Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mana Lebih Sulit, Menetapkan Peraturan atau Mentaati Peraturan?

26 November 2020   21:45 Diperbarui: 27 November 2020   04:48 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga mengunjungi Pasar Musi di Depok, Jawa Barat, Senin (18/5/2020). Meskipun Kota Depok telah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tahap ke-3 hingga 26 Mei 2020, namun masih banyak warga di pasar tersebut yang melanggar aturan tersebut dengan berkerumun, tidak menggunakan masker dan tidak menjaga jarak fisik saat pandemi COVID-19.(ANTARA FOTO/ASPRILLA DWI ADHA)

Jadi mereka hanya copy paste peraturan-peraturan umum yang bisa dicari menggunakan mesin pencari. Baru setelah ada masalah maka dibuatlah peraturan untuk mencegah suatu masalah terjadi lagi. 

Namun ketika masalah tersebut lama tidak terjadi, biasanya semua anggota yang terikat pada peraturan itu, bahkan mungkin pemimpinnya, pada akhirnya lupa dengan peraturan yang pernah dibuat bersama-sama. Atau sebenarnya tidak lupa, tetapi mengendorkan peraturan.

Bagaimana jika peraturan dibuat untuk mengatasi suatu masalah yang mengganggu agar tidak terjadi lagi, tetapi ternyata sebagian besar tidak mentaati peraturan itu. Bisa karena tidak peduli, merasa tidak ada hubungannya secara pribadi karena tidak pernah terkena dampak dari masalah itu, merasa sudah membayar dan menyerahkan sepenuhnya kepada pemimpin organisasi, dst.

Contohnya, membuang sampah di tempat yang dilarang. Mungkin karena tidak peduli karena tidak merasakan dampak negatifnya setelah melakukan perbuatan "terlarang" tersebut, misalkan tidak ada bau busuk yang sampai ke rumahnya, tidak ada lalat bertebaran di sekitar rumahnya, atau mungkin malah sudah biasa hidup dengan sampah bertebaran.

Contoh lain, membuat orang-orang berkerumun di tengah pandemi padahal ada aturan yang melarang dan kita semua tahu bahwa aturan itu dibuat untuk kebaikan bersama. Dan bahkan sudah banyak teori dan bukti nyata tentang bagaimana virus Corona menyebar. 

Apa mungkin para pelanggar merasa kebal sehingga berpikir tidak mungkin terpapar virus yang sedang mewabah di seluruh dunia. Atau mungkin mereka merasa punya penolong yang akan menghindarkan mereka dari segala macam penyakit? Dan kalaupun mereka sempat terpapar virus itu sudah pasti akan disembuhkan? Mudah-mudahan.

Tetapi adakah bukti-bukti sehingga mereka berani menyatakan kebal atau pasti sembuh? Jika ada bukti cukup, apa tidak lebih baik diberitahukan kepada pihak berwenang agar diselidiki lebih lanjut polanya sehingga dapat membantu pemutusan rantai Corona ini.

Dan bagaimana dengan orang-orang yang nekat. Nekat dalam arti sadar akan bahaya tetapi karena alasan-alasan tertentu maka sinyal tanda bahaya pun diterjang saja. 

Antara Peraturan & Kenyataan (sumber: nasional.tempo.co)
Antara Peraturan & Kenyataan (sumber: nasional.tempo.co)

Misal orang-orang yang level jenuhnya sudah maksimal, maka dia melakukan apapun yang dia mau tanpa peduli peraturan. 

Saking jenuhnya kegiatan serba online, maka dia nekat pergi berwisata. He...he...kalau ini sih, selama masih mengikuti protokol kesehatan, ya tidak mengapa. Daripada uring-uringan dirumah. Dan itu tidak berarti melanggar peraturan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun