Mohon tunggu...
Ismail Marzuki
Ismail Marzuki Mohon Tunggu... Dosen - Hidup ini layaknya cermin, apa yang kita lalukan itulah yang nampak atau kita hasilkan

Memiliki banyak teman adalah kebahagiaan yang tak terkira. Senyum selalu dalam menjalani hidup akan memberi makna yang membekas dalam tiap bait hari-hari

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cinta dalam Gelas

26 Oktober 2020   06:50 Diperbarui: 26 Oktober 2020   07:28 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kamu adalah gelas indah itu, yang telah menyita bola mataku, lalu mengirim wajah bersama senyum-mu sampai dalam hatiku hingga tak tahan aku mengutarakan cinta padamu waktu itu.

Setelah kau bertambah nyaman dengan air putih cinta yang kubiarkan berhari-hari, wajahmu berubah, senyummu juga, hingga kopi pahit dalam gelas kita tertuang dan terpaksa kita teguk bersama. Sedikit demi sedikit kita tambahkan gula untuk kita bisa nikmati dan biasakan bersama. Meski kadang terlempar pada sakit yang tak terdustakan.

Setelah beberapa bulan kita jalani, akhirnya kita lebih memilih air Teh untuk kita minum berdua meski warnanya pudar tak jelas antara putih dan hitam. Seperti katamu "urusan ditengah-tengah adalah terbaik" hingga akhirnya kau bosan dengan ketidakpastian putih dan hitam cinta itu.

Katamu di ujung tahun cinta yang pincang "Aku ingin minum Susu!" itu-pun kutuangkan yang kugurukan dari seorang ahli cinta tersohor sejak kita minum Kopi pahit tahun lalu, sampai kau juga yang mengakui rasamu kegemukan dan membosankan begitu-gitu saja dan datar.

Pada hari yang membosankan itu, aku bertekad menambahkan hitam menjadikan air Coklat, siapa tahu itu yang paling nyaman dalam pelabuhan cinta yang masih bimbang menemukan jalanya menemukan buku nikah. Hingga kau juga yang mengatakan ini sungguh membosankan, padahal kau sendiri yang mengatakan "Coklat akan menambahkan rasa cinta"

Kemudian akalku habis, namun cintaku semakin tinggi. Hingga kuputuskan menuangkan air Bir dalam gelas cinta yang kuhormati sejak dulu, hingga kau terjerumus dalam mabuk cinta dan menodai indah wajah dan senyum-mu yang mengalir dari bola mataku hari ini.

Kekasihku, haruskah kutungkan warna merah dari darahku untuk kau teguk setiap saat agar kau percaya tentang hatiku yang tulus?

Papua, 26 Oktober 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun