Mohon tunggu...
Tovanno Valentino
Tovanno Valentino Mohon Tunggu... Konsultan - Hanya Seorang Pemimpi

Hanya Seorang Pemimpi

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Anak pun Bisa Malu Melihat Perilaku Ortu di Media Sosial

29 April 2012   23:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:57 1397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13357426751662685967

[caption id="attachment_185127" align="aligncenter" width="550" caption="Ilustrasi (ririanggraini.blogspot.com)"][/caption]

Menulis artikel tentang perilaku orang dewasa memang gampang-gampang susah, walaupun yang ditulis bersifat umum. Apalagi mencoba menegur dan sok menasehati mereka, bisa gaswat. Wajar saja, namanya juga orang dewasa, pasti sudah memahami dengan benar konsekuensi dari semua tindakan dan perilakunya. "Emang elu siapa? Siapa elu siapa gwe ? Emang gwe pikirin?" Seperti itu kira-kira kata-katanya. Mau marah? Itu hak mereka juga kan? Kalo masih ngotot lagi, jangan sampai dikatain "ke laut loe" hahaha. Repot ya

Nah beda dengan remaja atau anak-anak, saat sebuah tulisan ditayang tentang masalah mereka, seolah-olah sang penulis ingin menasehati orang tua untuk mendidik putra-putrinya dengan benar. Apa coba tanggapan orang? "Ngurus anak sendiri aja belon becus, udah ngurus anak orang!" Hahaha. Rempong deh.

Ya udah, terserah yang nulis dan juga terserah yang mau ngomentarin. Nulis fakta aja deh. Dan kalo mau memberi opini atau masukan dipikirkan saja bahasa yang tepat, agar gak di "nyap-nyap" orang lain.

Lha tadi mau omong apa? Oh itu, ada anak yang malu liat perilaku orang tuanya di media sosial. Masak ada yang seperti itu? Ya gak tau juga, mungkin belum pernah anda denger. Tetapi untuk MS, seorang siswi SMP, ketika melihat perilaku ibunya di media sosial ia mengaku malu.

"Mama, narsis banget om!" Katanya, ketika pertanyaan iseng saya lontarkan karena ingin mengetahu pendapatnya mengenai  penggunaan media sosial secara umum untuk kaum remaja. "Kamu malu?" Tanya saya. "Ya malu sih, kalo ngeliat mama udah curhat habis-habisan. Masalah kecil aja di ceritain semua di Facebook!"

"Memangnya kamu temannan sama mamamu di Facebook?" Tanya saya lagi. "Ya iyalah om, om sendiri dah tau, kok malah nanya. Kalo gak temannan malah diomelin!" Jawabnya. Ya namanya juga remaja, mereka kadang suka blak-blakan untuk mengungkapkan pendapatnya, tapi belum tentu ke orang tuanya sendiri.

Menurutnya, melihat orang lain bertingkah semaunya di Facebook rasanya sudah biasa dan gak pernah dipedulikannya. Tetapi kalo melihat keluarga sendiri bertingkah yang menurutnya "aneh", dia merasa risih sendiri. "Suka-suka orang lain sih om, tapi ini kan keluarga sendiri. Gimana ya... risih aja."

Untuk mengetahui perilakunya sendiri saya mencoba bertanya, "Memangnya kamu gak pernah narsis di Facebook atau Twitter?" Mendengar pertanyaan itu, tanpa tunggu lama dia langsung menjawab, "Ya namanya juga anak mudalah om, narsisnya paling sebatas apa sih. Paling foto di mall atau lagi maen sama teman. Kalau masalah status, wajarlah kalo kadang gunain bahasa gaul gitu. Yang penting gak ada yang disakitin dan kita gak kurang ajar."

"Memang kamu gak pernah curhat soal masalah kamu di Facebook atau Twitter?" Tanya saya lagi. "Curhat yang gimana dulu om, kalo curhat tadi di sekolahan rada bête, ya paling nulis bête gitu doang. Gak seperti mama tuh, nulisnya komplit. Sakit kepala nulis, lagi punya masalah nulis, apa aja ditulis. Belum lagi nulis di media lainnya. Aneh deh mama tuh om".

"Kamu gak pernah bilang itu ke mamamu?"

"Hmm gimana ya om. Kadang becanda gitu sih sama mama tapi gak serius-serius amat omongnya. Ya aku biarin sajalah, cuman ya tetap aja risih."

"Memangnya ada yang pernah complain mengenai tingkah laku mamamu?"

"Ga ada sih, lagian kan aku gak begitu deket sama teman-teman mama yang lain. Jadi gak tau komentar mereka. Apalagi teman-temanku juga gak temennan sama mama. Jadi belum pernah denger ada komentar-komentar dari orang lain"

"Jadi harusnya gak masalah dong, orang lain kan gak protes. Berarti tingkah laku mamamu aman-aman saja dong?"

"Belum tentulah om! Mungkin mereka sungkan aja omongin ke mama. Coba deh kalo mereka mau jujur, apa yang menjadi penilaian mereka tentang mama. Nah, om sendiri kan temennan sama mama di Facebook, menurut om sendiri gimana?"

Hehehe pertanyaanya dibalik ke saya, "Menurut saya biasa aja tuh. Mamamu kan punya sifat extrovert, maksudnya sangat terbuka, jadi kalo gak diungkapin malah pusing dia entar"

"Halah om lebay deh, jujur saja om kalo risih. Saya aja risih, apalagi orang lain"

"Om ga risih tuh"

"Halah om bela-belain mama saja"

"Omong-omong soal demen gadget, mamamu gimana?"

"Hahahaha, jangan ditanya om... itu sahabat setianya...."

Nah, kira-kira begitu isi dialog saya. Tanpa bermaksud menilai terlalu jauh seperti apa perilaku ibunya yang menurut saya memang sudah kebiasaan. Tetapi yang mengejutkan, justeru diam-diam si kecil MS menyimpan unek-uneknya mengenai perilaku ibunya.

Mungkin bagi sebagian orang, hal seperti ini kelihatan biasa saja. Gak perlu ditanggepin dan gak perlu dipermasalahkan. Tetapi kalau mau dipertimbangkan, respon si anak seperti dalam dialog di atas setidaknya  dapat menjadi bahan evaluasi dan perenungan kita sebagai orang tua untuk menilai sejauh mana perilaku kita di media sosial.

Anda atau saya menginginkan anak-anak kita berperilaku yang baik di media sosial. Kita banyak menulis tulisan inspiratif mengenai pendidikan anak bahkan beranii menasehati orang lain. Kita selalu berusaha mengawasi secara ketat, bahkan mengharuskan mereka menjadi teman kita di media sosial. Sebagai orang tua, sangatlah wajar bila kita melakukan kewajiban tersebut, namun apakah kita sadar bahwa terkadang apa yang kita ajarkan gak sejalan dengan perilaku kita sendiri.

MS gak berani menegur mamanya, dia mengaku pernah mencobanya namun dia sangat paham dengan karakter mamanya sendiri. Dia menginginkan saya menyampaikan hal ini kepada ibunya. Tentu gak semudah itu bukan? Oleh karena itu, mudah-mudahan tulisan ini dibaca olehnya dan mungkin dapat menjadi perenungan bagi orang tua yang lain.

Oh masa bodoh? Ya sudah. Saya jangan dijitak. Hanya sekedar memberikan gambaran bahwa anak juga memiliki penilaian sendiri terhadap orang tua mereka. Sesungguhnya yang mereka harapkan adalah supaya kita dapat menjadi contoh yang baik untuk mereka maupun orang lain. Nah selanjutnya terserah anda......

Selamat pagi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun