Mohon tunggu...
Viola Eva Reditiya
Viola Eva Reditiya Mohon Tunggu... Mahasiswi Magister

Banyak orang gagal dalam hidup karena tidak menyadari seberapa dekat mereka dengan kesuksesan ketika mereka menyerah (Thomas Edison).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Aku Cerita, Kamu Curiga: Manusia dengan Multi Spektrumnya

6 Februari 2025   06:36 Diperbarui: 6 Februari 2025   06:36 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah nggak sih, kamu ngalamin momen di mana kamu ngobrol santai, tapi lawan bicaramu tiba-tiba terlihat tersinggung? Atau kamu berniat berbagi cerita, eh malah dianggap pamer? Fenomena ini terjadi karena manusia punya spektrum pemahaman yang berbeda-beda. Satu pesan yang sama bisa diterima dengan berbagai interpretasi, tergantung dari pengalaman, emosi, dan sudut pandang masing-masing orang. Itulah kenapa sering kali kita bicara A, tapi yang diterima justru B, C, bahkan Z!  

Salah satu contoh paling umum adalah ketika kita berbagi pengalaman pribadi. Misalnya, kamu cerita tentang pekerjaan baru yang penuh tantangan, niatmu mungkin cuma ingin berbagi pengalaman. Tapi, bisa jadi ada yang menganggap kamu sedang menyombongkan diri atau merendahkan orang lain yang belum mendapatkan pekerjaan serupa. Kok bisa? Karena setiap orang memproses informasi dengan latar belakang dan perasaan yang berbeda. Ada yang mendengarkan dengan pikiran terbuka, ada juga yang mendengar dengan perasaan defensif.  

Hal yang sama juga terjadi dalam komunikasi digital. Ketika membaca pesan teks atau komentar di media sosial, intonasi dan ekspresi wajah yang biasanya membantu memahami maksud seseorang jadi hilang. Hasilnya? Satu kalimat sederhana bisa diartikan sebagai candaan oleh satu orang, tapi dianggap sindiran oleh yang lain. Inilah kenapa konflik di dunia maya sering kali terjadi hanya karena perbedaan spektrum pemahaman. Padahal, kalau percakapannya berlangsung tatap muka, mungkin kesalahpahaman itu bisa dihindari.  

Setiap pengalaman hidup adalah refleksi dari pilihan dan perjalanan kita.

Lalu, gimana cara menghadapi realitas ini? Salah satunya adalah dengan meningkatkan kesadaran bahwa setiap orang punya spektrum pemahaman yang berbeda. Saat kita menerima pesan, cobalah untuk tidak langsung bereaksi secara emosional. Tanyakan dulu, "Apakah aku memahami maksudnya dengan benar?" Sebaliknya, saat berbicara atau menulis, kita bisa menambahkan klarifikasi agar maksud kita tidak mudah disalahartikan. Memahami bahwa manusia itu beragam dalam menangkap makna adalah kunci untuk menghindari drama yang tidak perlu.  

Pada akhirnya, komunikasi bukan sekadar tentang menyampaikan pesan, tapi juga tentang bagaimana pesan itu diterima. Tidak semua orang akan memahami kita dengan cara yang kita harapkan, dan itu wajar. Yang penting, kita tetap berusaha untuk terbuka, tidak mudah tersulut emosi, dan belajar menyaring informasi dengan lebih bijak. Dunia ini penuh dengan manusia multi-spektrum---dan justru itulah yang membuat interaksi kita semakin berwarna.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun