Mohon tunggu...
Vivi yunaningsih
Vivi yunaningsih Mohon Tunggu... Wiraswasta - Biarkan air mengalir sekehendaknya

Menulislah maka akan kau temukan ketenangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mama, Cintamu yang Tanpa Syarat

4 Desember 2020   06:20 Diperbarui: 4 Desember 2020   06:22 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dari seorang ibu, aku, kamu, kita berawal. Dari seorang ibu hidup dimulai. Dari seorang ibu, bayi dilahirkan, ditimang, disusui. Dari seorang ibu, si kecil mendengar suara, belajar mengecap rasa, belajar menjejak tanah, menyentuh segala benda hingga kuat dan tegap. Dikenalkannya huruf dan angka hingga bisa membuka jendela dunia. Menjadikannya sehat dan pintar tujuan utama.

Perempuan paruh baya bergelar ibu itu kupanggil mama. Wajah dan hidung mancungnya diwariskan padaku, sifat rajinnya kutiru, pemikirannya membayangiku. "Kamu sangat mirip mamamu," begitu kata orang. Aku senang saja mendengarnya.

Mama seorang yang sederhana. Gadis desa dengan tujuh saudara. Tumbuh mandiri, kuat dan mampu membantu mengurus adik-adiknya.

Aku mencintai mama, sangat mencintainya. Mama kukenal sabar dan penuh kasih sayang, tak banyak melarang. Itulah kenapa aku punya masa kecil yang merdeka, bebas bermain di bawah pengawasannya. Luka dan kotor tak  masalah baginya asal tak berbahaya. Terima kasih telah membuatku kuat mama.

Sepanjang tahun ini wabah virus Corona menyerang, banyak perusahaan tutup dan gulung tikar. Teringat krisis moneter 1998, terjadi PHK besar-besaran. Keluarga kami terdampak. Bukannya tidak mengerti tapi aku belum paham sekali.  Air mata mama meleleh  kala ia sendirian. Aku yang tak sengaja melihatnya mendekat dan lugu menanyakan, kenapa nangis ma? Jawabannya gak papa sambil buru-buru mengusap air mata di pipinya. 

Ah, mirip sinetron jaman sekarang tapi itu nyata, yang kemudian setelah lebih dewasa aku mengerti kekhawatirannya. Ketika sumber pendapatan keluarga hilang dapat uang darimana melanjutkan hidup keluarga. Mulailah mama jualan, buka warung rujak pecel depan rumah yang digelutinya bertahun-tahun untuk bertahan. Mama, aku melihat perjuanganmu membesarkanku. 

Aku mencintai mama, sangat mencintainya. Darinya aku belajar menerima keadaan, belajar menerima apapun yang terjadi, menjalaninya dengan tenang dan penuh rasa syukur. Yang penting semua sehat, katanya. Buat apa banyak harta tapi sakit-sakitan, buat apa banyak harta tapi tak tenang. 

Ah ma, semua orang ingin harta, sehat dan hidup bahagia. Itu sih idealnya tapi keadaan tak semua sama. Baiklah aku paham maksudnya. Aku belajar berfikir realistis, melakukan segala sesuatu dengan kemampuan, membeli sesuatu sesuai kebutuhan karena apa yang diinginkan tidak akan pernah selesai. 

Skala prioritas namanya. Bukan pelit loh ya tapi berhitung. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apa yang dimiliki hari ini disyukuri, besok dipersiapkan. Tidak mengejar gengsi dan jadi yang ter-up to date. Tidak mengoleksi tas dan gelang emas. Kalem saja, begitu kata mama.

Aku mencintai mama, sangat mencintainya. Sebagai orang tua, mama berusaha memastikan keempat anaknya memiliki hidup yang lebih baik darinya. Cita-cita mulia bagi seluruh orang tua di dunia. Memastikan anak-anaknya mendapatkan pendidikan yang baik, pekerjaan yang menjanjikan dan pendamping hidup yang sayang. Do'a-do'a tidak lepas dari bibirnya, terus menderas. Aku dan adik-adikku bukan orang hebat apalagi berharta banyak. 

Tapi kami punya hidup yang bahagia, berkecukupan dengan pasangan yang menerima kami apa adanya. Tak lain dari do'a orang tua. Belum lepas dari ingatan ketika aku marah ketika mama membuntutiku pergi dengan pacarku yang  menjemput di ujung jalan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun