Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Industri Halal, Bisnis atau Aturan Agama?

13 November 2019   20:03 Diperbarui: 14 November 2019   14:35 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di Singapura, etnik Malay identik dengan halal food. Halal food maksudnya kelompok makanan yang bersertifikat halal.

Dan nampaknya halal disana bukan cuma tidak mengandung segala unsur babi, alkohol, dan kawan-kawannya. Tetapi piring-piring dan perangkat makan lainnya pun terpisah. Namun demikian stall-stall halal food disana tetap berdampingan dengan stall-stall yang bukan halal food. 

Ada juga sih food court khusus halal food dimana semua makanan yang dijual disana memang golongan halal food. Halal food disana sudah pasti bersertifikat halal yang dikeluarkan lembaga berwenang

Penjual makanan non halal pun hampir tidak ada yang mau repot menerangkan bahan-bahan pembuat makanan, sekalipun yang mereka jual adalah makanan khusus vegetarian. 

Di sana, jika tidak ada sertifikat halal, berarti bukan halal food sekalipun seluruh makanannya tidak mengandung bahan-bahan yang dianggap haram. Dan jika ada orang berjilbab hendak membeli makanan di stall yang tidak bersertifikat halal, mereka akan langsung menolak dan mengatakan ini bukan halal food, sekalipun itu cuma kedai kopi.

Tetapi, selama tinggal disana, dan sampai hari ini saya tidak pernah mendengar tentang istilah industri halal di Singapura. Yang ada, sepatu dari kulit babi yang dijual di shopping mall, ditulisi secara khusus "terbuat dari kulit babi", sehingga setiap orang yang melihat dapat membacanya dengan jelas. 

Wisata halal, apalagi. Setahu saya tidak ada. Yang saya tahu, istilah halal di Singapura itu identik dengan etnik Malay. Makanya sekalipun saya bukan seorang Muslim, tetapi karena saya tergolong etnik Malay, maka orang-orang disana umumnya akan mengira bahwa saya hanya makan halal food. 

Mungkin juga karena etnik Malay itu identik dengan Muslim. Ketika saya harus dirawat di rumah sakit, mereka tidak pernah menanyakan agama saya, mereka langsung menggolongkan makanan saya "halal food" padahal ternyata ada tiga pilihan, yaitu Western food, Asian Food, dan halal food. 

Saya baru tahu setelah diberitahu oleh perawat orang Filipina, yang melihat cara saya berdoa, bahwa saya boleh memilih jenis makanan. Menurut dia, saya tidak ditanya, karena mereka mengira saya harus makan halal food karena saya orang Indonesia golongan Malay. 

Yeah orang Filipina juga termasuk golongan Malay, tetapi setiap orang disana akan menyimpulkan mereka bukan golongan 'halal food'.

Dulu saya kurang mengerti maksudnya industri halal itu apa, saya pikir industri halal itu berarti produk-produk yang benar-benar dijaga kehalalannya, yang tidak mengandung hal-hal yang haram. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun