PENDAHULUAN
Di tengah arus globalisasi dan kemajuan teknologi yang kian pesat, organisasi saat ini menghadapi lanskap yang sangat dinamis dan tidak menentu. Istilah disrupsi kini tidak lagi menjadi wacana eksklusif dalam dunia teknologi, tetapi telah menjelma menjadi fenomena umum yang memengaruhi seluruh dimensi kehidupan organisasi. Disrupsi terjadi ketika muncul perubahan radikal yang menggantikan sistem, produk, atau layanan yang sudah mapan dengan solusi baru yang lebih efisien, cepat, dan mudah diakses. Kejadian ini menuntut organisasi untuk tidak hanya beradaptasi, tetapi juga mampu memimpin perubahan dengan strategi yang responsif dan inovatif. Teknologi.(Winardi, 2005, p. 1)
Menurut (Winardi, 2005, p. 2) dalam konteks ini, “perubahan organisasi bukan lagi pilihan tambahan, tetapi menjadi fondasi utama dalam strategi bertahan dan bertumbuh. Perubahan organisasi mencakup segala hal mulai dari restrukturisasi, transformasi digital, penyesuaian budaya kerja, hingga inovasi model bisnis”. Namun demikian, perubahan yang berhasil memerlukan pendekatan yang terencana dan berbasis data. Banyak penelitian menunjukkan bahwa resistensi terhadap perubahan menjadi penghambat utama transformasi organisasi. Hanya organisasi yang mampu mengelola ketidakpastian serta membangun budaya perubahan yang akan bertahan dalam jangka Panjang.
Keberhasilan suatu perusahaan dapat tercapai apabila sumber daya manusianya bekerja secara optimal. Peran kinerja mitra kerja sangat erat kaitannya dengan pencapaian kinerja perusahaan. Kinerja mitra kerja dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai oleh mitra kerja,yang dipengaruhi oleh beberapa faktor (Asfiah, 2021). Setiap perusahaan perlu mengetahui sejauh mana kinerja telah dicapai sebagai cerminan keberhasilan. Menurut (Asfiah et al., 2022, p. 269) “Salah satu cara yang dapat diterapkan dalam menjaga kinerja adalah dengan mempertimbangkan aspek fleksibilitas kerja, kompensasi dan kepuasan kerja”.
Menurut (Asfiah et al., 2022, p. 269) “Kompensasi adalah segala bentuk pembayaran finansial dan nonfinansial yang diterima oleh seorang individu sebagai bagian dari hubungan kerja”. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan moral yang selanjutnya dapat membantu mereka mencapai target dan tujuan perusahaan, serta meningkatkan kinerja mereka.Selain untuk meningkatkan moral, kompensasi juga bertujuan untuk mempertahankan kinerja. Kompensasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja. Pemberian kompensasi mempengaruhi produktivitas sumber daya manusia yang memberikan manfaat yang sangat besar bagi perusahaan. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa kompensasi tidak berpengaruh terhadap kinerja. Hal ini terjadi karena ketidakpuasan pengemudi terhadap besaran kompensasi yang diterima. Sistem poin target yang tidak tercapai dapat menurunkan kepuasan kerja dan kinerja pengemudi.
Menurut (Asfiah et al., 2022, p. 2569) “Fleksibilitas kerja adalah kebebasan untuk mengatur jadwal kerja yang lebih fleksibel terkait dengan kebijakan formal yang telah ditetapkan oleh Manajemen sumber daya suatu Perusahaan”. Fleksibilitas terdiri dari fleksibilitas jadwal terkait berapa lama bekerja (time fleksibilitas), kapan mulai bekerja (timing fleksibilitas) dan kebebasan memilih tempat bekerja (place fleksibilitas). Penerapan sistem jadwal kerja yang fleksibel diharapkan dapat membuat mitra kerja lebih nyaman dan produktif dalam bekerja sehingga dapat meningkatkan kinerja yang pada akhirnya berdampak pada kepuasan kerja.
PEMBAHASAN
Gren HRM dan Komitmen Aferktif
Green Human Resource Management (GHRM) semakin diakui sebagai praktik strategis yang dapat memengaruhi retensi karyawan secara positif, terutama di UKM yang bertujuan untuk kinerja yang berkelanjutan. Namun, studi mengungkapkan bahwa meskipun inisiatif GHRM seperti rekrutmen, pelatihan, dan pengembangan hijau dapat meningkatkan kepuasan karyawan dan menarik bakat, dampak langsungnya terhadap retensi tidak Terlepas dari potensi manfaatnya, hubungan antara GHRM dan retensi karyawan tetap kompleks.
Menurut (Retensi et al., 2025, p. 2) “Green Human Resource Management merupakan konsep pengelolaan sumber daya manusia yang berfokus pada praktik-praktik ramah lingkungan dan berkelanjutan”. GHRM mendorong pembentukan tenaga kerja yang memiliki kesadaran, evaluasi, dan penerapan prinsip-prinsip keberlanjutan lingkungan di dalam organisasi. GHRM telah menjadi strategi bisnis penting bagi organisasi, baik swasta maupun publik, dalam upaya mengurangi aktivitas operasional yang merusak lingkungan serta menjaga kelestarian lingkungan untuk generasi saat ini dan mendatang. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa GHRM mencakup praktik-praktik SDM, seperti rekrutmen dan seleksi, pelatihan dan pengembangan, manajemen kinerja, kompensasi dan penghargaan, pemberdayaan dan partisipasi, serta manajemen budaya organisasi. Menurut (Retensi et al., 2025, p. 2) “Green HRM dapat meningkatkan keterlibatan karyawan, kepuasan kerja, dan komitmen afektif, yang pada akhirnya berdampak pada pening-katan retensi karyawan”. Selain itu, dukungan organisasi yang dirasakan karyawan juga berperan penting dalam mempengaruhi keterlibatan, kepuasan kerja, dan komitmen afektif, yang kemudian akan meningkatkan retensi karyawan. Faktor lainnya yang mempengaruhi retensi karyawan adalah kepuasan kerja dan komitmen afektif.
Menurut (Retensi et al., 2025, p. 2) Kepuasan kerja karyawan yang tinggi akan mening-katkan kecenderungan mereka untuk tetap bekerja di organisasi, sedangkan komitmen afektif yang kuat akan membuat karyawan lebih termotivasi untuk tetap ber-gabung dengan organisasi. Keterlibatan karyawan juga memainkan peran penting dalam retensi karyawan. Karyawan yang merasa terlibat dan terintegrasi dengan pekerjaan dan organisasi mereka, cenderung akan bertahan lebih lama di organisasi tersebut.