Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Haruskah Mengaku

10 Mei 2022   13:00 Diperbarui: 10 Mei 2022   13:03 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: https://handywicaksono.web.id/2019/04/17/pulang-malu-tak-pulang-rindu/

Semakin mendekati lebaran hati Udin semakin galau. Kalau lebaran kali ini tidak pulang kampung, berarti sudah 2 kali dia tidak mudik. Ini yang menjadi sumber kegalauan Udin, pulang salah tidak pulang pun salah.

Ketidakpulangan saat lebaran tahun lalu Udin punya banyak alasan; pandemi, dilarang mudik. Namun sekarang ga bisa dia beralasan itu, semua tahu, termasuk istri dan orangtuanya di kampung, sekarang sudah normal kembali.

Kalau tidak mudik, istri dan orangtuanya akan mempertanyakan. Dan kalau pulang, Udin takut bohongnya selama ini akan ketahuan.

Selama ini Udin selalu memberi kabar kepada mereka di kampung bahwa dia bekerja di sebuah pabrik sepatu. Udin sering mengirim uang kepada mereka, sehingga mereka pun percaya. Padahal, sejak pergi ke Jakarta, 2 tahun yang lalu, Udin tidak pernah bekerja tetap.

Sebenarnya itu semua bukan keinginan Udin. Dia melakukan itu semua karena terpaksa, dan karena tertipu Mang Dadang dan Kang Herman, tetangganya yang sudah lama di Jakarta dan mengaku sukses. Itu terjadi dua tahun yang lalu.

Saat itu Udin dikeluarkan dari pekerjaannya, di pabrik mebel Juragan Samad. Pandemi menjadi alasan juragan Samad memberhentikan Udin. Tidak mau menganggur, apalagi dia baru menikah, Udin berminat untuk merantau ke Jakarta.

"Kehidupan di Jakarta itu keras, Din," ujar Mang Dadang saat Udin mengutarakan keinginannya. "Kamu harus siap malu dan peras keringat. Kamu harus mau bekerja apa saja."

"Betul, Din. Di sana segalanya pake duit. Ga ada yang gratis, paling kentut yang gratis," timpa Kang Herman.

Udin tersenyum mendengarnya lalu berkata, "Saya siap, Mang. Daripada diam di kampung ga ada penghasilan. Saya siap bekerja apa pun, yang penting dapat bayaran."

Dua hari kemudian Udin pun berangkat ke Jakarta bersama Mang Dadang dan Kang Herman. Sampai di Jakarta menjelang Magrib, untuk sementara Udin ikut tidur di kontrakan Mang Dadang dan Kang Herman, yang berupa ruangan 3 x 3 meter yang disekat menjadi 2 ruangan, tanpa dapur, sedangkan kamar mandi di luar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun