Kemampuan dan kehebatan manusia yang sudah terukur di atas menggelitik sifat manusia yang tidak pernah puas. Ia mau menikmati hidup. Life longer.
Dalam rentang sekian dekade, di jaman kapitalis, di jaman modern, abad 20, abad 21, dan post modern, hadir dan merajalelah tiga keinginan besar manusia yang sungguh manusiawi.
Keinginan-keinginan itu adalah  (1) kuasa, (2) harta dan (3) seks. Data memberi bukti dan fakta  sahih mendokumentasikan, bahwa tiga hal itu ada juga pada puncak daftar perilaku manusia.
zaman ini, era milineal, era digital, dicatat oleh Noah Harari, sang sejarawan, bahwa ada juga tiga orientasi hidup, tendensi, keinginan manusia, yakni; (1) Imortalitas, (2) Kebahagiaan, dan (3) Keilahian.Â
Keilahian ada seupa ia ingin menjadi dewa, mengubah eksistensi dirinya dari "homo sapiens" menjadi "homo deus" (manusia yang bijak, berakal budi, berhati nurani dan ingin menjadi dewa/tuhan = penguasa atas sesama, dan dapat menentukan hidup-mati untuk diri orang lain).
Tesis terakhir itu bergulir sangat deras pada  level kehidupan "kalangan atas". Tendensi menguasai atas sesama mencuat amat tajam, bahkan ia bisa memastikan sesuatu untuk dirinya dan orang lain.
Hari ini, untuk kehidupannya, ia dapat menentukan mau "makan apa." Â Hari besok, untuk kesenanganya ia dengan mudah memastikan untuk "makan dimana." Â Dan pada puncak kekuasaanya ia dapat menjatuhkan vonis, "mau makan siapa."
Atas realitas zaman demikian, nilai aplikatif isi surat di atas sangat menanti respon bijaksana manusia sekarang, siapa pun dia. Manusia tetap diberi kesempatan dan ruang untuk "Menakar Keinginan", kecendrungan dan orientasi hidupnya: Â "Kemana arah hidupnya?"Â
Mungkinkah isi surat di atas dapat dijadikan rujukan, sekaligus genderang peringatan yang bertalu-talu datangnya, untuk si A atau si B atau  siapa pun? *