Mohon tunggu...
Untung Dwiharjo
Untung Dwiharjo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tinggal di Surabaya

Lulusan Jurusan Sosiologi Fisip Unair. Pernah bekerja sebagai wartawan dan peneliti pada lembaga Nirlaba nasional yang berbasis di Surabaya. Pernah meraih juara pada lomab LKTI dan beberapa kali tulisannya mampir di bebrapa media seperti Jawa Pos, Surya, harian Bhirawa dan detik.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk Penyerapan Emisi

26 November 2021   08:59 Diperbarui: 26 November 2021   09:15 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Daya dukung lingkungan hidup terhadap aktifitas manusia pada masa sekarang mengalami penurunan. Pemanasan global kini melanda dunia akibat dari ruang terbuka hijau yang banyak mengalami perubahan fungsi lahan. Banyak diakui sekarang ini ruang terbuka hijau di perkotaan berubah menjadi perumahan.

Karena taman-taman atau hutan kota kini menjadi langka, karena salah satunya adalah adanya proyek infrastruktur yang banyak merubah ruang terbuka hijau menjadi jalan raya atau yang lain. Akibatnya udara yang tadiya dingin menjadi panas karena bayak pohon atau tanaman ditebang atau dipotong.

Padahal dari ruang terbuka hijau terbentuk oksigen yang akan terbentuk gas ozon yang ada pada lapisan udara yang akan melindungi bumi dari sinar matahari bergelombang pendek antara lain melindungi sinar ultra violet yang sangat berbahaya bagi makluk hidup. Oleh karena itu ozon sering dipakai untuk mensuci hamakan air minum misalnya. Disamping itu ozon dapat menggganggu kesehatan tumbuhan dan hewan atau manusia. Itulah sebabnya jika telah terjadi ozon berlubang di lapisan troposfer akan menimbulkan masalah dalam kehidupan di bumi (Irwan, 2014).

Oleh karena itu penyediaan ruang terbuka hijau (RTH) untuk penyerapan emisi menjadi sangat perlu. Karena banyak dibangun jalan tol otomatis gas buang beracun dari pembakaran kendaraan bermotor juga meningkat, disamping cerobong asap dari pabrik yang banyak berdiri. Serta efek rumah kaca akibat banyak bangunan pencakar langit yang tinggi dibangun di kota-kota besar. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah kongkret untuk penyediaan ruang terbuka hijau (RTH) agar terjadi penyerapan emisi.

***

Pembuatan taman kota adalah salah satu langkah yang bisa ditempuh.Hal ini terbukti seperti di Surabaya di mana zaman  walikota Tri Rismaharini banyak dibuat taman kota. Hasilnya adalah udara di Surabaya menjadi lebih bersih dan lebih terasa segar. Hampir di setiap jalan strategis dibuat taman yang sangat indah asri untuk warga kota.

Jadi disamping membuat suasana kota menjadi lebih hijau juga udara yang dihirup warga kota menajdi lebih bersih dengan adanya taman kota. Selain itu dengan hadirnya taman kota maka masyarakat menjadi lebih sehat karena menghirup udara yang relatif bersih akibat zat emisi karbon yang disaring terlebih dahulu oleh taman kota.

Sehingga pembuatan taman kota ini harusnya jadi program nasional, bukan saja program daerah tertentu untuk menciptakan ruang terbuka hiajau di perkotaan.Sehingga semua kota besar di Indonesia mempunyai taman kota yang bisa menyerap emisi karbon yang banyak dibutuhkan kota besar. Tidak itu saja, jalan-tol yang banyak dibangun sekarang ini di berbagai lokasi wilayah di Indonesia sebaiknya juga mengadopsi taman kota ini. Dimana sepanjang jalan tol terasa sangat panas kalau kita melewatinya tanpa banyak pohon tinggi sebagai pelindung dari sengatan matahari.

Sehingga saya mengusulkan sepanjang pembatas jalan tol ditanami pohon atau dibuat taman sehingga membuat suasana pengendara lebih nyaman dan seakan dibuat melewati taman di sepanajang jalan. Karena yang terjadi banyak pembatas jalan hanya beton yang sehingga pemandangan seakan kering karena sepanjang jalan di depan hanya aspal. Kalaupun ada tanaman hanya dipinggir jalan kanan-kirinya yang hamparan persawahan atau tebing yang tinggi.  

Mengurangi alih fungsi lahan adalah langkah selanjutnya yang bisa ditempuh untuk penyediaan ruang terbuka hijau (RTH) untuk penyerapan emisi.Tidak dipungkiri sekarang ini banyak hutan lindung yang dulunya berfungsi sebagai paru-paru kota menjadi area pemukiman atau perumahan, sehingga produksi emisi menjadi meningkat

Dengan membiarkan hutan lindung atau hutan kota menjadi sarana ruang terbuka hijau maka menjadikan paru-paru kota semakin meningkat. Sebaliknya apabila hutan lindung dan hutan wisata diperkotaan dialihfungsikan menjadi perumahan atau gedung perkantoran, maka menjadikan pemanasan di kota akan semakin besar karena pohon yang hijau sebagai penyanga kota akan lenyap digantikan gedung tinggi yang banyak memproduksi efek rumah kaca.

Karena aktifitas aktifitas pembangunan fisik kota terutama dengan adanya perumahan dan apartemen serta perkantoran yang bergerak sangat cepat, namun tidak disertai daya dukung lahan yang memadai. Maka sangat jelas bahwa alih fungsi lahan dapat menyebabkan keseimbangan udara, terutama penyerapan emisi menjadi terganggu.

Maka alih fungsi lahan terutama harus dibatasi terutama pada daerah penyangga paru-paru kota. Hutan lindung konservasi sumberdaya alam harusnya tidak dialihfungsikan menjadi bangunan baik itu perumahan, perkantoran ataupun pabrik. Sehingga daya dukung untuk menangkal pencemaran udara menjadi terjaga.

Sekarang alih fungsi lahan banyak menerpa wilayah pinggran kota besar dan pedesaan.Maka apabila diteruskan akan dapat merusak ekosistem kota yang membutuhkan wilayah pingiran kota sebagai penyangga paru-paru udara di kota besar.       .

Apalagi dengan adanya proyek infrastruktur maka alih fungsi lahan akan semakin masif, sehingga bisa mengurangi penyediaan ruang terbuka hijau.Kedepan harusnya pembangunan proyek infrastruktur seyognya memperhatikan aspek kelestarian lingkungan serta daya dukung ekologi manusia, Karena sekarang terjadi adanya kecenderungan pemanfaatan alih fungsi lahan marginal atau lahan yang semestinya berfungsi sebagai jalur hijau, ruang resapan atau fungsi ekologi lahan lainnya (Singgih,1997).

***

Pembuatan rumah hijau berbahan alami juga bisa menjadi alternatif dalam upaya penyediaan ruang terbuka hijau (RTH). Kenapa? Karena dengan membuat perumahan dari bahan ramah lingkungan. Secara otomatis efek rumah kaca akan terkurangi. Sehingga pengunaan pendingian ruangan bisa diminalisir.

Selain itu, dengan bahan bangunan yang ramah lingkungan maka dapat tercapai keselarasan bangunan dengan alam yang pada akhirnya dapat mengurangi gas emisi yang berda disekitarnya. Sehingga akhirnya bisa membuat  paru-paru kota dimana udara semakin bersih. 

Langkah selanjutnya untuk menyediakan RTH  adalah dengan melakukan penanaman pohon di daerah pinggiran kota serta daerah gundul. Hal itu dimaksudkan untuk membuat penyediaan ruang terbuka hijau pada daerah-daerah yang sebelumnya gundul dan gersang.

Hal itu dilakukan guna mempertahankan ekosistem yang tadinya rusak akibat penebangan pohon di ruang terbuka hijau atau pingiran kota akibat proses pembangunan. Sehingga penyediaan paru-paru kota berupa ruang terbuka hijau tetap lestari.

Untuk itu perlu ada program reboisasi atau penanaman kembali lokasi atau tanah-tanah yang gundul akibat fungsi lahan atau karena penebangan liar, serta perlu digalakan penanaman pohon di berbagai lahan di perkotaan terutama di sekitar proyek infrastruktur seperti jalan tol dan sebagainya.

Demikianlah beberapa langkah yang saya kira bisa diterapkan agar penyediaan ruang terbuka hijau (RTH) untuk penyerapan emisi dapat terwujud.

Pengamat  sosiologi lingkungan & Alumnus Fisip Unair

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun