Mohon tunggu...
Usman D. Ganggang
Usman D. Ganggang Mohon Tunggu... Dosen - Dosen dan penulis

Berawal dari cerita, selanjutnya aku menulis tentang sesuatu, iya akhirnya tercipta sebuah simpulan, menulis adalah roh menuntaskan masalah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menggali Potensi Budaya Mbojo: Rimpu Dominan Dibicarakan (1)

12 April 2016   21:20 Diperbarui: 15 April 2016   00:54 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Catatan Usman D.ganggang)

[caption caption="foto pribadi"][/caption]

Dalam bertugas sebagai moderator Sarasehan Budaya Mbojo "Menggali Potensi Seni Budaya Mbojo, hari Selasa, 12/4, tadi di ParuganaE Kota Bima, saya mencatata, budaya Rimpu dominan dibicarakan, baik oleh narasumber maupun oleh peserta sarasehan.

Paling kurang, dasarnya ada. Iya, meski rimpu terutama di Kota Bima, hanya mengenakannya pada acara pawai budaya, tokh orang Bima, tahu betul latar belakang hadirnya rimpu di tengah warga masyarakat Mbojo.

Bagi mereka, rimpu merupakan bagian dari identitas wanita Bima pada masa Islam baru berkembang di Bima, pertengahan abad 16.. Seperti diceritakan seorang peserta, Zaman dulu, wanita Bima sangat bangga kalau memakai rimpu . Mereka mau menunjukkan kepada khalayak bahwa mereka sudah bisa menenun Menurutnya, ketika mereka mengenakan rimpu, ada kebanggaan muncul. Pasalnya, iya itu, tadi, kain hasil tenun yang mereka kenakan . adalah hasil karya mereka sendiri.

[caption caption="foto pribadi"]

[/caption]

Namun seiring dengan perkembangan zaman, keberadaan rimpu hampir terlupakan.Luntur begitu saja, bakan menghilang ditelan zaman. Arus globalisasi dan modernisasi yang datang dengan derasnya adalah salah satu pemicu.Arus besar dua peradaban itu, terus bergerak dinamis, memaksa warga Mbojo sebagai pendukung 'rimpu' untuk meninggalkannya. Parahnya, generasi-generasi sekarang sudah banyak yang tak mengenal rimpu. Kalaupun ada, mereka tak mengerti cara penggunaannya." Wanita Bima masa kini menganggap orang yang mengenakan rimpu sebagai wanita kolot dan kampungan."urai seorang teman usai sarasehan.

Meski begitu untuk di desa-desa seputar Mbojo, tetap memakainya. Dan alhamdulillah, beberapa tahun terakhir, sebagian besar masyarakat Bima yang beragama Islam beralih mengenakan jilbab dengan trend mode yang bermunculan. Apalagi belakangan selalu ada festifal, rimpu selalu hadir penuh dalam kegiatan.
.
Simpulan singkat terkait rimpu, adalah tidak ada alasan untuk tidak melestarikan budaya rimpu ini. Sudah sepatutnya ada kebijakan yang menunjang pelestariannya. Pemerintah Bima seharusnya mulai memikirkan upaya teresbut, paling tidak sebuah kebijakan pada hari tertentu agar wanita Bima mengenakan busana harian Rimpu ,

[caption caption="foto pribadi"]

[/caption]

Harus ada catatan terkait rimpu ini. Rimpu patut dipertimbangkan karena itu adalah peninggalan leluhur. Jika ini diperhatika serius, akan berdampak pula pada peningkatan pendapatan sektor industri rumahan khususnya tenunan tradisional Bima."Jika bukan manusia Bima sendiri yang menjaga warisan budayanya , maka tidak ada lagi nilai-nilai luhur yang menjadi identitas dan kepribadian masyarakat, demikian masukan DR.Amran Amir salah seorang narasumber kepada penulis.***) Bersambung

Kota Kesultanan Bima, 12/4/16

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun