Mohon tunggu...
Konstantinus Jalang
Konstantinus Jalang Mohon Tunggu... Penulis - Penulis adalah Alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana Malang

Berfilsafat dari Bawah

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menyoal Term "Pelacur"

14 Agustus 2020   18:49 Diperbarui: 12 November 2021   12:42 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sebaliknya, sudah barang pasti, para pengunjung yang datang  pasti didorong oleh libido yang tak dapat dikendalikan lagi. Dalam perspektif filosofis Plato, seorang manusia yang tak mampu menahan nafsunya, masih barada dalam taraf yang setara dengan hewan. Dalam logika yang demikian, boleh dikata, pengunjung masih setara dengan hewan. Berdasarkan analisis ini, pengunjung ditempatkan sebagai pelaku yang berlibido, sedangkan PSK adalah pribadi yang berprofesi (bekerja).

Kaum perempuan: Harus pro-aktif

Kaum perempuan hendaknya lebih pro-aktif untuk mengkritisi segala bentuk diskriminasi atasnya. Misalnya, anggapan yang mengatakan bahwa perempuan hanya bisa bekerja di dapur dan di kasur, perempuan itu hanya bisa memasak, menghias bunga, perempuan itu hanya bisa mengurus anak dan istilah "pelakor" (perebut laki orang), perlu dikritisi secara tegas.

Perempuan tidak boleh menunggu kaum lelaki. Bila melulu kaum lelaki yang memulai, maka, pada saat yang sama, keberadaan perempuan masih akan dianggap berada di bawah kaum lelaki. Masalah perempuan harus pertama-tama dipahami oleh perempuan sendiri. Seorang perempuan harus memiliki kesadaran bahwa dia berbeda sekaligus sama dengan kaum lelaki. Keberbedaannya tampak dalam pengalaman melahirkan dan menyusui. Kesamaannya ialah bahwa keduanya adalah pribadi manusia.

 Di sini, penulis akan menyampaikan beberapa sikap yang perlu dimiliki oleh seorang perempuan yang sungguh mencintai keadilan. Sikap-sikap itu disari dari apa yang telah direfleksikan oleh Gadis Arivia. Pertama, sikap peduli. Dengan kepedulian memaksudkan sensitifitas. Seorang perempuan yang sensitif mampu menjadi pendengar dan pemerhati yang baik dalam bidang apapun. Kedua, toleransi. Toleransi menjadi senjata yang ampuh menghadapi agresivitas, konflik, dan fundamentalisme. Membangun sikap toleransi berarti mencintai pluralisme.

 Ketiga, membebaskan. Seorang perempuan perlu menghargai partner dialognya. Dia tidak boleh meninggalkan rasa bersalah, ketakutan, dan penolakan pada partner dialognya. Keempat, antipoligami. Seorang perempuan harus menjunjung tinggi nilai keadilan dan kesetaraan hak dan martabat. Seorang yang paham apa artinya keadilan akan "menggonggong" budaya poligami. Kebebasan seorang perempuan dipertanggungjawab dengan loyalitas terhadap pasangannya

Menghargai Kaum Perempuan 

Menghargai perempuan adalah sebuah keharusan. Ketika kita berhadapan dengan perempuan, tidak ada sikap yang lain selain menghargainya. Penghargaan terhadap perempuan pertama-tama berangkat dari kesadaran bahwa setiap manusia dilahirkan oleh seorang perempuan. Lelaki mungkin mampu melakukan segala hal sebagaimana dilakukan oleh seorang perempuan. Namun, satu hal yang takkan pernah dilakukan oleh kaum lelaki, yaitu kemampuan mengandung dan melahirkan manusia baru. Kaum lelaki takkan pernah menggantikan peran ini. 

Menghargai perempuan berarti menghargai dia sebagai subjek. Ia diberi kebebasan untuk menentukan hidupnya. Seorang perempuan tidak perlu dipaksa atau dituntut untuk menjadi seorang perempuan menurut standar tertentu. Ia diberi ruang untuk menentukan sendiri standar kecantikannya, fashionnya, dan kecakapan intelektualnya.

Cara menghargai perempuan harus dipahamai secara "aku menghargai diriku sendiri". Artinya, cara kita memperlakukan diri kita haruslah diterapkan saat kita memeperlakukan kaum perempuan. Bila kita merawat dan menjaga tubuh kita, maka kita pun harus merawat dan menjaga tubuh perempuan. Perempuan dengan demikian adalah "aku yang lain" dan bukan "dia yang lain".

Kejahatan baru di era digital ini ialah penyebaran hoax (berita bohong). Pelaku kejahatan ini datang dari berbagai kalangan, entah itu religius, pejabat ataupun mahasiswa. Apapun alasannya, memberitakan apa yang tidak benar merupakan sebuah tindakan "melacurkan" diri. Dalam hal ini, pejabat politik yang menyebarkan hoax tentang lawan politiknya adalah seorang pelacur. Ia telah melacurkan dirinya demi kepentingan politis tertentu. Hidup moral seorang pekerja seks komersial yang jujur, lebih baik ketimbang sang pejabat penyebar hoax.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun