Mohon tunggu...
Tovanno Valentino
Tovanno Valentino Mohon Tunggu... Konsultan - Hanya Seorang Pemimpi

Hanya Seorang Pemimpi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mari Membuka Mata Hati dan Pikiran Terkait Nasib Guru Honorer dan Pendidikan Kita di 2023

24 Januari 2022   08:31 Diperbarui: 24 Januari 2022   19:48 8754
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Massa honorer K2 unjuk rasa menuntut diangkat menjadi CPNS. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com 


Katanya Merdeka Belajar memberikan sebagian (Besar?) hak otonom bagi sekolah termasuk di dalamnya Sekolah di Daerah, tanpa meninggalkan tanggung jawab kementerian atau pemerintah untuk memberikan supervisi, pelatihan, assement,  pemberian sertifikasi kompetensi yang tepat bagi setiap guru di Indonesia. Serta yang terpenting, kurikulum, tidak mengenyampingkan pendidikan tentang kerarifan lokal yang membutuhkan guru khusus, yang kebanyakan bersatatus honorer sekarang. Nah mereka ini mau dikemanain? Nanti dibahas yang lainnya.

Benar Pak Menpan RB, Pasal 8 PP Nomor 48/2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, secara jelas telah dilarang untuk merekrut tenaga honorer. Tapi statement Bapak keras juga ya ngebacanya , "Adanya rekrutmen tenaga honorer yang terus dilakukan tentu mengacaukan hitungan kebutuhan formasi ASN di instansi pemerintah" Menpan RB dalam keterangan tertulis, Rabu (19/1/2022), Seperti diberitakan kompas.com (21/01/2022).

Ntar  dulu pak, cari asal musababnya. Persoalan membenahi PNS sudah berjalan berapa tahun (20-an tahun atau lebih?) sebelum bapak duduk di kursi menteri. 

Nah ketika bapak menjadi menteri dalam negeri, harusnya ada komunikasi harmonis dengan pemerintah daerah bukan? Termasuk PP yg bapak tegaskan. Kalo belon, lalu dimana tugas bapak sebagai Mendagri untuk melakukan pengawasan, pembinaan dan pengarahan serta hal lain sebagainya. Bapak lakukan ndak?

Begini pak Mempan RB, saya yang awam ini hanya bisa menduga-duga dan juga membaca serangkaian Undang-Undang ASN hingga Peraturan turunannya. Dalam pemikiran saya, ini opini lho pak. Kalau Formasi ASN sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, memang benar jika ASN (Aparatur Sipil Negara) hanya terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK atau P3K). Dan tentu saja mereka dibiayai negara, antara lain pasti melalui  APBN kan? Dan sebagian diminta untuk dibiayai APBD bukan? Koreksi pernyataan terakhir saya. Mohon maaf jika keliru.

Menurut saya nih pak,  persoalan yang sudah karatan puluhan tahun ini, gak semudah itu membalik telapak tangan. Di depan mata saja, mau gak mau, bapak harus ikut campur dalam status kepegawaian  para peneliti kesannya buru-buru dipaksa bergabung dengan BRIN.  Yang juga "memakan korban", cukup banyak peneliti yang kehilangan pekerjaannya. Dengan opsi-opsi dan persyaratan yang ditawarkan bukan?

Opsi yang diberikan saja belum dieksekusi secara clear kan pak. Belum lagi tata kelolanya. Nah bapak sekarang berhadapan dengan persoalan yang sudah karatan, warisan atau peninggalan pemerintah yang dahulu. 

Santai dulu pak, koordinasi penting, bukan bahas membuat statement, surat atau main angkat telepon. Kalau buat heboh, malah jadi masalah. Kalauoun belum siap benar, boleh kan diundur ke tahun berikutnya. Apalagi prioritas anggaran saat ini dialokasikan dalam penanganan pandemi covid-19. Dan tentunya penghematan anggaran dibeberapa program, dan Menteri keuangan terus berusaha mengejar pendapatan negara, entah melalui pajak, dan menaikan cukai tembakau terakhir ini. Serta tentu usaha lain yang perlu koordinasi dengan kementrian lain terkait untuk menghasilkan devisa negara.

Serta mengejar pertumbuhan ekonomi, bukan saja sebagai indikator bahwa negara ini mampu survive. Tapi memberikan kepastian kepada investor dan kreditor bahwa negara kita ini, memerlukan kerjasama (bahasa kasarnya, uluran tangan/bantuan). Ujung-ujungnya untuk kesejahteraan rakyat juga kan?

Namun penghematan, bukan berarti memangkas pegawai yang notabene, memiliki kemampuan dan kehalian dan telah mengabdi pada negara belasan hingga puluhan tahun. Jangan sampai sekanrionya, untuk memperbaiki kesejahteraan mereka yang memenuhi syarat, justeru memakan korban "pengangguran terdidik" dan memiliki dedikasi tinggi untuk bangsa dan negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun