Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kemerdekaan RI dan Cerita dari Tepi Sungai Nil

9 Agustus 2025   21:15 Diperbarui: 9 Agustus 2025   21:15 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diplomat Indonesia, Syahrir bertemu Hasan Al-Banna /sumber: republika

Bulan Agustus adalah bulan istimewa bagi bangsa dan negara Indonesia. Di bulan inilah kemerdekaan negara diproklamirkan, setelah ratusan tahun berjuang mempertahankan tanah air dari negara-negara yang berusaha menjajah.

Tak berlebihan kalau di bulan ini setiap tahunnya, pemerintah dan rakyat Indonesia, selalu merayakan kemerdekaan tersebut dengan caranya masing-masing. Dari perayaan yang wah dan mewah di istana negara, sampai sekadar balap karung di jalan gang yang sempit di sebuah kampung.

Demikian pula di tahun ini, tahun ke-80 Indonesia diproklamirkan sebagai negara merdeka. Terlepas kata 'merdeka' ini maknanya belum atau tidak dirasakan oleh sebagian rakyat Indonesia.

Banyak cerita atau drama berkenaan dengan peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Salah satunya adalah yang akan saya tulis melalui artikel ini. Alasan saya menulisnya, karena sepengetahuan saya selama menjelajah (baca searching) di internet, tentang ini tidak banyak yang mengulasnya.

Ketika kemerdekaan diproklamirkan, tentu saja Belanda, negara yang ratusan tahun menjajah dan menjarah Indonesia, tidak senang dan tidak tinggal diam menerima kenyataan Indonesia telah merdeka. Mereka berusaha menggagalkan dan kembali merampas kemerdekaan Indonesia. Oleh karenanya, para tokoh dan pimpinan negara saat itu merasa tidak cukup hanya dengan membacakan teks proklamasi sebagai bukti Indonesia merdeka. Mereka butuh pengakuan dari negara lain.

Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, perjuangan belum selesai. Dunia belum mengenal nama "Republik Indonesia" sebagai sebuah negara berdaulat. Diplomasi internasional menjadi medan pertempuran yang tak kalah berat dari medan perang fisik. Dalam situasi genting itu, dukungan dari luar negeri sangat menentukan nasib republik yang baru lahir.

Nah, cerita ini adalah tentang upaya diplomasi para tokoh kemerdekaan RI mencari dukungan dari negara-negara lain, karena pengakuan dari negara lain merupakan syarat penting berdirinya sebuah negara.

Dalam upaya mencari dukungan tersebut, ada sebuah nama yang tidak disebut dalam buku pelajaran sejarah kita: Ikhwanul Muslimin, sebuah organisasi massa (ormas) Islam di Mesir. Ikhwanul Muslimin tidak hanya memberikan dukungan moral, tetapi juga menjadi motor penggerak solidaritas dunia Arab untuk mengakui kemerdekaan Indonesia.

Atas jasa Ikhwanul Muslimin itulah Mesir menjadi negara pertama yang mengakui Indonesia sebagai negara yang merdeka.

Mengutip dari laman Kumparan, 25/08/2023, dalam artikel berjudul 78 Tahun Kemerdekaan RI: Merawat Kenangan Kedekatan Indonesia-Mesir, pada 16 Oktober 1945, di Kairo, dibentuk Panitia Komite Pembela Indonesia. Tugas panitia ini adalah mempengaruhi pendapat umum (public opinion) rakyat Timur Tengah untuk kemerdekaan Indonesia. Panitia mendesak kerajaan Mesir dan negara-negara Liga Arab mengakui kemerdekaan Indonesia sepenuhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun