Mohon tunggu...
Virgi Widya Cahyati
Virgi Widya Cahyati Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa UPI

A writer who likes to write about pop culture

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Yang Dulu itu Sudah Berubah Sekarang

26 September 2023   12:30 Diperbarui: 26 September 2023   12:41 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam ini adalah malam dimana keluarga besar ku berkumpul. Kami sepakat memilih rumah bibi tertua di keluarga kami sebagai tempat berkumpul. Rumah bibi memiliki suasana vintage yang cukup kental, karena kebetulan suami dari bibiku menyukai hal-hal yang berbau vintage.

Acara berkumpul keluarga ini terbagi menjadi empat kubu. Kubu pertama ada perkumpulan ibu-ibu yang sedang sibuk masak di dapur dan mempersiapkan makan malam kami.

Kubu kedua ada perkumpulan bapak-bapak yang berkumpul di taman belakang rumah ini sedang mengobrol tentang pekerjaan mereka sambil menghisap tembakau yang mereka pegang.

Kubu ketiga ada perkumpulan anak-anak laki-laki di ruang tengah sedang sibuk bermain game sambil berteriak-teriak.

Kubu terakhir masih ditempat yang sama tapi berbeda sudut, ada perkumpulan anak-anak perempuan yang sedang sibuk curhat tentang sekolah dan idola mereka.

Aku? Seharusnya aku berada di kubu ketiga. Tapi entahlah aku tidak terlalu bisa menyatu dengan mereka padahal mereka semua adalah sepupuku. Aku hanya merasa tidak cocok saja dengan mereka.


Mereka sangat menyukai  game dan terkadang mereka juga saling menjahili satu sama lain. Sedangkan aku, aku tipe orang yang menyukai ketenangan. Aku sangat suka membaca. Membaca tentang apapun.

Aku selalu ingin berpisah dengan sepupu-sepupuku, tapi ibuku selalu memarahiku karena aku bersikap anti sosial. Jadi, terpaksa aku berada ditengah-tengah sepupuku dengan Tab yang aku genggam tanpa mempedulikan mereka.

Akhir-akhir ini aku senang membaca hal yang berhubungan dengan mental. Aku merasa kagum dengan psikolog diluar sana yang bisa memecahkan penyebab dari masalah-masalah mental manusia yang sangat beragam. Oleh karena itu, aku menjadi tertarik untuk menjadi seorang psikolog yang handal dimasa depan.

Saat ini aku sedang membaca sebuah blog yang menjelaskan tentang masalah psikopat dan beberapa kasusnya. Rentetan kata dilayar  Tab yang aku genggam menjelaskan satu persatu ciri-ciri dari seorang psikopat. Seiring aku membaca ciri-ciri tersebut, tiba-tiba kepalaku muncul nama pamanku.

"Apa ini maksudnya? Paman Al seorang psikopat?" pikirku tiba-tiba.

Kepalaku tiba-tiba mengingat beberapa kelakuan Paman Al akhir-akhir ini yang menurutku itu seperti ciri-ciri seorang psikopat yang aku baca. Dengan spontan, aku melirik kearah taman belakang rumah dimana Paman Al berada.

Dia tampak memisahkan diri dengan bapak-bapak yang lainnya. Terlihat dia sedang sibuk memperhatikan ponselnya dengan sebatang rokok yang terselip di jarinya. Saat itu juga, aku merasa wajah Paman Al sedikit berbeda dari yang biasanya aku lihat selama ini.

Tenggelam aku memandangi Paman Al, tiba-tiba paman melemparkan pandangannya ke arahku dengan ekspresi wajah yang sedikit menakutkan. Hanya matanya saja yang memandangiku dengan posisi wajah yang di posisi yang sama. Setelah itu, paman melemparkan senyuman yang berbeda dari biasanya dan sulit diartikan.

Langsung aku menarik wajahku kembali lalu menatap kosong blog yang aku baca tadi.

"Apakah Paman Al memang benar seorang psikopat? Atau ini hanya imajinasiku saja?" ucapku dalam hati

Pikiranku sudah penuh dengan berbagai pertanyaan. Perasaan takut juga mulai menyelimuti diriku. Namun, tiba-tiba, ada sebuah tepukan dipundakku yang membuatku berhenti melamun.

"Kamu mengapa melamun sih, Sa. Ayo kita sudah disuruh untuk makan malam" ucap kakak sepupu perempuanku. Tanpa menjawab pertanyaannya, aku langsung bangkit dari tempat dudukku dan pergi ke meja makan.

Meja makan kami terlihat sangat ramai, tapi aku masih diam dengan pikiran yang sudah bercabang. Sesekali aku melirik Paman Al kembali untuk memastikan bahwa Paman Al adalah pamanku yang masih sama seperti yang biasanya.

Terlihat Paman Al yang sedang menikmati makan malamnya dan sesekali ia menyahuti gurauan yang dilemparkan oleh anggota keluarga kami yang lain.

Seketika aku merasa bersalah karena sudah menilai Paman Al dengan buruk. Mungkin tadi dia terlihat berpisah dengan bapak-bapak yang lain karena dia merasa lelah dan ingin menyendiri sepertiku. Paman Al adalah paman yang paling muda di keluargaku dan dia juga belum menikah. Mungkin aku hanya terlalu hanyut dalam bacaanku saja sehingga aku bisa berpikiran buruk seperti itu terhadap paman.

Hanya dalam sekejap setalah paman berbincang dengan yang lain, ia langsung merubah kembali ekspresinya menjadi menjadi datar sambil menikmati makan malamnya.

Perubahan ekspresinya sangat cepat. Beberapa detik yang lalu ia terlihat seperti pamanku yang biasanya, tapi sekarang ia berubah seperti orang asing. 

Selesainya acara kumpul keluarga ini, aku menyisakan sebuah pertanyaan di kepalaku. Apakah Paman Al seorang psikopat?

***

Hari sudah berganti, kini aku baru saja pulang dari aktivitas sekolahku. Rasanya sangat ngantuk dan capek sekali karena semalam aku tidak bisa tidur memikirkan pamanku sambil membaca kembali di internet mengenai psikopat.

Setelah aku mengganti pakaian seragamku, langsung kujatuhkan tubuhku di tempat tidur kesayanganku. Kupejamkan mataku, kuhembuskan nafasku pelan, dan kucoba untuk melupakan masalah itu.

Baru saja sekejap aku memejamkan mata, tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk pintu rumahku dengan cukup keras.

Suaranya terdengar keras dan nyaring karena dirumah ini tidak ada siapa-siapa selain aku. Jantungku ikut berdetak dengan cepat seiring dengan ketukan pintu yang keras itu. Anehnya aku tiba-tiba merasa takut dan enggan untuk turun ke bawah untuk membukakan pintu. Keringat dingin tiba-tiba bercucuran dipelepisku.

Aneh. Ini bener-benar aneh karena selama ini aku tidak pernah seperti ini. Diluar sana hanya ada orang yang mempunyai keperluan dengan keluargaku. Biasanya aku akan sangat mudah untuk membuka pintu dan menanyakan maksud kedatangannya apa. Tapi, mengapa aku merasa takut setengah mati sekarang. Mungkin ini efek dari aku terlalu dalam membaca tentang psikopat, ditambah lagi aku mengaitkannya dengan pamanku.

Tiba-tiba, ponselku berdering mengagetkanku. Terpampang ada panggilan masuk dari...

Paman Al.

Aku menjadi sangat ketakutan. Jika aku tidak mengangkat panggilannya, maka aku akan dicurigai oleh paman. Terpaksa kuangkat panggilan itu.

"Esa, kamu ada dirumahkan? Paman ketuk-ketuk pintu kenapa tidak dibukakan?" Ucap Paman Al diseberang sana.

Keringat dinginku bercucuran dengan deras mendengar pertanyaan dari paman.

"Iya paman maaf Esa lagi mendengarkan musik pakai headset, jadi Esa tidak mendengar kalau paman mengetuk pintu. Tunggu sebentar paman akan aku bukakan pintunya". Jawabku setenang mungkin agar paman tidak mencurigai aku.

Sampailah aku didepan pintu. Kuintip sedikit paman yang sedang diluar sana melalui jendela. Ia terlihat sangat beda. Aku jadi bingung sendiri. Apa benar paman yang sudah berubah atau aku yang sudah berubah karena terlalu banyak baca tantang psikopat?

Tanpa ingin membuat paman curiga, aku langsung buru-buru membukakan pintunya.

"Paman, masuklah maaf membuat paman menunggu lama". Kulemparkan senyum manisku seraya mengucapkan kalimat tersebut agar paman tidak mencurigaiku.

"Tidak apa-apa, paman minta maaf juga tiba-tiba datang kesini tidak bilang-bilang" ucap paman sambil berjalan masuk dan duduk di sofa rumahku.

"Ada apa paman tiba-tiba kesini? Kebetulan ayah dan ibu sedang bekerja jika paman ada sesuatu penting yang ingin disampaikan, paman bisa kasih tau aku. Nanti setelah ayah dan ibu pulang akan aku langsung beritahu mereka" ucapku dengan ramah.

"Paman ada urusan denganmu. Kamu kenapa berkeringat banyak sampai membasahi bajumu?" pertanyaan paman tiba-tiba.

"Tadi aku sedang berolahraga juga sambil mendengarkan musik. Paman ada yang ingin disampaikan padaku?" Ucapku sedikit gugup.

Tiba-tiba paman menatapku seperti malam itu. Sangat menakutkan. Keringatku semakin bercucuran dan rasa takutku semakin besar.

"Bukankah seharusnya paman yang bertanya seperti itu kepadamu? Apakah kamu ingin mengatakan sesuatu pada paman?" Detak jantungku semakin berdetak dengan kencang setelah mendengar ucapan paman.

"Ma...maksud paman apa?".

"Semalam kamu menatap paman dengan tatapan yang mengintimidasi. Lalu, kamu juga menatap paman tidak hanya sekali dengan tatapan seperti itu. Kamu mengetahuinya?" tanya paman dengan sedikit tersenyum seperti meremehkan.

"M...mengetahui apa p...paman?" jawabku dengan sangat gugup.

"Esa, paman tahu kalau kamu itu pintar dan suka baca. Pasti kamu tahu sesuatu tentang paman yang kamu dapatkan dari bacaan yang kamu baca".

Pertanyaan paman itu sukses membuatku kaget dan ketakutan. Bagaimana paman bisa tahu tentang itu. Aku benar-benar ketakutan sekarang. Aku ingin siapapun itu datang ke rumahku untuk mengalihkan pembicaraan ini.

"Jawab saja Esa agar paman tidak marah". Pertanyaan ini membuatku yakin jika paman adalah psikopat. Seperti yang sudah aku baca bahwa salah satu ciri seorang psikopat adalah secara emosional mudah terusik dan mudah marah.

"CEPAT JAWAB PERTANYAAN PAMAN, ESA" sentak paman membuatku sangat ketakutan.

Benar. Ini bukan Paman Al yang dulu. Dia sudah berubah sekarang. Dengan air mata yang mulai bercucuran, aku berkata,

"Paman adalah psikopat. Aku baca tentang ciri-ciri seorang psikopat dan contoh kasusnya membuat aku berspekulasi bahwa paman adalah psikopat. Aku berpikir seperti itu karena aku memang melihat ciri-ciri itu didalam diri paman. Paman sudah berubah. Paman bukan seperti paman yang dulu. Ditambah sekarang paman tiba-tiba menanyakan hal ini, lalu marah-marah hanya karena sikapku yang tiba-tiba memperhatikan paman saat acara keluarga malam kemarin. Ini membuat aku semakin yakin bahwa paman adalah psikopat" jelasku panjang lebar dengan rasa takut yang masih menyelimuti.

Paman yang mendengarkan penjelasanku hanya tersenyum lalu tertawa sambil bertepuk tangan.

"Esa, ternyata kamu memang benar-benar pintar. Kamu benar-benar mempelajari semua yang kamu baca. Semua penyataan yang kamu lontarkan itu jawabannya adalah benar. Paman juga tidak sadar sejak kapan paman bisa berubah seperti ini hingga akhirnya paman sadar jika paman memang sudah berubah" ucap paman dengan tenang namun itu justru semakin membuatku ketakutan.

"Dengar Esa, jika keluarga besar tahu tentang ini, kamu adalah satu-satunya orang yang akan paman salahkan. Paman tidak akan menganggap kamu anak kecil lagi, karena dengan kamu sudah menebak paman sudah berubah. Jadi, kamu harus menerima konsekuensinya jika semua ini terbongkar. PAHAM?!" teriak paman membuat air mataku keluar sangat deras.

Setelah paman mengucapkan itu, ia langsung pergi meninggalkanku yang masih menangis dan ketakutan.

***

Setelah mendapat ancaman dari paman, aku memutuskan untuk tidak lagi pergi ke acara keluarga atau mengunjungi keluargaku yang lain. Aku melihat paman yang saat itu benar-benar marah membuatku menjadi sangat takut untuk bertemu dengan keluarga besarku walaupun disana tidak ada pamanku.

Tidak ada yang tau soal ini, bahkan ayah dan ibuku. Kusimpan rahasia ini sendiri dengan rasa takut yang sangat besar. Jika ada anggota keluargaku yang mengetahuinya sendiri, pasti aku akan tetap yang disalahkan. Sekarang sosok Paman Al yang baik sudah benar-benar berubah. Itu membuatku takut.

-Tamat-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun