Mohon tunggu...
Syaripudin Zuhri
Syaripudin Zuhri Mohon Tunggu... Pembelajar sampai akhir

Saya senang bersahabat dan suka perdamaian. Moto hidup :" Jika kau mati tak meninggalkan apa-apa, maka buat apa kau dilahirkan?"

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bu Risma Tak Bermaksud" Menampar" Jokowi!

21 Maret 2014   17:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:39 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13953719742015213979

Ini luar biasa, mengapa? Bayangkan untuk menjadi calon Gubernur saja orang rela mengeluarkan harta ratusan milyar, dan itu pun belum tentu menang! Loh ini ibaratnya dikasih" gratis", tuh ganti Jokowi jadi Gubernur DKI Jakarta atau menjadi Wakil Gubernur menggantikan Ahok, bila Ahok naik menjadi Gubernur, bu Risma tak mau! Apa yang dibilang bu Risma: "Yang milih aku itu masyarakat Surabaya, bukan masyarakat Jakarta! Amanah itu di Surabaya bukan di Jakarta. Ini benar-benar "menampar" muka Jokowi, walaupun ini bukan maksud bu Risma!

Jadi kalau ditempatkan dalam posisi Jokowi, amanah Jokowi itu sekarang di Jakarta dulu, bukan untuk Indonesia, selesaikan amanah itu di Jakarta dulu, baru kalau sudah selesai, 2017, bolehlah meninggalkan Jakarta!

Tapi itu(2017  dan Pilpres 2019) kelamaan bagi para pendukungnya, dan mereka takut kehilangan moment, karena Jokowi itu sedang bersinar sekarang, belum tentu di pilpres 2019, mungkin begitu pikiran para pendukungnya. Lagi pula yang menjadi capres sekarang ini, bukan yang mereka harapkan, sebelum Jokowi mencapreskan diri,  ada capres-capres yang maju, yang "ngebet" menjadi RI1, punya masa lalu yang "buram".

Mengapa Jokowi jadi sasaran "tembak"? Karena Jokowi yang dituduhkan lawan-lawannya  "telah mengkhianati masyakat Jakarta yang telah memilihnya menjadi Gubernur DKI Jakarta selama satu kali masa jabatan, 15 Oktober 2012 - 15 Oktober 2017"

Nah sekarang baru bulan Maret tahun 2014, jadi Jokowi baru menduduki 1,5 tahun menjadi Gubernur dan sudah mendeklarasikan diri menjadi capres 2014, dan kalau terpilih, paling tidak dilantiknya nanti sekitar 20 Oktober 2014, tepat dua tahun Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta. Jadi hitung-hitungan politiknya Jokowi punya hutang 3 tahun pada rakyat Jakarta yang memilihnya menjadi Gubernur, mampukah Jokowi membalasnya?

Padahal yang namanya hutang harus dibayar, bila tidak akan terbawa sampai mati, dan jika ahli warisnya tak mampu membayarnya, maka Jokowi tetap "terkatung-terkatung" amal baiknya, itu kalau hutang uang atau harta benda.  Nah repotkan!

Kalau Jokowi misalnya menang, dan menjadi orang nomor satu di Indonesia, lalu mampu "melunasi" hutangnya pada rakyat DKI Jakarta, dengan mempercepat  segala macan kebijakan tentang Jakarta, karena konon masalah Jakarta itu "kuncinya" di  pemerintah pusat,  walau ketika menjadi presiden nanti, itupun kalau  menang, bukan hanya Jakarta yang dipikirkan tapi seluruh Indonesia, mampukah Jokowi membayar "hutangnya" yang 3 tahun, sisa masa jabatan menjadi Gubernur Jakarta, tersebut? Rasanya sulit, tapi bukan mustahil!

Maka sudah Saya duga, dan sudah Saya tulis pada artikel-artikel sebelumnya,  Jokowi akan menjadi musuh bersama, karena sudah mencapreskan diri! Bahkan Jokowi dianggap serakah, urusan DKI belum tuntas sudah mengincar jabatan yang lebih tinggi! Dan kalau belajar dari Bu Risma, mestinya Jokowi menolak permintaan Megawati, berani berkata "tidak" pada Megawati, walaupun Megawati itu "Godmother" bagi Jokowi! Bu Risma berani menolak Megawati, mengapa Jokowi tidak berani?

Tapi memang masalah bagi Jokowi adalah, begitu banyak harapan rakyat Indonesia! Itu dibuktikan dengan berbagai survey yang selalu menempatkan Jokowi di nomor satu, mengalahkan capres-capres lain, termasuk "Godmother"nya sendiri!

Jadi Jokowi menerima dicapreskan karena banyak harapan padanya, tapi mengecewakan banyak rakyat Jakarta! Makanya Jokowi terharu, bukan tertawa senang ketika mencapreskan diri.  Ini yang disebut efek Jokowi atau ini gara-gara Jokowi. Perpolitikan di Indonesia menjadi "riuh", ramai, dan terus menerus menjadi perbincangan yang menarik untuk dikaj, dari tingkat warung kopi sampai ke istana  Presiden!

Kalau misalnya Jokowi tak mencapreskan diri, wah lebih banyak yang protes lagi, bahkan sudah banyak yang terang-terangan akan golput, bila Jokowi tak menjadi capres. Ini juga efek berikutnya dari Jokowi, jadi dengan Jokowi mencapreskan diri, paling tidak yang tadinya berniat golput, batal, dan mau berbondong-bondong ke tempat pemungutan suara, nah ini efek positifnya dari Jokowi mencapreskan diri, perkara menang atau kalah, itu persoalan lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun