Ketika seorang murid mencontek disaat ujian, kemungkinan besar dia bukan tipe pemikir. Karena kalau iya, setidaknya dia akan "kebanyakan" mikir tentang contekan yang dia terima dari temannya, tentang benar atau tidaknya. Jika tidak yakin, dia akan mengabaikan contekan itu dan mulai berpikir sendiri.
Kalaupun nyontek, dia hanya akan percaya dengan contekan yang dia buat sendiri. Dan kemungkinan besar, contekannya hanya untuk mata pelajaran hapalan. Karena untuk mata pelajaran logika (misalnya matematika), dia akan belajar benar-benar untuk mengerti logika dan konsepnya. Sehingga pada saat ujian, tanpa nyontek pun mestinya akan bisa mengerjakan.
Sebaliknya, yang tidak mengerti, meskipun open book, tidak akan dapat mengerjakan soal ujian tersebut.
Suatu saat di masa lalu, guru saya memberikan angka nol di kertas ujian Matematika dua orang teman saya. Salah seorang dari mereka cukup jago Matematika, sementara satunya lagi, tergolong kurang dalam mata pelajaran ini.
Teman yang merasa sudah mengerjakan dengan benar, protes atas nilai tersebut. Ternyata, alasanya karena guru menemukan jawaban soal kedua orang itu sama persis nyaris tidak ada beda. Kecuali bentuk tulisannya. Nampaknya, yang nyontek benar-benar menyalin apa adanya. Pertanda dia memang tidak mengerti atau terburu-buru. Tetapi, kalau hanya terburu-buru, setidaknya teman itu akan dapat menjelaskan walaupun hanya sedikit saja dari apa yang dia salin. Tetapi ternyata dia tidak bisa. Yang memberi contekan pun mengakui bahwa dia telah memberi hasil kerjanya untuk disalin.
Mempersiapkan murid-murid sekolah pendidikan dasar hingga menengah menjadi orang yang kritis dan siap menghadapi tantangan abad 21, menurut saya, salah satu caranya adalah membuat mereka sanggup berpikir dan menganalisa.
Mata pelajaran hapalan seharusnya bisa dibuat sedemikian rupa agar dapat merangsang anak untuk menganalisa sesuatu dengan pertanyaan-pertanyaan mengapa begini, mengapa begitu. Kalau kisahnya begini apa mungkin jadinya begitu. Dan apa pula faktor-faktor penyebabnya?
Analisa seperti itu akan penting terutama di jaman digital ini. Orang tidak bisa asal comot dan percaya begitu saja atas sebuah informasi. Justru seharusnya, seorang yang cerdas dapat menganalisa dan menguji apakah sebuh informasi yang dia baca masuk akal atau tidak.
Untuk sampai di level itu, tentunya harus banyak membaca dan latihan logika, hingga logikanya terasah dan daya analisanya meningkat.
Jika dikatakan bahwa sekarang ini, informasi digital ditentukan oleh algoritma, kenyataanya algoritma itu bisa diubah dan diperbaiki. Kuncinya adalah jangan menyerah pada algoritma. Karena algoritma itu dibuat oleh manusia. Dia hanya bekerja sesuai perintah dari manusia. Dalam istilah lain, diprogram oleh manusia.