Mohon tunggu...
Ustadzi Hamzah
Ustadzi Hamzah Mohon Tunggu... Freelancer - Penggiat studi agama, peminat isu sosial-keagamaan, golek dalan supaya ndalan

Tinggal di Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sholat Ied di Rumah dan Penyesuaian dalam Beragama

24 Mei 2020   14:00 Diperbarui: 24 Mei 2020   22:01 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi sholat ied di rumah. (sumber: pixel via tribunnews.com)

Seruan ini bukan muncul begitu saja, tetapi ada konteks sosial yang melatarbelakanginya, yakni wabah Covid-19. Kesadaran terhadap konteks sosial ini menjadi jati diri umat Islam Indonesia khususnya dalam merespon berbagai persoalan yang dihadapinya. Ini merupakan model ideal bagi respon terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri umat Islam yang disebut oleh John O. Voll dengan adaptationist

Meskipun demikian, John O. Voll juga menghadirkan model lain dari respon terhadap perkembangan zaman bagi umat Islam, misalnya fundamentalist dan conservative

Dengan sedikit berbeda penekanan, keduanya merujuk pada otoritas teks, baik teks normatif dari al-Qur’an dan Hadis, juga teks hasil pemikiran ulama pada masa lampau sebagai acuan baku dan final yang tidak bisa diubah atau diperbarui oleh pikiran umat Islam sekarang.

Kembali pada pembicaraan awal, kita menyadari bahwa wabah Covid-19 merupakan situasi yang terjadi di luar kendali manusia, dan sangat membahayakan kesehatan. 

Dengan demikian seruan MUI ataupun Muhammadiyah merupakan respon yang transformatif tanpa menghilangkan aspek kesinambungan dari aturan yang ada. 

Seruan itu memang “mengandung” tradisi baru dalam melaksanakan sholat Idul Fitri, seperti diperbolehkan jumlah jamaah yang sangat terbatas, tanpa khutbah setelah shalat, pelaksanaan di rumah, bahkan diperbolehkan tidak melaksanakannya. Namun, semua itu bukan dimaksudkan mengubah aturan begitu saja, tetapi semua itu terkait dengan konteks sosial yang ada.

Kelonggaran-kelonggaran seperti itu sekilas bertentangan dengan “aturan baku” yang selama kita dipegangi. Namun, sikap kita untuk tetap waspada dengan itikad baik melaksanakan seruan itu bukan sesuatu yang bertentangan dengan aturan. 

Kalau merujuk pada pandangan Ismail al-Faruqi, sikap kita ini mencerminkan kesadaran kauniyah (relasi kita dengan alam) dan kesadaran tarikhiyah (relasi kita dengan konteks sosial), di samping kesadaran qauliyah (ketaatan kita terhadap teks agama).

Kesadaran kauniyah menjelma dalam diri kita sebagai kesadaran akan temuan-temuan sains tentang bahaya Covid-19 bagi kesehatan kita, demikian pula kesadaran tarikhiyah yang terlihat pada respons kita terhadap seluruh dampak sosial dari Covid-19 yang begitu luas.

Oleh karena itu, ijtihad pemimpin umat Islam di Indonesia dalam pelaksanaan sholat Idul Fitri di rumah merupakan sebuah kesadaran baru agar semakin responsif terhadap perkembangan zaman. 

Seandainya kita tetap kukuh pada kesadaran qouliyah saja dengan memegangi aturan yang selama ini ada, kita akan menghadapi situasi yang lebih rumit. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun