Mohon tunggu...
Usman Suhana Bisri
Usman Suhana Bisri Mohon Tunggu... Guru - Seorang Pendidik

Saya usman seorang pendidik SMA di Garut yang telah lama berkecimpung dalam dunia pendidikan sejak tahun 2008 hingga kini. Mata pelajaran yang saya pegang adalah seni budaya pada cabang seni musik. Menulis adalah kegiatan yang terus ingin saya asah.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pemikiran Ki Hajar Dewantara: Antara Idealisme dan Dilema Pendidikan Kita

10 April 2021   11:47 Diperbarui: 10 April 2021   11:59 833
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Hal di atas yang harus dihindari adalah diskriminasi dalam proses pembelajarannya. Pada prinsipnya pembelajaran tidak harus membeda-bedakan, namun tentunya ada sebuah pemetaan awal yang bisa dilakukan dengan diagnosis awal pembelajaran. Hal ini untuk memetakan kemampuan dan keadaan anak. Mana saja yang perlu diperhatikan lebih mendalam dalam proses pembelajarannya baik kompetensi pengetahuan dan keterampilannya, juga mengenai sikap dan perilaku dasarnya.

Tetapi kita harus percaya, kodrati anak pada dasarnya terlahir di dunia dalam kondisi yang suci. Artinya secara fitrah anak terlahir dalam kondisi yang bersih bagaikan kertas putih yang kosong. Tetapi perlu diingat, secara lahir dan batinnya atau "wataknya" tidak lepas pula dari genetika bawaan kedua orang tuanya.

Secara naluriah setiap jiwa manusia memiliki hal-hal kebaikan dalam dirinya meskipun hal-hal yang jahat ada dan jangan diabaikan. Perilaku manakah yang lebih kuat muncul akan tergantung pada dimana lingkungannya tempat ia hidup.  Maka sebagai dasar utamanya adalah pendidikan keluarga dan lingkungan tempat hidupnya. Peran keluarga dan lingkungan inilah yang sangat mempengaruhi perkembangan perilaku si anak.

Apabila si anak hidup dalam keluarga dan lingkungannya yang baik maka akan sangat berpengaruh kuat si anak menjadi baik. Demikian pula sebaliknya apabila ia hidup di keluarga dan lingkungan yang tidak baik meskipun fitrahnya baik, bisa saja akan merubah dan membawa pengaruh menjadi tidak baik. Hal ini menjadi dasar bagi pendidik melihat watak si anak ketika ia masuk dalam dunia sekolah.

Apabila seorang pendidik mengetahui watak dasar si anak pada awal pembelajaran, selanjutnya dapat disusun strategi dan metode pembelajaran sesuai dengan karakteristik anak didik. Hal ini dilakukan agar tuntunan dalam proses pendidikan menjadi tepat dan sesuai kondisi keadaan anak didik kita. Hal-hal inilah yang ditegaskan dalam pemikiran Ki Hajar Dewantara.

Saatnya Mengambil Keputusan Terbaik dalam Menghadapi Dilema Pendidikan Kita

Pada kenyataannya dalam perkembangan pendidikan kita mengalami banyak perubahan. Secara ideal pemerintah mengisyaratkan pendidikan harus membawa perubahan-perubahan yang lebih baik dan menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Namun demikian, pada penerapannya tentu tidak bisa lepas dari persoalan dan permasalahan yang dihadapi. Hal ini menjadi tantangan yang besar bagi setiap pendidik.

Dengan bergantinya sistem kurikulum yang digulirkan pemerintah dalam kurun waktu yang cepat, memberi tantangan tersendiri bagi pendidik untuk cepat pula beradaptasi dan mengembangkan kompetensinya agar dapat menerapkan kurikulum sesuai harapan. Hal lain yang menjadi tantangan pendidik adalah berkembangnya teknologi yang begitu cepat dalam era digital dan milenial seperti saat ini. Era ini dikenal pula dengan munculnya generasi Z.

Menurut Tabrani Yunis (www. pendidikan.id : 2018) generasi Z yang kita kenal sebagai orang-orang yang lahir di generasi internet, generasi yang sudah menikmati keajaiban teknologi usai kelahiran internet. Bagaimana dengan lembaga pendidikan kita yang masih dominan dari generasi Y dan X. Akan sangat berbahaya, bila para guru generasi X tidak siap menghadapi kemajuan gaya hidup generasi Z. Karena, para pengelola pendidikan masih dikelola oleh para generasi old, generasi X yang rata-rata gagap teknologi. Akibatnya, terjadi gap atau jurang yang dalam antara guru dan peserta didik. Di mana guru atau tenaga pendidikan bergerak dan berpikir dalam pola zaman old, sementara peserta didik bergerak dan berfikir dalam pola milenial yang sangat cepat menguasai teknologi digital.

Ditambah dengan kondisi force majeure (masa pandemi Covid-19) sekarang ini, muncullah kebijakan pemerintah yang mengharuskan pendidikan dilakukan dengan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Maka dengan sistem PJJ ini pembelajaran yang dianggap paling tepat adalah dengan konsep Belajar Dari Rumah (BDR) melalui media berbasis teknologi informasi dengan penggunaan media sosial dan beberapa aplikasi dalam jaringan (Daring).

Kondisi ini menjadi tidak sehat, karena tantangan bagi para guru zaman old yang berakibat para pendidik menjadi gamang. Gamang menghadapi cepatnya perubahan yang terjadi pada anak-anak generasi milenial dan generasi Z yang berlari sangat kencang, ditambah dengan kencangnya perubahan perilaku dan kepribadian yang disebabkan oleh semakin bebasnya perubahan nilai moral, sosial dan budaya baru, di mana moralitas, budi pekerti dan akhlak kian tergerus pupus. Artinya, ketika anak-anak milenial dan generasi Z menguasai segala kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, tidak gagap teknologi, membuat anak-anak berkembang lebih cepat dibanding usia. Perkembangan pengetahuan dan keterampilan dalam menggunakan teknologi digital, memungkinkan peserta didik belajar lebih cepat dibandingkan para guru. Sehingga, pengetahuan anak didik bisa lebih luas, apalagi ketika semangat dan kemauan belajar para guru yang lahir di generasi X rendah. Maka guru bisa tertinggal, tergilas zaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun