil ini yang biasanya adem ayem, mendadak ramai, cemas, takut, dan saling curiga. 

Belum lagi tracking orang-orang yang pernah bertemu dengan tokoh tersebut sebelum meninggal. Bagaimana dengan mereka? Mereka seolah dijauhi, karena warga takut tertular.

Hal ini juga lah yang membuat kami jengkel. Bagaimana tidak? Kami sekeluarga menahan rindu kepada orang tua dan saudara-saudara yang tinggal di sana. Sudah tiga minggu tidak berkunjung. Hanya untuk menjaga jarak atau physical distancing. Menjaga aman. 

Padahal biasanya paling tidak seminggu sekali pulang ke kampung halaman, karena kebetulan hanya 2 jam jarak tempuh perjalanan. Jadi bukan kendala untuk wara wiri seperti setrikaan. 

Menjaga agar masing-masing tak terkena virus. Karena kan tidak tahu, apakah salah satu kita bisa menjadi pembawa virus. Eh, malah seperti ini. Tapi ya gimana lagi. Nasi sudah menjadi bubur. Wis kadung. Piye meneh? Penyesalan kan datangnya pasti belakangan. Jengkel juga tidak menyelesaikan masalah. 

Untuk mengetahui kabar mereka, akhirnya hanya bisa lewat telepon, video call. Bahkan sekarang ada aplikasi yang bisa menghubungkan dengan banyak orang. Tapi saya belum pernah mencobanya. 

Ibarat cinta yang terhalang, rindu untuk bertemu juga terhalang. Semua gegara Covid-19. Ia sudah menjadi orang ketiga, yang mengkacaukan cinta dan rindu. Dan saya, juga kami semua hanya bisa berdoa, semoga kondisi semuanya baik-baik saja. 

Kita memang sedang diuji dengan datangnya Covid-19 yang telah mendunia. Tetapi, jangan sampai kalah dengannya, ya. Virus itu bisa dilawan, dengan tetap menjaga kondisi tubuh, menjaga kebersihan, tidak panik, dan bersikap waspada. Selalu memakai masker saat bepergian. Tidak berkerumun, tidak kumpul-kumpul dulu, menjaga jarak aman, agar memutuskan rantai penyebarannya. 

Jika disiplin dan patuh, InsyaAllah tak akan lama, hingga kondisi sudah kondusif dan virus itu pergi. Dimulai dari diri sendiri, keluarga, lingkungan, dan luar lingkungan. 

Kampung saya bahkan sudah memutuskan untuk membatalkan dan tidak mengadakan semua pertemuan untuk bulan depan. Seperti arisan, pengajian, yang biasanya diadakan rutin tiap bulan. Menunggu kondisi aman. 

Masjid juga sementara tidak ada salat berjamaah, meskipun tetap mengumandangan azan setiap tiba waktu salat. Hanya menghimbau warga, agar salat berjamaah bersama keluarga di rumah masing-masing. Sedih memang mendengarnya. Tapi ini untuk sementara. Jika saling kompak dan saling bekerja sama, maka akan cepat memutuskan rantai penyebarannya. 

Pasar terbatas waktu buka, hanya sampai pukul 11 siang saja. Tempat kerumunan juga sudah dihimbau untuk bubar. Jalan-jalan besar, juga mulai dibatasi jam lintasnya. Kalau tidak ada keperluan mendesak, dihimbau untuk di rumah saja. Kampung saya juga sudah ada penyemprotan disinfektan dari Pemerintah Kota Semarang. 

Jika bepergian karena urusan mendesak, maka harus memakai masker dan jangan lupa membawa hand sanitizer untuk menjaga kebersihan diri. (Foto: Wahyu Sapta).
Jika bepergian karena urusan mendesak, maka harus memakai masker dan jangan lupa membawa hand sanitizer untuk menjaga kebersihan diri. (Foto: Wahyu Sapta).

Semua itu sebagai upaya dan ikhtiar, agar kita sehat, tidak terkena virus dan memutuskan rantai penyebarannya. Jika sudah aman dan kondusif, bukankah akan bisa bergerak bebas kembali? Bisa kemana-mana dengan aman, sehat, tidak cemas, tidak was-was, dan tidak ada jarak diantara kita. 

Bekerja, beraktivitas, sekolah, bahkan untuk berjumpa kembali dengan orang-orang kesayangan yang jauh tidak akan terhalang kembali. Seperti rinduku kepada orang tua dan saudara-saudara di sana.

Saat ini, rinduku, rindumu, baru diuji. Semua karena si jahat Covid-19. Sabar ya. 

Semarang, 29 Maret 2020. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun