Mohon tunggu...
R.A. Vita Astuti
R.A. Vita Astuti Mohon Tunggu... Dosen - IG @v4vita | @ravita.nat | @svasti.lakshmi

Edukator dan penulis #uajy

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Arimbi: Serba Kebetulan

31 Oktober 2021   23:32 Diperbarui: 31 Oktober 2021   23:46 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi rapat bisnis, sumber: senivpetro - www.freepik.com

Aku bukan orang yang spiritual dan religius. Tapi tiap Minggu aku ke gereja demi formalitas saja sebagai penganut agama yang taat dan baik. Selain itu, aku menikmati space ruangan luas dengan langit-langit tinggi yang membebaskan. Ketika memejamkan mata dan mendengar alunan lagu dan permainan organ, aku merasa damai. 

Hanya saja semua itu kadang kurang memotivasi kenyamananku di gereja. Kadang, eh, sering bahkan, aku mencari apa yang menarik dan membuatku betah bertahan sampai ritual berakhir. Salah satunya memperhatikan orang-orang yang unik di dalam gereja. Salah satunya Sabtu kemarin.

Sabtu sore itu aku masuk ke gereja seperti biasa, antri mencari tempat duduk karena ada rombongan di depan. Persis di mukaku ada cowok yang lumayan tinggi dan berbadan bagus. Aku tidak mengenali sosok ini. Baiklah, ini penyemangat. Dia memilih duduk di barisan di sampingku berjarak satu baris di depanku. Dia sendirian, rombongan tadi masih maju ke depan dan duduk di sisi yang lain. Jadi dia sendirian. Sabtu sore lagi. Ini pertanda, biasanya jadwal ini kalau dipakai pasangan, mereka sekalian malam mingguan.

Sepanjang misa aku konsentrasi, memperhatikan gerak-gerik cowok itu yang tampangnya menarik. Bajunya biasa, kemeja lengan panjang polos dilipat sampai siku. Hidungnya mancung, kelihatan banget dari samping. Dia taat juga, kalau ada nyanyian dia ikutan nyanyi. Waktu menerima komuni tiba, Tuhan membuatku berdiri berdampingan dengan dia. Asik.

Setelah itu aku terlempar dalam dunia doa yang penuh dengan permintaanku yang macam-macam. Pasti Tuhan tertawa, seisi gereja riuh dengan suara dengungan doa bersamaan. Setelah selesai misa, aku berdiri menuju tempat parkir. Tidak sengaja aku menabrak seseorang di depanku karena dia berhenti mendadak.

"Eh, maaf," reaksiku spontan sekali untuk minta maaf. Bukan kebiasaan yang baik, kata Iko.

"Sorry," kata cowok itu dengan suara bass yang merdu. "Saya bingung mau keluar di pintu yang mana. Ke arah parkir."

Karena grogi, aku tidak mengeluarkan suara apapun, hanya menunjuk ke arah pintu kanan. Dia mengangguk dan mengucapkan terima kasih, senyumnya manis. Aku tidak memperhatikan dia lagi karena ada teman memanggil dan kami berjalan bersama ke arah parkir.

Agak mudah menemukan motorku karena aku sudah memarkir dekat pohon jambu monyet yang langka. Namun, motor-motor lain masih banyak yang belum pergi. Motorku terjebak, terutama di sebelah ada satu motor cowok yang cukup besar. Aku tidak kuat untuk menggesernya. Aku tunggu.

Ternyata cowok tadi yang punya motor itu. Dia sempat bilang kalau lama muter-muter di tempat parkir, lupa di mana menaruh motor. Hmm, dia orang baru? Belum punya kebiasaan seperti aku. Setelah dia menggeser motornya, aku bisa menaiki motorku untuk pulang cepat-cepat karena mau hujan.

Senin pagi di kantor, bossku memberi kejutan.

"Arimbi, panggil Iko, Raka dan Risa, kita menemui klien baru di luar kantor," katanya penuh instruksi. Biasanya sekretarisnya yang menghubungi kami. Mungkin ini mendadak dan spesial, Daniel masuk ke ruangan kami langsung.

"Aku tunggu di basement," katanya lagi tanpa memberi tahu apa yang harus disiapkan. Lebih baik kami mengantisipasi semuanya. Aku minta semua bawa laptop dan harddisk eksternal terbaru. 

Mobil besar kantor sudah siap. Daniel sudah duduk di tengah. Aku langsung menuju ke jok belakang. Iko menyusul di sampingku.

"Kok pada di belakang?" tanya Risa. Dia grogi karena baru pertama kali ini pergi dengan boss besar. 

"Etikanya, jok belakang diisi duluan," jawabku yang ternyata salah karena Daniel sudah pertama kali masuk tapi duduk di tengah yang ada armchairnya.  

"Jadi aku tidak beretika, Rim?" suara dalamnya menusuk jantungku dan tatapan matanya tajam ketika menoleh ke belakang.

"Eh, Boss, eh Pak ...."

"Daniel, ingat?" kata-kataku dipotongnya.

"Eh, seat di belakang sopir memang etikanya untuk Anda, Daniel," jawabku dengan kalimat aneh. Aku merasakannya karena Iko melongo di sampingku mendengar cara aku ngomong dan panggilanku pada boss kami.

Risa lalu menghempaskan badannya di samping Daniel. Seat yang paling nyaman seharusnya, karena individu dan ada armchairnya. Tapi ketika kamu duduk berdampingan dengan boss, mana ada kata nyaman? Apalagi Risa anak baru.

"Ada apa kamu dengan Pak Daniel?" bisik Iko. Aku menggeleng cepat.

Raka duduk di depan karena paling tahu lokasi kantor calon klien kami. Perjalanan setengah jam cukup cepat karena di mobil Daniel memberi beberapa petunjuk. Calon klien ini cukup penting buat perusahaan karena modalnya besar, cabangnya banyak dan ragam produknya cukup luas. Produk marketing kami kalau bisa menguasai klien ini pasti akan sibuk.

"CEOnya bernama Pak Gala, kalian ingat-ingat, ya?" pesan Daniel. "Dia kabarnya susah percaya sama orang. Tipikal enterpreneur yang sukses dengan cepat. Arimbi, kamu harus menunjukkan semua kelebihanmu."

Hmm beban. Iko sepertinya mengerti perasaanku. Diam-diam dia menepuk pundakku untuk menguatkan aku.

Kami tiba di sebuah gedung tinggi yang baru dan bagus arsitekturnya. Satu petugas berseragam bagus membukakan pintu kaca buat kami. Lalu ada rombongan dari dalam yang auranya beda berjalan menuju ke arah kami.

"Itu Pak Gala, wah dia menyambut kita langsung," kata Daniel.

Jantungku seperti berhenti berdetak ketika melihat pria muda yang berjalan di depan rombongannya dengan percaya diri, berjas dan berdasi, lebih tinggi dari yang lain, tapi sama tinggi dengan Daniel dan Iko.

Pria itu, yang dipanggil Pak Gala, adalah cowok yang aku temui di gereja Sabtu lalu. Sangat beda penampilannya waktu itu. Seorang CEO perusahaan besar transportasinya hanya naik motor?

"Selamat pagi, Pak Gala, saya datang bersama tim yang akan membantu proyek perusahaan Anda," sapa Daniel, aura mereka sama. Aura leader.

"Halo, Pak Daniel, selamat datang. Hey, ini kan ... ?" Gala mengenali aku. Entah ini berkat atau kutuk.

"Saya Arimbi," aku belum pernah mengenalkan diri.

"Oh ya, Arimbi, terima kasih atas bantuannya waktu itu, ya?" sapanya ramah. Semoga ini berkat.

+++

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun