Mohon tunggu...
Viktorinus RemaGare
Viktorinus RemaGare Mohon Tunggu... Guru - Apa adanya, berjuang untuk menjadi berarti bagi orang lain.

Saya lahir di sebuah dusun kecil tepatnya 44 tahun silam. Berjuang menggapai mimpi dengan cara yang berbeda dan luar biasa, menepis segala keraguan bahwa hidup harus diperjuangkan. Menjadi penjual kue keliling kampung ketika duduk dibangku SMP, bekerja sawah membanting tulang untuk membiayai hidup keluarga dan sekolah ketika SMA, karena ayah tercinta sakit-sakit. Menjadi kuli bangunan, tukang sapu jalan, dan Satpam ketika kuliah. Dan sampai detik ini, masih terus berjuang untuk kehidupan baru bagi isteri dan kedua anak-anakku. Entah sampai kapan, manusia tak ada yang tahu. Satu yang pasti, bahwa hidup terus berjalan sampai kita sudah tak mampu lagi berjalan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Otodidak Guru dalam Pemanfaatan Teknologi dan Informasi di Era Digital

6 Januari 2022   01:53 Diperbarui: 7 Januari 2022   09:23 1124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi guru sedang mengikuti pelatihan digital. Sumber: Antara/Syifa Yulinnas

Literasi digital merupakan keterampilan seseorang secara teknis untuk menggunakan, mengakses, memahami, dan merangkai informasi yang diterima serta menyebarkan informasi yang telah diproses kepada khalayak melalui media digital.

Literasi digital adalah sebuah keharusan bagi guru, juga bagi para pengambil keputusan dan pembuat kebijakan di bidang pendidikan, karena manusia-manusia yang diurusi sudah berada pada dunia digital. 

Guru masa kini harus mampu dan memiliki apa yang disebut literasi digital. Karena kemampuan mengoptimalkan penggunaan teknologi digital dan alat komunikasi untuk memperoleh serta mengelola informasi sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar baik di lembaga pendidikan formal maupun informal. Sehingga,para guru tidak dapat meniadakan dan melawan tuntutan itu.

Satu yang pasti, bahwa,saat ini  para pelajar mulai dari jenjang  Sekolah Dasar  sampai  Sekolah Menengah Atas  adalah generasi-generasi digital native . Generasi digital native  adalah generasi yang lahir dan tumbuh di era digital. (Prensky,2001). 

Oleh karena itu, para guru harus mampu secara efektif  mendampingi generasi muda yang dididik. Dengan literasi digital yang baik, anak akan mudah diarahkan untuk mampu memilah mana informasi berguna dan mana informasi hoax. 

Diharapkan melalui literasi digital yang baik dapat menumbuhkan rasa cinta pada ilmu pengetahuan, kebenaran dan fakta. Hal ini dapat terwujud melalui  kegiatan membaca berimbang, baik membaca digital maupun manual.

Harus diakui, saat ini sebagian  guru (baik yunior maupun senior) di Indonesia belum semuanya melek Informasi dan Teknologi (IT). Ini bisa disebabkan salah satunya adalah belum meratanya guru di setiap daerah (daerah terpencil) mendapatkan  akses  bimbingan dan pelatihan (Bimtek) sehubungan dengan pemanfaatan dan penggunaan perangkat IT dalam dunia pendidikan (sekolah).

ilustrasi Generasi Digital (sumber: geotimes.id)
ilustrasi Generasi Digital (sumber: geotimes.id)

Dengan kondisi tersebut di atas, apakah kepasrahan adalah jawaban yang tak terbantahkan sebagai bentuk ketiadaberdayaan?

Setidaknya di era digitalisasi saat ini, guru dapat melaksanakan bimbingan dan pelatihan pemanfaatan teknologi dan dan informasi secara otodidak.

Apa itu otodidak?

Otodidak. Autodidak atau sebutan lainnya yaitu swasiswa (dari bahasa Yunani Autodikdatos  yang artinya belajar sendiri) merupakan orang yang tanpa bantuan orang lain bisa mendapatkan banyak pengetahuan dan dasar empiris yang besar dalam bidang tertentu. Dan pengetahuan tersebut didapatkan dengan belajar sendiri. (Wikipedia). 

Untuk memenuhi tuntutan pembelajaran di era  teknologi, guru harus mampu beradaptasi dengan era baru tersebut tampa harus menunggu antrian Bimtek dari pemerintah atau lembaga pendidikan lainnya melalui belajar sendiri atau otodidak.

Di era digital seperti saat ini, mau tidak mau, suka tidak suka seorang guru (baik yunior ataupun senior) harus mau belajar mandiri dan harus mampu melepaskan diri dari kungkungan zona nyaman (Artinya, merasa aman dengan kondisi yang dirasa dan  berorientasi pada keengganan membuang -- buang waktu untuk hal -hal  baru).

Di usia yang hampir menuju setengah abad,saya beruntung dikaruniai rasa keingintahuan yang cukup baik ( tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah, juga tidak sedang-sedang amat). 

Kebetulan, memiliki  hobi membaca baik digital maupun manual (membaca berimbang, hehehe...). Ada suatu weblog yang menarik perhatian saya dan kebetulan penulis dan weblognya seorang guru. Saya mulai mencari tahu bagaimana membuat Weblog melalui internet. Baik tutorial yang diulas para bloger dalam weblognya maupun video tutorial pada chanel youtube.

Perlahan tapi pasti, saya bisa membuat weblog pribadi (www.gururema.com) yang sampai saat ini baru mencapai 33732  total tayangan halaman walaupun baru 200-an tulisan yang saya muat pada weblog saya tersebut. Walau desain dan tampilannya  masih sangat sederhana namun ada kepuasan batin yang tidak terukur dengan nilai apapun. 

Masih banyak hal-hal baru yang menurut saya masih baru namun orang orang di luar sana sudah tidak asing lagi bagi mereka. Seperti memanfaatkan google form untuk kebutuhan evaluasi atau form-form lainnya, aplikasi pembelajaran lainya berbasis virtual (zoomeet,google classroom, dan lain sebagainya). 

Membuat animasi berbasis powerpoint, membuat video pembelajaran berbasis powerpoint. Semuanya saya belajar secara otodidak dan diperoleh melalui  internet maupun melalui buku tutorial (buku tutorialpun  diunduh melalui internet, diprintout, dan dijilid agar memudahkan  belajar).

Dengan menjamurnya internet dan perkembangan teknologi informasi, siapapun dapat mempelajari apapun yang diinginkan dan yang paling utama adalah gratis.

Intinya adalah jangan menunggu antrian kapan  pelatihan terstruktur dan terprogram  terselenggarakan karena waktu terus berjalan. Jangan sampai anak didik (siswa) jenuh karena terlalu lama menunggu sentuhan digitalisasi dari seorang guru, sehingga perlahan namun pasti dapat menumpulkan sikap kritis mereka dan inovasi, kreatifitas mereka tergerus.

Seorang guru yang baik adalah mereka yang memiliki sikap kritis dan tanggap akan setiap tantangan zaman yang selalu berubah sehingga dari merekalah menjadi alasan bagi siswa  untuk  bermimpi dalam melakukan hal-hal yang luar biasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun