Mohon tunggu...
Verdinas Surya
Verdinas Surya Mohon Tunggu... Administrator Sekolah

Saya adalah seorang pekerja kantoran keseharian saya duduk di depan komputer memastikan semua data terkait sekolah sudah sesuai. Di sisi lain, saya juga sedang menjalankan kuliah dan merintis karir sebagai penulis novel ringan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Reformasi Berkedok Eksploitasi

6 Juli 2025   14:34 Diperbarui: 7 Juli 2025   12:27 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Designed by pikisuperstar / Freepik

Reformasi sering dipahami sebagai gerakan menuju perbaikan, suatu proses perubahan sistemik untuk menciptakan kehidupan yang lebih adil, demokratis, dan transparan. Di Indonesia, Reformasi 1998 menandai runtuhnya rezim Orde Baru dan melahirkan era kebebasan politik serta semangat keterbukaan.

Namun, di sisi lain, kata "eksploitasi" berarti pemanfaatan secara tidak adil untuk keuntungan pribadi atau kelompok. Eksploitasi bisa hadir dalam berbagai bentuk: ekonomi, sosial, politik, bahkan digital.

Ketika semangat reformasi disalahgunakan untuk membungkus tindakan eksploitatif, muncullah fenomena yang bisa kita sebut sebagai "reformasi berkedok eksploitasi", yaitu ketika perubahan diklaim untuk rakyat, padahal menguntungkan segelintir elite.

Bentuk-Bentuk dan Contoh Reformasi Berkedok Eksploitasi di Indonesia

a. UU Cipta Kerja (Omnibus Law)

Diklaim sebagai bagian dari reformasi regulasi untuk mempercepat investasi dan membuka lapangan kerja, UU Cipta Kerja justru menuai kritik luas. Banyak pihak menilai undang-undang ini mendorong eksploitasi tenaga kerja dengan menghapus sejumlah perlindungan buruh dan memperbesar celah eksploitasi lingkungan.

Sumber :

  • Komnas HAM menyatakan UU Cipta Kerja berpotensi melanggar hak atas pekerjaan layak (Komnas HAM, 2020).

  • BBC Indonesia mengulas reaksi publik yang menuduh pemerintah lebih berpihak kepada investor besar.

b. Reformasi Digital dan Platformisasi Kerja

Perkembangan ekonomi digital digadang-gadang sebagai reformasi sistem kerja. Namun, para pekerja ojek online, kurir, hingga content creator justru berada dalam sistem kerja fleksibel yang cenderung eksploitatif. Minimnya jaminan sosial, tidak adanya kejelasan status kerja, dan sistem rating yang tidak adil menjadi masalah utama.

Sumber :

  • The Conversation menyebut fenomena ini sebagai "gig economy trap", di mana teknologi dipakai untuk membungkus eksploitasi dalam kemasan kebebasan kerja.

  • Laporan SAFEnet (2022) menyebut adanya ketimpangan kekuasaan antara perusahaan platform dan mitra kerja.

c. Privatisasi Aset Publik

Privatisasi BUMN dengan dalih efisiensi sering kali mengarah pada pengalihan kontrol publik kepada swasta. Masyarakat kehilangan akses atas layanan penting, sementara tarif layanan naik drastis.

Contohnya, kasus rencana privatisasi air di Jakarta yang menuai penolakan luas karena berdampak pada keterjangkauan dan kualitas air bersih.

Sumber :

  • Tirto.id memaparkan bahwa privatisasi air di Jakarta gagal memenuhi hak masyarakat atas air bersih.

Reformasi seharusnya menjadi jalan menuju keadilan sosial. Namun dalam praktiknya, tidak sedikit kebijakan reformis yang justru dimanfaatkan untuk menyamarkan agenda eksploitatif.

Sebagai warga negara, kita perlu 

  • Meningkatkan literasi kebijakan.  Jangan langsung percaya narasi reformasi tanpa membaca isinya.

  • Menguatkan gerakan masyarakat sipil. Organisasi rakyat, mahasiswa, dan buruh perlu bersatu menyuarakan keadilan.

  • Mendesak transparansi dan akuntabilitas. Pemerintah harus membuka ruang diskusi, bukan sekadar menggulirkan kebijakan top-down.

Reformasi tanpa keberpihakan kepada yang lemah hanyalah topeng. Kita butuh perubahan yang tidak hanya ramah pasar, tapi juga berpihak pada kemanusiaan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun