Mohon tunggu...
Vixable
Vixable Mohon Tunggu... -

Vii is an IT/Digital Business Enhancement Consultant who brings simple approach to your advanced IT solutions. http://vii.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Apple vs FBI: Nasib Security di Masa Depan

29 Februari 2016   13:47 Diperbarui: 1 Maret 2016   09:18 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="source: qz.com"][/caption]

Masih ingatkah jaman dulu ketika belum ada telepon genggam? Apakah Anda dahulu pernah takut akun media sosial Anda dimasuki orang? Apakah dahulu Anda takut pesan pribadi Anda dibaca orang? Apakah dahulu Anda takut konten pada galeri Anda hilang? Itu karena saat itu Anda tidak memiliki perangkat elektronik yang mendokumentasikan atau merekam aktivitas Anda seperti sekarang ini. Memiliki smartphone menciptakan kekhawatiran baru dan oleh karenanya, dibutuhkannya sistem keamanan yang baru pula.

Kegunaan intens smartphone pada saat ini membuat smartphone menjadi sangat vital bagi banyak orang; di situ Anda menyimpan password rekening bank, alamat rumah, kontak dan koneksi penting, menjalankan bisnis, dsb. Jika sistem keamanan yang melindungi semua informasi dan aktivitas penting tersebut diterobos, tentunya akan jadi berbahaya bagi pemilik smartphone tersebut. Hal tersebutlah yang menjadi kepanikan Apple dan banyak pengguna iPhone ketika FBI memerintahkan Apple untuk menerobos sistem security iPhone.

Baru-baru ini, FBI meminta bantuan Apple untuk membukakan kunci iPhone 5c milik tersangka teroris penembakan massal San Bernardino, Syed Rizwan Farook. FBI meminta agar, mirip sebuah software yang hanya bisa di-install di satu komputer, versi iOS tanpa security untuk iPhone tersebut setelah digunakan sekali, tidak bisa digunakan lagi. Secara hukum, perintah untuk membobol sistem keamanan tersebut diperbolehkan dengan adanya All Writs Act (1789) di mana pemerintah dapat memberikan instruksi penting atau darurat dalam upaya menangani kasus kriminal atau situasi kritis lain. Namun, peristiwa tersebut menuai banyak perdebatan dari kedua belah pihak.

Kalau dipikir-pikir, aksi membuka kunci perangkat komunikasi milik seseorang yang sudah meninggal (Farook) terdengar tidak berbahaya. Namun berbeda efeknya ketika banyak orang menumpukan hidup pada smartphone yang sama dan mengetahui bahwa sebuah teknik dapat dipakai berulang-ulang. Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran bagi Apple sendiri dan penggunanya. Usaha membobol sebuah perangkat smartphone tidak sama dengan membobol sebuah rumah milik pribadi seseorang (dengan mengacu All Writs Act). Nampaknya, pengadilan dan FBI belum terlalu paham.

Tim Cook, CEO Apple mengatakan bahwa tindakan FBI dalam meminta Apple untuk menciptakan malware untuk menerobos sistem security iOS milik tersangka teroris tersebut bukanlah hal yang sepele; “ini bukan masalah sebuah handphone. Ini menentukan masa depan.”

Sebelumnya, Apple memang pernah diminta untuk membobol iPhone yang terlibat dalam kasus kriminal. Kala itu, Apple bisa melakukan brute-force attack untuk membuka kunci iPhone. Namun, sejak dikeluarkannya iOS versi ke-8, Apple sudah tidak bisa lagi mengambil atau mengakses password iPhone. Setiap password yang dimasukan secara otomatis dienkripsi sehingga Apple pun tidak bisa tahu dan tidak bisa mengakses password tersebut. Sayangnya, pembaharuan sistem keamanan yang menguntungkan banyak pengguna Apple tersebut malah memberikan efek samping kepada Apple. Pekerjaan membukakan enkripsi tersebut bukan hanya menjadi tugas yang sangat sulit, tetapi juga turut memberikan resiko bagi pengguna Apple.

Bukan hanya menyepelekan privasi dan keamanan publik, tindakan tersebut, seperti yang disebutkan oleh Tim Cook, mempengaruhi “masa depan”; yaitu di mana lembaga penyelidik menggunakan kekuasaan dan otoritasnya untuk “memaksakan kehendak” dengan memberikan perintah yang beresiko kepada perusahaan teknologi. Dianggap menguasai kemampuan dan intelektualitas yang berpengaruh bagi orang banyak, perusahaan teknologi tidak bisa semena-mena diobjektifkan oleh pemerintah. Jika Apple benar-benar tidak diperbolehkan untuk menolak perintah tersebut, tentu saja hal tersebut sudah melanggar hak kebebasan Apple untuk memilih dan memiliki otoritas sendiri.

Kasus ini pun juga akan berpengaruh pada masa depan kebijakan lembaga pemerintah kepada pihak swasta apabila hal serupa terjadi lagi. Tidak hanya di Amerika Serikat, hal ini juga akan menjadi acuan bagi Negara-negara lainnya di dunia di mana produk digital dan sistem security-nya memegang pengaruh yang sangat besar. Perlu adanya suartu kebijakan yang menjamin perlindungan sistem security dan keamanan pengguna perangkat komunikasi, terutama smartphone. Sebab, berbeda dari dulu kala, smartphone sudah menjadi bagian hidup yang sangat lekat bagi banyak orang. Sistem keamanan memegang peranan yang sangat penting; tidak hanya melindungi perangkat itu sendiri, tetapi juga kehidupan pemegangnya.

Dalam hal ini, menurut Anda, perlukah adanya pembaharuan terhadap persetujuan dan kebijakan lembaga penyelidik atas penduduk?

(VN)

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun