Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler | Teknologi untuk semua orang, maka semua orang perlu melek teknologi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kabur ke Luar Negeri, Bukan Sekadar tentang Kenyamanan

16 Februari 2025   00:30 Diperbarui: 17 Februari 2025   14:37 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tren #KaburAjaDulu Disebut Jadi Simbol Kekecewaan Anak Muda. (Dok. Freepik via kompas.com)

Beberapa tahun lalu saya berkesempatan tinggal dan bekerja di luar negeri sebagai tenaga IT Profesional.

Keinginan untuk pergi jauh dan tinggal di luar negeri sudah ada sejak kecil, walaupun tidak ada seorang pun di keluarga saya yang pernah tinggal di luar negeri. Mungkin pengaruh bacaan. Karena sejak kecil saya sudah senang membaca macam-macam buku.

Keinginan itu sempat hilang timbul, karena ada pemikiran bahwa itu adalah sesuatu yang tidak mungkin. 

Ketika baru lulus SMA, saya mendaftar sekolah perawat gara-gara seorang teman ayah saya bercerita tentang keluarganya yang tinggal di Amerika dan dapat menyalurkan tenaga perawat dari Indonesia ke sana.

Jadi dengan harapan bisa ke Amerika, saya memaksakan diri ikut tes masuk akademi perawat. Ternyata tidak lulus.

Setelah itu, tidak sengaja saya membaca iklan di koran tentang kesempatan kerja di kapal pesiar untuk lulusan SMA. Karena persyaratannya sangat memungkinkan buat saya, maka diam-diam saya berusaha menabung. 

Salah satu persyaratan adalah membayar sejumlah uang, yang saya rasa bisa saya kumpulkan dari uang jajan. Untungnya waktu itu, saya mendengar diskusi mengenai iklan kesempatan kerja tersebut di radio. Dalam diskusi itu dibahas mengenai persyaratan yang tidak masuk akal. 

Bagaimana mungkin seseorang bekerja di kapal pesiar tanpa kemampuan berbahasa asing, minimal bahasa Inggris, dan tanpa persyaratan pengalaman atau sekolah semisal di perhotelan. Dipikir-pikir iya juga ya. Jangan-jangan nanti malah terlunta-lunta entah di mana. Maka keinginan itu kandas lagi.

Dalam masa itu juga, saya diterima di jurusan teknik komputer, yang ternyata sangat cocok untuk saya yang malas menghapal dan lebih menyukai logika matematika.

Keinginan ke luar negeri sempat terlupakan. Namun, ketika kejenuhan di dunia kerja mulai melanda, seorang teman merekomendasikan saya kepada head hunter kenalannya yang sedang mencari tenaga IT untuk sebuah perusahaan di Singapura. Setelah beberapa tahapan, ternyata mereka tidak merekrut saya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun