Lebak – SMKN 2 Rangkasbitung tengah berupaya bangkit dari sorotan publik setelah adanya kasus tawuran pelajar yang menyeret nama sekolah itu ramai diperbincangkan di media pada 2022 lalu. Tak ingin terjebak dalam citra negatif, pihak sekolah terus-menerus melakukan pembenahan internal untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat.
Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan, Deden Hendrawan, menyampaikan bahwa kejadian tersebut menjadi momentum refleksi bagi sekolah untuk memperkuat pembinaan karakter dan pengawasan terhadap siswa.
“Setelah kejadian itu, kami (pihak sekolah) langsung bergerak. Kita kumpulkan siswa, lalu perkuat kegiatan ekstrakurikuler dan pembinaan akhlak di setiap minggunya,’ ungkap Deden. Saat ini, SMKN 2 Rangkasbitung memiliki 17 jenis ekstrakurikuler yang aktif dijalankan untuk semua siswa dari berbagai jurusan.
Kasus tawuran yang terjadi pada 2022 itu melibatkan tiga siswa aktif SMKN 2 Rangkasbitung menjadi tersangka. Meski lokasi terjadinya berada di luar sekolah, namun hal tersebut melibatkan pihak sekolah dan pihak eksternal, seperti kepolisian, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Kantor Cabang Dinas (KCD), dan tentunya orang tua murid karena para pelaku mengenakan seragam sekolah.
Selama hampir tiga bulan, kepolisian meminta pihak sekolah untuk membantu proses penyelidikan dengan menyediakan data dan informasi, “Kami terlibat penuh, bukan hanya kepala sekolah, tapi juga guru BK dan tim kesiswaan. Kami mendampingi dan menyediakan apapun yang dibutuhkan pihak berwajib,” ujarnya.
Dengan adanya peristiwa tersebut mendorong sekolah untuk mengambil tindakan pencegahan, salah satunya memperketat pengawasan saat siswa pulang sekolah, “Sekolah itu ‘kan keluar jam 4. Sekolah itu punya program ‘Jangan lewat dari jam 5’ karena kejadian (tawuran) itu biasanya sore mau mendekati magrib, makanya, kami selalu mengimbau kepada orang tua agar jam 5 siswa sudah ada di rumah,” tambah Deden.
Selain itu, sekolah juga mengupayakan peningkatan citra dengan mempublikasikan prestasi siswa di berbagai platform, seperti media sosial SMKN 2 Rangkasbitung. Dari kegiatan paskibra, futsal, hingga jurusan keahlian seperti ALP (Agribisnis Landscape dan Pertamanan), SMKN 2 Rangkasbitung telah mencatatkan berbagai prestasi baik di tingkat provinsi hingga nasional.
“Kami ingin masyarakat tahu bahwa Skenda (sebutan SMKN 2 Rangkasbitung) bukan hanya soal kasus itu. Kami punya siswa-siswi yang berpotensi,” ujar Deden.
Sekolah juga secara aktif menjalin kerja sama dengan beberapa polsek di sekitar wilayah Lebak untuk memantau potensi aktivitas negatif yang melibatkan siswa di luar lingkungan sekolah.
Namun demikian, dinamika di kalangan siswa tetap menjadi tantangan tersendiri. Siswa berinisial IP, mengaku pernah terlibat tawuran pada tahun 2024. Menurutnya, aksi tersebut terjadi karena ajakan kakak kelas dan komunikasi melalui media sosial dengan siswa dari sekolah lain. Ia juga mengaku bahwa motivasinya terlibat adalah karena mencari perhatian dari orang tuanya, “Karena anak-anak zaman sekarang mah kehilangan peran keluarga ibaratnya kaya nyari jati diri,” ujarnya.
Setelah kejadian tersebut diketahui pihak sekolah dan orang tuanya dipanggil, IP mengaku menyesal dan berhenti terlibat dalam aktivitas negatif, “Alhamdulillah enggak (tawuran) lagi, kak. Semenjak ibu nangis dipanggil ke sekolah dan ke polres karena masuk berita di Instagram @Inforangkasbitung. Sampai sekarang enggak mau kenal itu (tawuran) lagi,” ungkapnya. Ia juga menyatakan bahwa dampak buruk yang ia rasakan adalah penyesalan mendalam, terlebih karena hubungan dengan orang tua menjadi semakin renggang akibat sejarah tawuran sejak SMP.
Di sisi lain, Diah, sebagai siswa juga memberikan sudut pandang berbeda. Ia mengaku tidak mengetahui secara langsung kejadian tawuran tahun 2022 dan tidak merasa hal tersebut memengaruhi keputusannya mendaftar di SMKN 2 Rangkasbitung, “Saya suka jurusan akuntansi, dan ada juga kakak saya yang alumni dari sini,” jelas Diah.
Menurutnya, penyebab tawuran bisa jadi berawal dari ejekan antar siswa yang berujung konflik. Ia menilai tidak ada pihak yang diuntungkan dari aksi tersebut dan jika menjadi saksi tawuran, ia akan segera melapor kepada warga sekitar atau pihak sekolah agar segera ditangani.
“Mungkin saya bakal melapor kepada pihak sekolah kalau ada terjadinya tawuran, biar siswanya dikasih arahan,” ujarnya. Sebagai siswa, Diah menyatakan kesiapannya untuk membantu mencegah aksi serupa terjadi kembali.
Transformasi SMKN 2 Rangkasbitung menjadi sekolah yang berprestasi tidak lepas dari tantangan internal yang harus terus dihadapi. Keterlibatan siswa, pembinaan karakter, serta sinergi antara pihak sekolah, keluarga, dan masyarakat menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan positif.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI