Usai salat asar, masih mengenakan mukena, Mak Ipong menjajarkan sejumlah amplop putih di atas amben. Dia sendiri yang membelinya dari warung tetangga beberapa kali. Dihitungnya berkali-kali, jumlahnya berubah-ubah. Kemampuan berkosentrasinya telah menurun. Dia ingin memastikan jumlah yang benar. Kemudian dikelompokkannya lima-lima. Mulutnya kumat-kamit, berhitung. Hitungan terakhir yang diyakininya tepat adalah empat puluh tujuh. Dia ingin menggenapkannya sampai seratus.
"Mul, kalau separuh masjid jumlah jamaahnya berapa orang?"
"Masjid Nurul Qolbu maksud Emak?
"Masjid mana lagi yang dekat. Ya iyalah!"
"Jamaah apa Mak, pengajian, salat jumat, salat tarawih, salat idulfitri, salat iduladha, atau...?"
"Beda-beda?"
"Beda Mak."
"Kalau salat jenazah?"
"Wah, saya belum pernah salat jenazah di masjid."
"Lo, waktu Haji Makmur meninggal?"
"Tidak Mak. Saya belum hafal usoli dan bacaannya."