Mohon tunggu...
Vina Yolandha Manurung
Vina Yolandha Manurung Mohon Tunggu... lainnya -

Penikmat matahari pagi

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Hujan dan Hati yang Bimbang

6 Mei 2014   23:17 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:47 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siang tadi aku mencoba untuk keluar dari rutinitas harian yang membosankan. Duduk bersama, bercerita tentang sesama, menjadi kerdil oleh fikiran-fikiran sendiri.

Aku keluar dari tempat yang kufikir bukanlah tempat yang tepat untuk menempatkan kepercayaan dan ketulusan diatas segala-galanya, karena yang ada hanya kemunafikan. Bahwa tawa yang selalu pecah itu adalah bentuk cemooh yang secara tidak sengaja digambarkan. Bahwa tangan-tangan pertolongan adalah sebentuk maksud yang tak tertebak. Bahwa "kawan" adalah "lawan" yang tertunda. Mata terbuka, semua terlihat lebih jelas kini, kepentingan adalah harta berharga abad ini.

Aku keluar sebentar untuk menghindar dari imajinasi kerdil dan brutalku sendiri. Kenyamanan tak lagi tersedia, dicari maka barulah ada, dengan syarat dan ketentuan yang berlaku pastinya. Mengkoreksi orang lain adalah kegiatan yang paling menyenangkan ditempat ini, seakan-akan diri sendiri adalah ciptaan paling sempurna abad ini. Kaca hanya pajangan, hanya untuk memantulkan kecantikan yang ada dipermukaan.

Keluar dari rutinitas menjenuhkan siang ini menunjukkan aku satu kenyataan bahwa bumi ternyata sedang dalam masa kegalauan. Sepanjang perjalanan mengendarai motor, yang jaraknya kurang lebih 5kilometer, hujan dan panas seperti sedang berebut lapak. Aku seperti sedang dipermain-mainkan hujan dan panas, merasa keki pasti. Tapi lagi-lagi, aku juga punya andil dalam perubahan iklim yang tak menentu ini.

Tisu, Plastik dan Botol masih jadi pelengkap kebutuhan pribadiku. Miris sebenarnya ketika menyaksikan skenario kehidupan yang terkadang mempermainkanku. Bekerja dilembaga yang notabene fokus terhadap isu-isu lingkungan yang berkembang tak lantas menghindarkanku dari sikap hidup tak ramah lingkungan. Semua adegan kulakoni dengan baik, hanya kadang aku perlu stuntment untuk menggantikan aku ketika adegannya terlalu berbahaya dan kurasa aku tak sanggup.

Seandainya lakon hidup itu seperti panggung sandiwara, aku bisa saja hanya menggunakan ujung jariku ini untuk mengatur segala yang kusuka dan tak kusuka.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun