Setelah kejadian tersebut diketahui pihak sekolah dan orang tuanya dipanggil, IP mengaku menyesal dan berhenti terlibat dalam aktivitas negatif, “Alhamdulillah enggak (tawuran) lagi, kak. Semenjak ibu nangis dipanggil ke sekolah dan ke polres karena masuk berita di Instagram @Inforangkasbitung. Sampai sekarang enggak mau kenal itu (tawuran) lagi,” ungkapnya. Ia juga menyatakan bahwa dampak buruk yang ia rasakan adalah penyesalan mendalam, terlebih karena hubungan dengan orang tua menjadi semakin renggang akibat sejarah tawuran sejak SMP.
Di sisi lain, Diah, sebagai siswa juga memberikan sudut pandang berbeda. Ia mengaku tidak mengetahui secara langsung kejadian tawuran tahun 2022 dan tidak merasa hal tersebut memengaruhi keputusannya mendaftar di SMKN 2 Rangkasbitung, “Saya suka jurusan akuntansi, dan ada juga kakak saya yang alumni dari sini,” jelas Diah.
Menurutnya, penyebab tawuran bisa jadi berawal dari ejekan antar siswa yang berujung konflik. Ia menilai tidak ada pihak yang diuntungkan dari aksi tersebut dan jika menjadi saksi tawuran, ia akan segera melapor kepada warga sekitar atau pihak sekolah agar segera ditangani.
“Mungkin saya bakal melapor kepada pihak sekolah kalau ada terjadinya tawuran, biar siswanya dikasih arahan,” ujarnya. Sebagai siswa, Diah menyatakan kesiapannya untuk membantu mencegah aksi serupa terjadi kembali.
Transformasi SMKN 2 Rangkasbitung menjadi sekolah yang berprestasi tidak lepas dari tantangan internal yang harus terus dihadapi. Keterlibatan siswa, pembinaan karakter, serta sinergi antara pihak sekolah, keluarga, dan masyarakat menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan positif.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI