Mohon tunggu...
Usep Saeful Kamal
Usep Saeful Kamal Mohon Tunggu... Human Resources - Mengalir seperti air

Peminat masalah sosial, politik dan keagamaan. Tinggal di Depok.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gus Dur, PKB, dan Kemaslahatan NTT

24 Desember 2019   11:01 Diperbarui: 24 Desember 2019   11:19 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
instagram/@nudoeloe

Bulan Gus Dur, kalimat itu selalu muncul ke permukaan bila telah tiba saatnya purnama Desember setiap tahun setelah beliau wafat pada hari Rabu, 30 Desember 2009 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta pada pukul 18.45.  

Boleh jadi penulis adalah bagian dari jutaan orang yang menangis mendengar berita duka kala itu meski sekedar dari berita televisi. Tidak hanya itu, ribuan orang yang melayat langsung ke Ciganjur pun tak luput dari cucuran air mata saking merasa kehilangan sosok inspiratif itu.

Sebagai orang yang pernah beberapa kali mencium tangan Gus Dur dan mengoleksi serta mebaca buku-buku tentang beiau mulai dari biografi, perjalan politik, pergulanan negara, agama dan kebudayaan, hingga tentang pemikiran beliau, tidak berlebihan bila tulisan ini penulis dedikasikan untuk mengenang segala perjuangan beliau di Bulan Gus Dur ini.

Yang ingin penulis angkat dalam tulisan ini terkait terurainya belenggu praktek keagamaan di Indonesia yang lebih dari 32 tahun "dibatasi" oleh negara melalui kekuasaan otoriter pemerintah Orde Baru dengan Soeharto sebagai simbol kuncinya.

Penulis kira semua orang tidak akan membantah bila terpilihnya Gus Dur sebagai Presiden Keempat mulai dari tahun 1999 hingga 2001 adalah awal terbukanya keran dan angin sejuk bagi iklim kehidupan keagamaan kita yang sebelumnya dibawah kekangan.

Terpilihnya Gus Dur sebagai Presiden tentu memberikan harapan yang sangat positif bagi praktek keagamaan wabilkhusus Islam moderat di Indonesia yang bernuansa subtantif tidak simbolistik. Terpilihnya beliau sebagai bukti kongkrit bahwa gagasan dan pemikiran moderasi Islam beliau bisa diterima secara luas oleh masyarakat dari berbagai latar belakang.

Pemikiran dan tindakan beliau selalu seiring sejalan diantara keduanya, terlebih dengan apa yang beliau ungkapkan. Gagasan besar beliau terkait kebersamaan dan saling pengertian antar umat beragama yang tidak pernah henti ditebar menegaskan bahwa kerukunan antar umat beragama bukan sekedar hidup berdampingan secara damai, tetapi kuncinya adalah saling pengertian.

Atas itu, Gus Dur telah menunjukkan visi yang berbeda dari kecenderungan umum terkait pemahaman keagamaan yang substantif. Wajar bila kemudian masyarakat kita menjadi sangat populer dengan istilah kata pluralisme, humanisme dan lainnya.

Paling tidak dimuali pada tahun 70-an, Gus Dur konsisten memperjuangkan pluralisme dan makna positifnya. Konsistensinya bersikap terbuka sendirian ditengah "tekanan" penguasa saat itu tidak mebuat ia berhenti berjuang, termasuk diobok-oboknya soliditas NU pada saat Muktamar 29 di Ponpes Cipasung Tasikmalaya yang justeru menjadi anti klimaks Orde Baru.

Lingkungan kehidupan Gus Dur sejak kanak-kanak hingga dewasa sangat mendukung membentuk karakternya sebagai pluralis sejati yang berkaitan dengan kelompok-kelompok lintas agama. Walhasil, kepercayaan mereka terhadap Gus Dus semakin besar sehingga terbentuk jejaring yang luas dan kuat mencakup seluruh wilayah di Indonesia sejak tahun 80-an. Gagasan Gus Dur tentang toleransi dan dialog lintas lintas iman adalah warisan beliau setelah wafat.

Kerukunan NTT

Baru-baru ini, Kementerian Agama RI merilis hasil survei Indeks Kerukunan Umat Beragama tahun 2019. Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah peraih skor kedua tertinggi berdasarkan hasil survei itu yakni sebesar 81,1 dibawah Papua Barat dengan skor 82,1. Dimensi Kerukunan Umat Beragama yang diterapkan dalam survei ini diantaranya terkait: toleransi, kesertaraan dan kerjasama antar umat beragaman.

Dalam waktu dekat yang lalu, penulis berkunjung ke Kota Kupang untuk sebuah kegiatan bertajuk Sekolah Legislator PKB Se-Nusa Tenggara Timur (NTT). Meski hanya empat hari tinggal disana, tak sedikit kesan yang membuat penulis bahagia sepulangnya ke Jakarta.

Mulai tiba di Bandara Eltari hingga menuju lokasi acara penulis disuguhi pernak-pernik Natal disepanjang jalan. Suasana meriah itu layaknya menjelang lebaran umat muslim dimanapun. Suasana damai penulis nikmati selama tinggal disana.

Kiranya penulis bisa menjadi saksi bahwa hasil survei yang menyatakan bahwa NTT sebagai provinsi dengan toleransi beragama terbaik di Indonesia memang benar adanya. Meski NTT berbasis kepulauan, keberadaanya tidak surut untuk menjunjung tinggi toleransi beragama.

Sebelum memulai kegiatan, penulis sowan ke kediaman H. Ismail Dean, Ketua Dewan Syuro DPW PKB NTT yang seorang muslim sekaligus pengusaha sukses galangan kapal dengan diantar oleh bapak Ir. Yucundianus Lepa Ketua DPW PKB NTT yang seorang Katolik taat.

Disana penulis mendapati cerita dari keduanya bahwa ditengah maraknya isu polarisasi agama di Jakarta sejak mencuatnya kasus Ahok, 212 hingga "perang urat syaraf" menjelang Pilpres 2019 tidak berpengaruh signifikan terhadap kedamaian kehidupan masyarakat NTT yang saling berdampingan satu sama lain meski berbeda keyakinan.

Menurut pak H. Ismail dan pak Yucun, dialog model ini sudah tidak tidak asing bagi kami yang dianggap sebagai tokoh masyarakat. Setiap kali mengemuka persoalan, dialoglah yang mereka utamakan, praktek kehidupan seperti ini mereka anggap sebagai warisan Gus Dur.

Tidak hanya itu, penulis berkesempatan ngobrol dengan Fastor Valen Boy salah satu imam Keuskupan Agung Kupang usai beliau membacakan do'a pada acara Sekolah Legislator PKB Se-NTT. Beliau bersyukur pernah kenal Gus Dur, karenanya kehidupan masyarakat di NTT begitu membaur, tidak hanya di Kota Kupang, di kabupaten lainnya pun demikian, toleransi mereka sangat tinggi.Tak jarang satu sama lain saling membantu membangun rumah ibadah.

Penulis bisa menjadi saksi bila kehidupan beragama di NTT sangat baik, rukun, damai, dan tanpa gejolak sosial yang besar, minimal dasarnya adalah dari obrolan penulis dengan dua tokoh lintas agama tadi. Soal pengamalan Pancasila, masyarakat Indonesia patut berguru kepada masyarakat NTT.

Soal empat pilar bangsa, yakni: Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika masyarakat NTT tidak hanya hafal dan faham, lebih dari itu mereka mempraktekkannya langsung dalam proses kehidupan sehari-hari. Tetapi, soal kesejahteraan hidup mereka masih harus terus berjuang lebih keras mendayagunakan potensi sumber daya disana yang sangat melimpah. Kelak, jangan lagi muncul candaan NTT itu singkatan dari Nasib Tidak Tentu yang mengesankan ketertinggalan dalam hal ratap hidup masyarakatnya.

PKB untuk Kemaslahatan NTT

Peroleh kursi DPRD Provinsi dan Kab/Kota se NTT meningkat tajam pada Pemilu 2019 yakni 7 kursi untuk DPRD Provinsi dan 73 kursi untuk kursi DPRD yang tersebar di 22 Kabupaten dan Kota. Perolehan kursi ini naik seratus persen dibanding perolehan pada Pemilu 2014 yang jumlahnya hanya 40 kursi.

Tidak hanya itu, sejak dikenalkan oleh Gus Dur kemudian PKB dideklarasikan di NTT, baru pada pemilu 2019 yang lalu bisa pecah telur menyumbangkan 2 kursi untuk DPR RI. Penulis kira capaian yang luar biasa, ditegah banyak orang meragukan bahkan pesimis, ternyata PKB NTT mampu menjawab keraguan itu.

Menurut pak Yucun Ketua DPW PKB NTT, kesuksesan itu didapat atas kerja kolektif para calon anggota legislatif, struktur partai, relawan, simpatisan, dan pola kepemimpinan Gus Muhaimin di DPP PKB. Gus Muhaimin telah berhasil menjalankan amanat-amanat Gus Dur untuk kemasahatan di NTT.

Indikator lainnya adalah nilai-nilai luhur warisan Gus Dur baik dari sisi pemikiran, perilaku politik, humanisme dan sebagainya yang bisa diterima terbuka sehingga PKB bisa diterima dengan lapang dada oleh masyarakat NTT yang berpenduduk plural.

Dari 80 orang anggota legislator PKB se NTT, hanya sepuluh orang yang beragama Islam, sisanya ada yang beragama Kristen Protestan, Katolik dan lainnya. Secara faktual, kondisi ini menjawab bahwa nilai politik Rahmatan Lil'Alamin-nya PKB ternyata ampuh merajut persaudaraan lintas iman dimana humanisme telah menjadi ruhnya.

Keadaan PKB hari ini di NTT tentu membangkitkan gairah baru dalam kerangka terus-menerus menebar manfaat dan maslahat publik, terlebih bagi masyarakat NTT yang tingkat kemiskinannya masih tinggi. Melalui jalan politik PKB pak Yucun dan kawan-kawan meyakini bisa mewujudkan cita-cita masyarakat NTT keluar dari jerat kemiskinan itu. Mendapatkan dua kursi di DPR RI, kursi pimpinan di provinsi dan beberapa kabupaten menjadi strategis bagi PKB untuk memperjuangkan kepentingan pembangunan masyarakat NTT yang bertifologi kepulauan.

Sebagai wilayah yang terdiri dari ribuan pulau dan luas daratannya lebih kecil dibanding luas lautnya, PKB NTT memiliki peluang menjadi pioner memperjuangkan kepentingan anggaran negara layaknya daerah khusus dengan porsi APBN yang lebih besar dibanding yang lainnya.

Masalah kemiskinan, stunting, human trafficing yang hingga kini terus mengemuka kiranya bisa diminimalisir dengan pendekatan tadi. Betapa tidak, jumlah alokasi APBN untuk NTT masih berorientasi pada pembangunan di daratan. Sementara kantong-kantong kemiskinan NTT di kepulauan alokasi anggaran APBN-nya masih sangat kecil.

Selanjutnya, kondisi alam NTT yang tandus dan gersang sehingga potensi kekeringan dan rawan pangan menjadi sngat tinggi. Problem lainnya: kasus gizi buruk, angka putus sekolah, serta akses fasilitas kesehatan yang kurang memadai menjadi mata rantai terhentinya laju pertumbuhan kesejahteraan masyarakatnya.

NTT memiliki Sumber Daya Alam yang melimpah, apalagi potensi wisatanya. Namun sampai saat ini potensi belum dimanfaatkan maksimal sehingga memberikan nilai tambah yang signifikan bagi peningkatan ekonomi masyarakatnya. Penulis kira, para legislator PKB NTT baik yang di DPR RI, Provinsi dan Kab/Kota telah siap menyongsong potensi-potensi itu. Selamat berjuan!

Penulis adalah Tim Kerja Sekolah Legislator DPP PKB. Tinggal di Depok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun