Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Dia, Sarita

1 November 2019   06:44 Diperbarui: 2 November 2019   18:34 698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Pixabay.com/suju

Sebenarnya aku bisa saja cepat pulang saat hujan mulai datang, tapi aku masih bertahan beberapa waktu. Demi Sarita. Demi cintaku.

Aku putuskan untuk menemui Sarita seperti biasa, meski mama mencegahku.

Hei, itu Sarita! Memakai syal dan membawa kotak makanan di tangannya. Pasti untukku. Ia selalu membawa makanan kesukaanku. Meski bukan permintaanku.

Kami berpelukan sekilas.

"Hei, Dimitri, badanmu hangat. Apakah kamu sakit? Apakah kau sudah meminum obat? Butuh obatkah? Aku belikan ya? Dimitri, kau pucat!" seru Sarita cemas. Wow...wow... dia bahkan lebih cemas daripada mama.

Aku menggelengkan kepala. Begitu cemasnya ia padaku. Padahal aku hanya sedikit demam. Aku justru mencemaskannya, sedikit sesak yang kudengar dari nafasnya. Ia juga memakai syal, pertanda bahwa sedang tak sehat.

Kami berdua duduk santai di kursi. Berdampingan. Di tempat rahasia. Ah, sebenarnya sih, bukan rahasia sekali. Tetapi karena tempat ini favoritku dan ia.

"Dimitri, kamu tahu? Hanya kamu temanku." Ia mulai curhat. "Dua hari aku tak datang. Pasti kamu menungguku, ya? Maafkan aku, Dimitri. Aku sakit. Dan hari ini aku datang, membawa makanan kesukaanmu. Sungguh, aku kangen padamu," cerocos Sarita.

Sedang aku, hanya mendengarkan ceritanya, sambil mengunyah makanan pemberiannya.

Aku memandangnya. Hem. Dia cantik, hanya sedikit pucat. Mungkin karena sedang sakit.

"Dimitri, oh Dimitri. Kau tahu? I'm dying. Aku tak tahu. Entah apa penyakitku. Kata mama, aku harus tetap semangat. Jangan putus asa, tetap tersenyum. Kamu memberikan semangat untukku, Dimitri. Maka itu aku suka bersahabat denganmu. Ya, ya, meski kadang menjengkelkan, karena kamu begitu pendiam. Tapi aku suka padamu, sungguh!" katanya sambil memelukku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun