Mohon tunggu...
Urip Darmawan
Urip Darmawan Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti dan Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kemandirian ekonomi Indonesia dimata dunia.

Selanjutnya

Tutup

Money

Manfaat RUU Cipta Kerja bagi Para Petani Sawit di Indonesia

3 Juli 2020   06:05 Diperbarui: 3 Juli 2020   07:26 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Omnibus Law RUU Cipta Kerja merupakan langkah menyelaraskan aturan di lapangan serta penyederhanaan regulasi pertanahan dalam rangka menjamin kepastian hukum bagi investasi seperti kelapa sawit. Industri kelapa sawit menghadapi persoalan tumpang tindih peraturan. Persoalan ini dapat teratasi melalui RUU Cipta Kerja karena terjadi overlapping regulasi di lapangan.

RUU Cipta Kerja menjadi salah satu kebijakan yang sangat penting untuk segera disahkan, karena dapat mempaduserasikan regulasi pertanahan dan kehutanan. Hal ini dilatarbelakangi oleh persoalan legalitas lahan perkebunan sawit rakyat dalam beberapa tahun terakhir, dimana masalah yang muncul termasuk dalam empat kategori konflik tenurial, yaitu perkebunan sawit rakyat dimasukkan ke dalam kawasan hutan, lahan petani berada dalam KHG Fungsi Lindung, lahan petani masuk Peta Indikatif Penundaan Izin Baru, serta moratorium kelapa sawit di Indonesia.

Langkah solusi dari permasalahan tenurial tersebut yakni membuat desk petani sawit di Kementerian ATR / BPN, sosialisasi kepada seluruh kantor BPN Provinsi / Kabupaten, Apkasindo berpartisipasi dalam pemetaan dan pengukuran lahan petani, pemberian sertifikat gratis untuk lahan pekebun sawit, serta proses balik nama secara kolektif bagi para petani sawit.

Apabila permasalahan tenurial tidak segera diatasi, maka petani akan kesulitan mengikuti Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2020 yang mewajibkan setiap pekebunan sawit untuk memiliki sertifikat ISPO dalam lima tahun mendatang. Sertifikat ISPO mempersyaratkan petani mempunyai surat hak milik (SHM) atas lahan perkebunan kelapa sawit. Di lapangan, masih banyak petani sawit hanya mengantongi SKT / SKGR.

Keberadaan RUU Cipta Kerja diharapkan dapat memangkas dan menyelaraskan berbagai aturan yang ada, sehingga para petani sawit dapat mengurus status legal lahan mereka dengan mudah, tidak berbeli-belit, serta tidak mengeluarkan biaya pengurusan yang tinggi.

Rumusan materi Omnibus Law RUU Cipta Kerja juga menjadi dasar untuk menghilangkan ego sektoral serta langkah strategi pemangkasan hiper regulasi di Indonesia dengan merangkum regulasi dalam satu kesatuan. Kementerian ATR / BPN mempunyai tiga klaster tanggung jawab dalam RUU Cipta Kerja yakni pengadaan tanah, investasi dan proyek pemerintah, serta penyederhanaan perizinan berusaha.

Resistensi dari pihak-pihak terkait pada dasarnya hanya akan menghambat peran dan manfaat RUU Cipta Kerja bagi para petani sawit di Indonesia, sehingga kebersamaan dalam menyatukan visi dan pandangan positif justru akan mempercepat implementasi RUU Cipta Kerja dalam mengoptimalkan potensi perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Hal ini sangat penting mengingat berbagai masukan serta langkah kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat akan menjadikan penerapan aturan dan kebijakan dari RUU Cipta Kerja menjadi lebih efektif dan tepat sasaran dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat petani sawit di Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun