Mohon tunggu...
Vina Fitrotun Nisa
Vina Fitrotun Nisa Mohon Tunggu... Penulis - partime journalist

Development issues enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kebijakan Penanganan Stunting di Indonesia Masih Parsial

13 November 2021   09:24 Diperbarui: 13 November 2021   09:52 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Suatu ketika mungkin kita pernah bertanya, mengapa stunting menjadi masalah serius yang harus ditangani. Sederhananya, stunting adalah kurang gizi kronis yang menyebabkan seseorang menjadi pendek. Bahkan dianggap sebagai faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif seseorang.

Pendek dan lemahnya kemampuan kognitif mengapa dianggap sebagai masalah, bukankah sejak kecil kita sudah diberikan persepsi bahwa orang Asia memiliki tinggi badan yang lebih rendah dibanding warga negara lain.

Di dunia yang semakin berkembang ini. berdaya saing dan berkompetisi merupakan sebuah tuntutan hidup yang harus dilakoni oleh semua orang untuk survive. Dahulu sebelum kita memasuki abad modern, mungkin orang berkompetisi untuk bertahan hidup dengan menggunakan kekuatan fisik semata. Sehingga, manusia pada saat itu tidak memiliki banyak tuntutan dalam hidup.

Semakin meluasnya pengaruh modernisasi ke seluruh dunia yang menjadikan barat sebagai kiblatnya, menuntut semua orang untuk mengikuti cara hidup ala "Barat", cara mereka bekerja, dan standar kesuksesan yang telah ditetapkan.  Siapapun yang tidak bisa mengikutinya akan dianggap tertinggal.

Berdasarkan berbagai kajian, agar seseorang memiliki kemampuan kognitif yang berdaya saing, seseorang harus tercukupi gizinya dalam 1000 hari pertama kehidupan. Gizi yang harus dipenuhi tersebut adalah adanya asupan gizi yang seimbang antara protein, karbohidrat, vitamin dan lain sebagainya, sehingga jika asupan ini tidak terpenuhi, maka akan mengakibatkan seseorang menjadi stunting.

Faktor yang menyebabkan seseorang menjadi stunting sebenarnya beragam. Namun, kemiskinan dituduh sebagai salah satu faktor utamanya. Hal ini cukup beralasan, mungkin bagi mereka kesempatan untuk menikmati daging saja hanya didapatkan sekali-kali saja dalam setahun.


Tak heran jika pemerintah menggunakan pendekatan ekonomi dalam mengatasi stunting. Saat ini salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi stunting di implementasikan dalam perluasan pemerima bantuan sosial seperti PKH, Bantuan Pangan Non Tunai dan PBI JKN.

Pemerintah sendiri mengklain bahwa jumlan penerima manfaat dari program perlindungan sosial saat ini berjumlah 10 juta keluarga. Meskipun kebijakan ini dianggap sebagai solusi, namun apakah kebijakan ini benar-benar yang terbaik dalam mengatasi stunting.

jika bantuan diberikan dalam bentuk tunai, sebenarnya sebuah keluarga bisa saja membelanjakan uang tersebut untuk kebutuhan lain diluar dari kebutuhan pokok. Terlebih, jika keluarga penerima manfaat tidak diberikan pendampingan dan edukasi tentang konsumsi gizi yang seimbang.

Pertanyaan lain yang muncul kemudian, sampai kapan bantuan sosial ini akan diberikan dan apakah dampaknya benar-benar efektif dalam mengentaskan kemiskinan dan stunting. Sebenarnya, jika kita melihat potensi alamiah yang ada di Indonesia, rasanya tak pantas sekali seseorang menderita kelaparan di negara yang sangat subur dimana air, ikan dan tanaman dengan mudahnya hidup disini.

Rasanya tak salah jika pendekatan penanggulangan kemiskinan dan stunting dilakukan dengan pendekatan kemandirian pangan. Maksudnya adalah memaksimalkan sumber daya yang ada di desa untuk mendukung kemakmuran masyarakatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun