Sore itu, langit berwarna jingga keemasan ketika aku menuju tempat Ziarah Gembala Baik Maria dari Fatima yang diperingati setiap tanggal 13 bulan Mei hingga Oktober. Udara terasa hangat dan tenang, seolah menyambut niat yang telah lama kusimpan. Di dalam hatiku, ada kerinduan yang dalam akan keheningan, akan pelukan rohani dari Bunda Maria yang selalu menanti anak-anaknya untuk pulang.
Langkahku perlahan menyusuri jalan menuju lokasi patung Bunda Maria. Daun-daun menyapaku dari kejauhan seakan ikut berdoa. Di tempat itu, aku berdiri memandangi patung Bunda Maria dengan wajah penuh kasih seolah mengundangku untuk ikut berdoa Rosario menyerahkan segala beban hidupku. Aku melipatkan tangan, memejamkan mata, dan memulai Doa Rosario. Butir demi butir doa mengalir dari jemariku seperti aliran air di sungai batin yang tenang, hening, dan tulus.
Sambil berdoa, pikiranku seolah terbang jauh ke Fatima, Portugal. Tempat di mana penampakan pertama kali Bunda Maria terjadi pada tahun 1917. Tiga anak gembala: Lucia dos Santos, serta sepupunya Francisco dan Jacinta Marto menjadi saksi kehadiran Perawan Maria dari Surga yang turun ke bumi membawa pesan-pesan pertobatan. Pada 13 Mei 1917. Ditengah gejolak Perang Dunia I, mereka menyaksikan penampakan Bunda Maria di Cova da Iria. Menjelang tengah hari yang cerah saat hendak menghadiri misa, mereka melihat fenomena bercahaya sangat terang seperti kilatan petir disusul dengan Bunda Maria yang indah. Pada penampakan pertama, Bunda Maria berkata kepada Lucia: “Eu sou do céu! - Aku berasal dari Surga”
Selama penampakan-penampakanya dari enam penampakan yang akan dialami oleh ketiga gembala hingga bulan Oktober: selalu pada tanggal 13, kecuali pada bulan Agustus Bunda Maria hadir pada tanggal 19, ketika dari tanggal 13 hingga 15 Bunda Maria menyampaikan pesan-pesan penting tentang pertobatan, doa, dan perdamaian. Ia menekankan pentingnya doa Rosario dan memperingatkan tentang penderitaan yang akan datang jika umat manusia tidak bertobat.
Puncaknya terjadi pada 13 Oktober 1917, ketika sekitar 100.000 orang menyaksikan "Mukjizat Matahari" di mana matahari tampak menari di langit, berubah warna, selama sepuluh menit. Pada Peristiwa inilah penampakan terakhir Bunda Maria dari Fatima yang memperkuat iman banyak orang dan menegaskan kebenaran penampakan tersebut. "Cor Mariæ dulcissimum, iter para tutum! - Hati Maria yang maha manis, siapkanlah jalan yang aman"
Merenungkan kisah itu membuatku merasa lebih dekat dengan Bunda Maria. Dalam diam, aku pun larut kembali dalam Rosario di Gembala baik. Senja mulai meredup, dan aku masih duduk dalam kekhusyukan. Pada saat itu, aku meyakini akan kehadiran Bunda Maria di tempat itu. Namun, awan pekat menggulung dan langit menjadi kelam yang menandakan hujan akan turun kemudian hujan deras mengguyur seluruh tempat Gembala Baik. Angin kencang berdesing, memukul pepohonan dan merobek keheningan malam. Petir menyambar langit, menerangi patung Bunda Maria dalam kilatan cahaya yang sesaat yang menyentuh batin.
Aku tetap di tempatku, bernaung di bawah atap kecil sambil merenung di dalam doa. Dalam gemuruh dan kilat malam itu, aku tidak merasa takut, justru aku semakin merasakan kehadiran Bunda Maria yang begitu kuat. Seperti para murid di tengah badai dan Yesus yang tertidur di perahu, aku diingatkan bahwa badai hidup pun bisa jadi sarana iman. Bunda Maria, yang tetap berdiri dalam hujan dan petir, menjadi lambang kekuatan iman tak tergoyahkan, tetap penuh kasih.