Dan ketika mahasiswa mulai bertanya kenapa kampus makin mahal dan makin diam, mereka disuruh mengisi survei kepuasan. Iya, survei. Seolah masalah bisa selesai hanya dengan bintang lima dan komentar. "sangat puas, tapi bingung kenapa lapar."
Namun, jangan salah. Masih banyak dosen baik hati, staf tulus, dan mahasiswa gigih yang berjuang di tengah ironi ini. Mereka masih percaya bahwa kampus adalah ruang suci bagi ilmu, bukan sekadar unit usaha dengan parkiran rapi dan lift.
Hanya saja, jika semua terus berjalan seperti ini, maka IAIN Palopo akan dikenang bukan sebagai kampus smart and green, tapi kampus yang terlalu cepat dewasa dalam urusan laba, namun terlalu kaku dalam menghadapi suara mahasiswa.
Dan siapa tahu, nanti akan muncul slogan baru yang lebih jujur.
"Smart in profit, Green in laporan, Silent in kritik."
Demikianlah kisah kampus ini dari slogan yang cantik, status yang drastik, hingga kritik yang kini dibungkam dengan dalih etik. Kampus seharusnya menjadi taman pikiran, bukan ladang investasi. Tapi untuk sekarang, kita hanya bisa berharap semoga rumput yang hijau di brosur, suatu hari bisa tumbuh pula di hati para pengambil keputusan.
Dan mahasiswa, tetaplah berpikir. Karena kampus bisa jadi BLU, bisa juga jadi Bisu. Tapi berpikir, tak boleh dilarang, selama akal sehat masih punya tempat meskipun cuma di kepala kita sendiri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI