Mohon tunggu...
Vethria Rahmi
Vethria Rahmi Mohon Tunggu... Penulis - Pranata Humas Ahli Muda Kanwil Kemenag Riau

Thalabul Ilmi yang tak berhenti belajar

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Dikotomi Hisab-Rukyah Hilal Usai Melalui Bukti Astrofotografi

23 Mei 2020   01:55 Diperbarui: 23 Mei 2020   01:54 1223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Screenshot YouTube: Kabul Indrawan

Persoalannya justru ketika manusia mendikotomikan keduanya dan memilih hanya salah satu saja, kemudian menyalahkan cara lainnya. 

Caranya sederhana ternyata. Pertama dengan cara Rukyah kita pantau, kalau hilal terlihat, berarti 29 hari hisabnya. Kalau tak terlihat, maka hisabnya cukup genapkan 30 hari. Artinya Hisab-Rukyah dipakai baik Hilal telah tampak ataupun belum.

Suamiku juga menyandarkannya pada kitab Bukhari-Muslim yang menegaskan bahwa kewajiban shaum (puasa) Ramadhan harus dilakukan dengan cara melihat hilal (Ru'yatul hilaal); begitu juga halnya Idulfitri, ditentukan dengan melihat hilal (bulan sabit tipis). Bila pada awal atau akhir bulan hilal tertutup awan, maka genapkan bilangan bulan Sya'ban menjadi 30 hari.

"Itu kan Hadits yang dijadikan landasan NU, Sedangkan Muhammadiyah menjadikan QS Yunus:5 sebagai landasan. Lebih tinggi Al-Quran dong dari pada Hadits, mas". Pungkasku.

Menariknya, ia tak membantah Al-Quran lebih tinggi dari hadits, tapi ia menegaskan bahwa QS Yunus:5 itu justru sesuai hadits di atas. Bahwa Allah menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dapat kita pantau dengan mata kita. 

Bahkan Matahari beredar dan  Bulan bergerak dari satu manzilah (garis dan posisi edar; orbit) ke manzilah lain, dapat kita pantau dengan mata kita. Dua kenyataan alam itu Allah jelaskan untuk kita bisa mengetahui jumlah ('adad) atau perhitungan (hisab) tahun. Tentu saja, kita bisa mengetahui jumlah/perhitungan, karena bantuan penglihatan mata kita.

Muhammadiyah pernah mengklaim bahwa ayat itu satu-satunya dalil bagi penanggalan dengan teknik hisab. Padahal melakukan penghitungan pun tidak bisa dipisahkan dengan penglihatan mata kita . 

Bagaimana mungkin kita bisa menghitung sesuatu yang tidak kita lihat bersama?. Sebaliknya, bagaimana mungkin kita bisa melihat jumlah tanpa metode penghitungan/hisab?. Jadi, Keduanya inheren.

Mengandalkan penglihatan mata saja, tidak bisa. karena bisa saja gelap karena mendung tebal atau karena gerhana Matahari, padahal masih siang. Oleh karena itu tinjuan astronomis (hisab) juga perlu untuk membuktikan bulan berputar mengitari bumi sekali dalam sebulan. 

Surat Al-Anam: 96 juga menegaskan fungsi matahari dan bulan menjadi penanda bagi manusia untuk menentukan waktu dan perhitungan waktu. 

"Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun