Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Jalan Kaki Bikin Stress

10 Januari 2018   00:00 Diperbarui: 10 Januari 2018   00:09 603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rabu, 8 November 2017 23:33 InI Cara Negara Maju Manjakan Pejalan Kaki, Bagaimana di Indonesia? Ilustrasi pejalan kaki.(Thinkstockphotos)

Tahukah Anda jika berjalan kaki itu dapat membuang stress dan menyegarkan tubuh dan pikiran? Namun apa jadinya jika berjalan kaki terantuk akar pepohonan, trotoar bengkok-bengkok, naik turun tidak teratur, banyak sampah bekas makanan dan minuman berserakan, mengalah kepada pedagang kaki lima atau motor-motor yang seenaknya mengambil hak fasilitas pejalan kaki? Yang ada malah tambah stress. 

Mengapa sebagian besar kota-kota di Indonesia mengalami kemacetan? Karena adanya ketidak teraturan. Semua orang mampu membeli kendaraan pribadi karena harganya terjangkau. Entah terjangkau dengan kredit bank, entah terjangkau sesuai kemampuan konsumen, entah terjangkau dengan perhitungan dipakai untuk bisnis dulu, hasilnya untuk membayar cicilan, sisanya lumayan buat nambah-nambah beli pesawat jet pribadi. 

Saya tidak tahu apakah memiliki kendaraan pribadi di Indonesia adalah sebuah keharusan karena fasilitas transportasi umum juga kurang memadai dari segi kenyamanan, keamanan, dan ketepatan waktu. Jika dilihat dari sisi ketepatan waktu, saya pikir saat ini cukup sulit untuk tepat waktu karena sekalipun menggunakan kendaraan pribadi, ditengah jalan tetap mengalami kemacetan karena banyaknya kendaraan yang bahkan berseliweran pun susah. 

Seringkali kendaraan-kendaraan tersebut terlihat seperti sedang parkir dijalan raya karena tidak bergerak atau kalau pun bergerak itu sangat lamban. Seorang teman membagikan tip agar tidak terlambat. Berangkat 2-3 jam sebelum waktunya. Hm...begitu banyak waktu yang terpakai hanya untuk mobilitas didalam kota saja. Hal ini lebih terasa lagi ketika kita menggunakan taxi bermeter (argo). Sudah kehilangan waktu, bayaran jadi mahal, (konon katanya dari sisi supir taxi pun mereka merugi kalau macet), badan juga capai tanpa hasil, akibatnya stress. Rasanya ingin berlari saja karena sepertinya akan lebih cepat :D

Jalan kaki mungkin bisa jadi pilihan untuk jarak yang tidak terlalu jauh. Masalahnya fasilitas untuk jalan kaki ini pun masih kurang memadai seperti disebutkan diatas. Trotoar yang membuat alas kaki cepat rusak dan mata harus awas karena trotoar tidak mulus. Udara yang terpolusi asap-asap kendaraan pun sangat mengganggu kebebasan dan kemerdekaan pejalan kaki. Di malam hari, lampu-lampu masih banyak yang kurang terang atau sama sekali tidak berfungsi sehingga mengurangi tingkat kepercayaan diri untuk berjalan di area yang kurang terang. 

Menyebrang jalan pun terasa kurang aman, padahal umumnya di Indonesia disediakan area untuk menyebrang jalan yang ditandai garis-garis putih yang saya mengerti untuk kebutuhan menyebrang jalan. Namun, nampaknya pengendara tidak mengerti rambu-rambu lalu lintas itu. Atau mungkin mereka tidak mengerti persamaan hak pejalan kaki dan pengendara. 

Biasanya pengendara tidak akan berhenti ketika melihat ada pejalan kaki hendak menyebrang di area tersebut, sehingga penyebrang jalan pun akan menunggu sampai kendaraan sepi atau nekat berjalan ditengah lalu lalang kendaraan. Atau mungkin pejalan kaki tidak mengerti kalau tanda tersebut berarti untuk pejalan kaki menyebrang jalan. Entahlah, namun rasanya ada yang salah dengan kegiatan berlalu lintas di Indonesia. 

Bukan hanya dari sisi pengendara saja, dari sisi pejalan kaki pun sering tidak taat aturan. Menyebrang jalan disembarang tempat yang membuat pengendara harus mengalah memberhentikan kendaraannya sering dengan tiba-tiba, yang tanpa disadari menjadi salah satu penyebab kemacetan. Konon katanya melambatnya sebuah kendaraan yang sedang berjalan memberikan reaksi berantai yang menyebabkan kendaraan dibelakangnya ikut melambat dan akhirnya menimbulkan kemacetan. 

Hal lain yang rasanya lucu adalah waktu yang diberikan kepada penyebrang jalan di zebra cross yang dilengkapi lampu tanda menyebrang jalan (green man sign), lampu itu berwarna hijau dalam waktu yang saya pikir terlalu singkat untuk menyebrang jalan, apalagi kalau jalanannya cukup besar yang biasanya dibagi dua. 

Seringkali baru saja beberapa langkah namun lampu tanda boleh menyebrang itu sudah kembali berwarna merah. Bagaimana mau aman seperti itu? Seharusnya ada aba-aba terlebih dahulu sebelum lampu itu kembali berwarna merah, sehingga penyebrang jalan pun dapat lebih bergegas atau menunda menyebrang jalan. 

Bagaimana dengan tempat sampah berdinding semen yang cukup besar, dan lokasinya dibelokan jalan? Saya pernah menemukannya, namun  sayang tidak memotretnya :) Saya rasa hal itu sangat tidak aman bagi pejalan kaki. Trotoar tidak ada, malah dipakai untuk tempat sampah, sehingga pejalan kaki harus minggir ke arah jalan yang adalah belokan dimana kendaraan datang dari arah samping. Jika memang area itu tidak diperuntukan untuk pejalan kaki, alangkah baiknya kalau disediakan jalur pejalan kaki yang layak dan aman. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun