Pejabat "korupsi" itu sudah rahasia umum, justru "aneh" kok ada pejabat tidak korupsi, lepas benar atau salah sinyalemen tersebut tapi ada rasionalisasi untuk membenarkan sinyalemen tersebut.
Alasannya murni "bisnis",untuk dapat jabatan orang harus keluar duit,imbalan dari jabatan tersebut belum cukup untuk balik modal,jadi untuk menutupi  Ya harus korupsi.
Jelas tuduhan tersebut hanya berlaku bagi "oknum"pejabat, mayoritas masih baik,tidak korupsi, dedikasinya tinggi, profesional dan amanah.
Kapan kasus korupsi diangkat dan kapan "dipeti es kan" tergantung banyak faktor,ada yang bersifat normatif, artinya alat buktinya cukup, ada yang bersifat politis, ada juga faktor lainnya.
Kasus korupsi yang ditangani KPK banyak sekali dan secara normatif layak dibawa ke Pengadilan, bila itu terjadi,keputusan politik bisa mempengaruhi apakah yang layak tersebut dipeti es kan dulu ataukah segera diangkat ke tingkat lebih lanjut???.
Bupati Kukar Rita Widyasari adalah calon kuat Gubernur Kaltim 2018-2023,gagal mencalonkan diri karena kasus korupsi,itu contoh politisasi "korupsi".
Demikian juga kasus Setnov, ketika hubungan DPR vs KPK agak renggang, sehingga dibentuk PANSUS KPK,bahkan ada wacana pembubaran KPK,muncullah kasus Setnov lengkap dengan drama sinetron yang mengiringi dan merugikan Setnov,akibat lebih lanjut citra DPR hancur, citra GOLKAR hancur.
Walau disangkal ada unsur "politis", tapi dampaknya luar biasa besar secara politis.