Mohon tunggu...
Usman Bima
Usman Bima Mohon Tunggu... Ilmuwan - profesi sebagai dosen tetap pada STIS Al-Ittihad Bima

Data Diri: Nama: Usman, M. Pd. Tempat tanggal Lahir: Bima, 31 Agustus 1981 Profesi: Dosen Tetap pada STIS Al-Ittihad Bima Hobi: Membaca

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pesta Demokrasi sebagai Ajang Perjudian

23 Februari 2024   05:05 Diperbarui: 23 Februari 2024   05:14 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber (Diskominfo Kabupaten Bima)

Pesta Demokrasi Sebagai Ajang Perjudian

Perjudian dan Pemilu

Perjudian di dalam kehidupan sehari-hari dilarang oleh Negara. Judi merupakan tindak pidana yang mengancam sendi-sendi kehidupan sosial kehidupan bernegara, dan perlu dipahami bahwa setiap anggota masyarakat tidak dapat melepaskan diri dari ikatan peraturan yang dihadirkan oleh Negara. Ini menunjukkan pentingnya Negara terlibat dalam pengawalan perjudian dibanding dengan sub ordinatnya, misalnya organisasi kemasyarakatan dan organisasi politik. Tindak pidana perjudian menjadi salah satu program negara melalui aparat kepolisian untuk diberantas, sehingga para pelaku perjudian sering ditangkap oleh polisi, selanjutnya diproses di peradilan dan dijatuhi hukuman setimpal dengan kadar perjudian yang dilakukan.

Pemungutan suara tidak menjamin bahwa kandidat akan menang, atau jika seroang calon memperoleh kemenangan, belum tentu mereka akan memenuhi janji-janji kampanyenya. Dalam hal ini pemungutan suara menjadi spekulasi yang lebih dekat dalam konsepsi perjudian. Harga yang dibayarkan adalah saham dalam proses di mana hasilnya bisa melihat calon menang atau kalah, maka dalam masyarakat berpartai politik tidak perlu kaget ketika melihat perilaku spekulasi pemilu, bahkan terang-terangan melakukan perjudian demi kemenangan seorang calon.

Regulasi pemilu melarang seseorang untuk melakukan politik uang (money politic), tetapi tidak mudah untuk menangkap dan memproses pada pidana pemilu bagi si pelaku. Perjudian merupakan salah satu tindakan yang dilakukan oleh praktisi politik untuk memperoleh kemenangan, yaitu salah satu terjemahan politik uang yang terjadi.

Pengawalan penting oleh negara pada pelaksanaan Pemilu termasuk Pilkada, yang akhir-akhir ini sering menjadi alat bagi para pejudi untuk bermain judi, agar dibantu oleh semua kelompok pro demokrasi. Masyarakat secara umum juga perlu terlibat sehingga tidak menyuburkan perjudian dalam Pemilu. Sebagian masyarakat terjebak dan dijebak oleh para pejudi, yaitu secara tidak sadar mereka telah melakukan perjudian, atau menjadi obyek perjudian demi pemenangan seorang calon yang dibawa oleh pejudi.

Pada pemberitaan dari berbagai media diinformasikan tentang permainan para pejudi dan botoh dalam Pilkada di beberapa tempat. Pilkada di berbagai daerah diseluruh Indonesia ditengarai selalu diiringi dengan perjudian atau botoh yang bermain dengan dana miliaran rupiah sebab tingkat persaingan ketat. Ada yang mengatakan bahwa peredaran informasi tentang pejudi dan botoh yang berani dengan besar uang sebagai gertakan untuk mendongkrak elektabilitas. Pelaku judi lapangan didatangkan secara sistematis dan disebar ke berbagai tempat untuk menebar efek psikologis bahwa sang calon unggul dalam bursa taruhan, operasi yang menantang tersebut bisa berlaku efektif, karena banyak warga belum well-educated. Perlu waktu untuk menghadirkan pemilih yang berpendidikan baik.

Perilaku yang tidak perlu dicontoh bahwa Bos pejudi ada yang berani bertaruh terhadap angka selisih suara (ngepur) dengan nilai taruhan bervariasi. Untuk pilkada biasanya bernilai Rp 100 juta ke atas, bahkan ada orang yang mempertaruhkan seisi rumahnya. Selain itu ada pejudi yang harga taruhannya ratusan juta, bahkan milyar. Kalau pendukung seorang calon tidak menjawab tantangan dari taruhan lawan, masyarakat akan memilih yang menang (dalam bursa taruhan), sehingga ia harus dilayani untuk menyelamatkan suara konstituen.

Bentuk permainan perjudian lainnya yang fantastis misalkan jika pebotoh menggelar operasi politik uang demi mendongkrak suara jagoannya, contohnya bertaruh Rp 1 milyar, maka jika memperoleh kemenangan, sang pebotoh mendapat Rp 2 milyar. Supaya mendapat kemenangan maka ia siap berinvestasi Rp 500 juta lagi ditebar sebagai politik uang pada pemilih. Hal ini yang mencederai proses demokrasi di lapangan.

Perilaku dan praktek pebotoh pilkada sangat terbuka, ia tidak semata-mata hobi, tetapi bisa juga sebagai upaya tim pemenangan untuk mempengaruhi pemilih. Disini penegak hukum sewajarnya memandangnya ia bukan bagian tindak pidana murni, tetapi lebih mengedepan pidana politik. Pengawas Pemilu perlu memproses dengan pasal dari UU 8/2015 atau bisa memakai pasal 303 KUHP tentang perjudian, dengan cara menindaklanjuti ke aparat penegak hukum lainnya, misalnya kepolisian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun