Mohon tunggu...
Vincent Setiawan
Vincent Setiawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Teknik Elektro President University

Mahasiswa Teknik Elektro President University

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

2020-2021: Puasa yang Sama

14 April 2021   08:28 Diperbarui: 14 April 2021   08:38 758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Tahun lalu ataupun tahun sekarang, kita semua baik para muslim ataupun non-muslim seperti saya, melewati keadaan bulan puasa yang sama. Semuanya masih bertahan hidup dari satu musuh bersama, yaitu pandemi covid-19 yang belum bisa hilang dari bumi Indonesia bahkan dari permukaan bumi kita tercinta. Baik anda yang berpuasa, ataupun saya yang tidak, menjalani satu keadaan yang sama, yaitu kehilangan beberapa tradisi ramadan yang biasanya dilalui oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia. 

Puasa di tahun ini ataupun tahun kemarin, memberikan kita makna yang sama. Makna tersebut mungkin tidak kita sadari, tapi jikalau kita mau mencoba merefleksikannya, makna ini adalah sesuatu yang sangat dalam. Makna tersebut adalah menahan hawa nafsu untuk sekedar ngabuburit dan berkumpul bersama orang-orang yang kita sayangi. 

Menahan nafsu yang seperti ini sebenarnya adalah latihan tertinggi dari berpuasa. Dengan menghindari berkumpul dan ngabuburit, sebenarnya kawan-kawan muslim yang sedang berpuasa bisa mengisi waktu dengan mengembangkan ibadah dengan lebih lain. Mungkin bisa dengan memasak makanan untuk berbuka, ataupun sesederhana membaca kitab-kitab suci untuk merenungkan kembali makna berpuasa yang sedang dijalani. Bukankah hal tersebut akan membuat nilai ibadah puasa anda benar-benar menjadi ibadah, dan bukan hanya sekedar "tradisi" semata?

Adapun makna lainnya yang telah kita jalani selama dua tahun terakhir adalah menahan diri untuk tidak berbelanja baju lebaran di kala bulan puasa. Dengan menahan diri untuk tidak berbelanja baju baru, sebenarnya kita sedang menjalankan makna puasa yang sesungguhnya. Dengan tidak memiliki baju baru, kita bisa dengan penuh kesadaran merasakan bagaimana penderitaan saudara-saudara kita yang tidak memiliki cukup uang untuk membeli baju lebaran. Kita juga bisa dengan penuh kesadaran merasakan bagaimana sakitnya penderitaan saudara-saudara kita yang berada di penjara ataupun dalam keadaan perang, di mana mereka tidak bisa pergi ke mana-mana, terkurung di dalam tempatnya karena dihukum ataupun untuk keselamatan dirinya. Kalau kita mengulik lebih dalam, sejujurnya ini adalah saat yang terbaik untuk kita merasakan dan merenungkan makna berpuasa yang paling esensial.

Hal yang kita pelajari juga dari puasa  tahun lalu dan tahun ini adalah bahwa semua ibadah, terlepas dari agamanya, dapat dilaksanakan di rumah masing-masing tanpa harus mengalami pengurangan makna. Dengan dilarangnya tarawih di tahun lalu, kita sebenarnya bisa memanfaatkan hal tersebut sebagai refleksi bagi diri kita sendiri. Beberapa hal yang bisa kita refleksikan, bisa kita lihat seperti beberapa pertanyaan di bawah ini,

Apakah benar bahwa hanya tarawihlah cara saya mendapatkan Pahala yang lebih? 

Bukankah belajar lebih dalam soal agama adalah suatu hal yang bisa menambahkan pahala juga? 

Bukankah berguna dan terjun langsung ke masyarakat adalah suatu bentuk ibadah yang tertinggi?

Apakah benar bahwa ibadah yang saya lakukan adalah bentuk ibadah yang benar-benar ibadah dan bukan pemenuhan ego saya untuk beribadah?

Serta, apakah benar jikalau niat saya beribadah selama saya hidup adalah benar-benar beribadah dan bukan hanya menjalankan tradisi yang telah diturunkan oleh orang tua dan leluhur-leluhur saya?

Sesungguhnya, jikalau kita bisa belajar makna-makna yang telah kita dapatkan dari puasa tahun lalu dan merenungkannya kembali di dalam puasa tahun ini, level kita akan terupgrade menjadi jauh lebih baik. Karena bulan puasa yang telah kita jalani tahun lalu, baik oleh segenap muslim maupun non muslim, adalah suatu latihan untuk mengoreksi kembali iman dan ibadah kita. Mungkin pertanyaan terakhir dari saya ini bisa membuat kita mengingat pembelajaran kita dari tahun lalu.

Apakah benar kalau kita sedang beriman, beragama, dan beribadah untuk mendirikan ibadah kita? Atau kita sebenarnya sedang hidup di dalam egoisme dan keangkuhan kita untuk beribadah tanpa memerhatikan kesehatan diri kita dan orang lain?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun