Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kemerdekaan RI dan Cerita dari Tepi Sungai Nil

9 Agustus 2025   21:15 Diperbarui: 9 Agustus 2025   21:15 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diplomat Indonesia, Syahrir bertemu Hasan Al-Banna /sumber: republika

Tentu saja sebelum terbentuk panitia tersebut, sebelum tokoh-tokoh Mesir mengambil keputusannya, ada upaya-upaya yang dilakukan ormas Ikhwanul Muslimin. Tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin berperan penting menggerakkan opini publik Mesir. Mereka memahami bahwa perjuangan Indonesia adalah bagian dari perjuangan umat Islam melawan penjajahan.

Akhir 1945, aksi demonstrasi digelar di jalan-jalan Kairo. Spanduk-spanduk bertuliskan dukungan untuk Indonesia dibentangkan. Media massa Mesir mulai menulis tentang negeri jauh di Asia Tenggara yang berani menentang kekuatan kolonial. Di balik layar, jaringan Ikhwanul Muslimin menyebarkan informasi ini ke seluruh dunia Arab.

Dalam buku Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri, yang ditulis M. Zein Hassan Lc, disebutkan bahwa kampanye media, demonstrasi, dan lobi yang digalang oleh elemen-elemen di Mesir (ormas) memengaruhi kebijakan Mesir terhadap pengakuan RI.

Ditulis dalam buku tersebut bahwa Ikhwanul Muslimin menggalang opini umum lewat pemberitaan media dan memberikan kesempatan luas kepada para mahasiswa Indonesia untuk menulis tentang kemerdekaan Indonesia di koran-koran lokal miliknya. Ikhwanul Muslimin juga menggelar tabligh akbar dan demonstrasi untuk kemerdekaan Indonesia.

Usaha itu membuahkan hasil. Pada 22 Maret 1946, Mesir menjadi negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia secara de facto. Ini bukan sekadar simbol. Dalam diplomasi internasional, pengakuan dari satu negara membuka pintu bagi pengakuan negara lain.

Buku karya M. zein Hassan Lc, yang diterbitkan tahun 1980 oleh penerbit Bulan Bintang itu pun menyebutkan bahwa dukungan semakin nyata ketika pada 15 Maret 1947, utusan resmi Mesir tiba di Yogyakarta membawa dukungan resmi dari beberapa negara Arab. Akhirnya, pada 10 Juni 1947, perjanjian persahabatan RI--Mesir ditandatangani, yang menjadi pengakuan de jure atas kemerdekaan Indonesia.

Diplomat Indonesia, Syahrir bertemu Hasan Al-Banna /sumber: republika
Diplomat Indonesia, Syahrir bertemu Hasan Al-Banna /sumber: republika

Diplomat Indonesia, Agus Salim bertemu Hasan Al-Banna / sumber: republika
Diplomat Indonesia, Agus Salim bertemu Hasan Al-Banna / sumber: republika

Dukungan Ikhwanul Muslimin dan Mesir bukan hanya soal pengakuan politik. Solidaritas ini memberi Indonesia posisi terhormat di dunia Islam. Suriah, Irak, Arab Saudi, dan negara-negara lain kemudian mengikuti langkah Mesir. Hubungan diplomatik dan perdagangan mulai terjalin, memperkuat fondasi negara yang masih rapuh.

Jasmerah, jangan lupakan sejarah, demikian kata Ir. Soekarno, proklamator kemerdekaan yang kemudian menjadi presiden pertama Republik Indonesia.

Sekarang, nama Ikhwanul Muslimin sering kali muncul dalam konteks politik kontemporer. Tetapi sejarah membuktikan, di masa lalu, mereka adalah bagian dari saudara yang membantu kita merdeka. Mereka menggerakkan rakyat, memengaruhi pemerintah, dan menggunakan semua saluran yang ada untuk mendukung kemerdekaan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun