Mohon tunggu...
Winaau
Winaau Mohon Tunggu... Mahasiswa - Psystud

Belajar, healing, belajar, healing

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Edukasi Psikologi Bencana: Autisme and Disaster

14 Januari 2022   14:26 Diperbarui: 14 Januari 2022   15:39 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Autis ringan cukup membuat anak-anak dapat melakukan kontak mata meskipun tidak berlangsung lama, menunjukkan respon saat dipanggil namanya, menunjukkan ekspresi wajah hingga mampu berkomunikasi dua arah untuk beberapa waktu. Anak autis sedang tidak menunjukkan respon saat dipanggil namanya, mengalami gangguan motorik dan perilaku yang dilakukan berulang namun masih bisa dikendalikan. Berbeda dengan autis berat yang akan melakukan tindakan-tindakan yang tidak terkendali seperti memukul-mukul kepala secara berulang dan hanya akan berhenti saat ia lelah (Mujiyanti, 2011).

2. Gambaran Bencana di Indonesia

Wilayah Indonesia yang berada di lingkaran cincin api pasifik (ring of fire) menyebabkan negara ini sangat rawan terjadinya bencana alam. Suatu bencana dapat dikatakan sebagai bencana alam jika bencana tersebut murni terjadi akibat perubahan alam atau fenomena alam yang sedang terjadi. Bencana alam yang mengancam antara lain seperti gempa bumi, gunung meletus, angin puting beliung, banjir, tsunami, dsb. 

Situasi yang sangat rawan ini menuntut masyarakat untuk memiliki kesiapan bencana, baik bencana fisik maupun sosial serta dampak fisik dan social politik yang muncul sebagai akibat dari bencana yang mengancam tersebut. Bencana dapat dikategorikan sebagai bencana sosial ketika struktur sosial ataupun kelompok-kelompok sosial yang ada di masyarakat mengalami benturan atau konflik satu sama lainnya. 

Selain konflik, suatu bencana juga dapat dikategorikan sebagai bencana sosial ketika rekonstruksi sosial masyarakat pulih tanpa memakan waktu yang lama. Semakin lama pulihnya kondisi sosial masyarakat akibat suatu bencana, maka dapat dikatakan bahwa struktur sosial yang ada tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Selain ring of fire, Indonesia juga rentan terkena berbagai bencana sosial dan non alam lainnya akibat posisinya yang berada pada lintas perdagangan dunia. Dengan begitu, ada banyak masyarakat Internasional yang singgah ke Indonesia, baik apakah untuk alasan wisata ataupun alasan bisnis.

Bencana sendiri menurut UU RI No. 24 Tahun 2007 (dalam Prabawa, Indriani, dan Dewiyanti, 2019) mendefinisikan bencana sebagai sebuah rangkaian peristiwa mengancam serta mengganggu penghidupan masyarakat yang dapat disebabkan oleh alam, non alam, faktor manusia, faktor kerusakan lingkungan, kerugian harta benda serta dampak psikologis. Beberapa faktor non alam dapat disebabkan oleh kegagalan teknologi, kegagalan modernisasi, epidemi, atau wabah penyakit.


Untuk bencana sosial dan non alam, Indonesia memiliki bencana seperti terorisme, pandemi, tawuran dan konflik antar suku, pemberontakan, dsb. Indonesia tidak memiiki bencana seperti efek nuklir, dan senjata kimia berbahaya lainnya karena Indonesia tidak memiliki fasilitas tersebut.

3. Autisme dan Bencana

Autisme merupakan suatu gejala yang disebabkan oleh spektrum autisme atau autism spectrum disorder (ASD). Penderita autisme biasanya memiliki pola perilaku, aktivitas, atau minat yang tampak tidak biasa, terbatas, dan dilakukan secara berulang-ulang. Gejala penyakit ini biasanya terjadi pada anak- anak, penyebab dari autisme sendiri biasanya faktor genetik atau lingkungan bisa saja terjadi karena paparan racun, asap rokok, infeksi, obat-obatan dan gayaa hidup yang tidak sehat. 

Selain itu, ketika seorang ibu mengandung anak dan terjadi konflik bencana bisa mempengaruhi terjadinya autisme. Menurut seorang psikologi Poppy Amalya mengatakan, kondisi konflik dan bencana di daerah bisa menyebabkan anak berkebutuhan khusus.

Seseorang yang memiliki gejala autisme mempunyai 3 karakteristik yaitu, IQ tinggi, IQ sedang, dan IQ rendah. Di dalam Jurnal Pengaruh Pemberian Terapi Bermain Terhadap Pembelajaran Mitigasi Bencana Pada Anak Autis Berbasis Disaster Nursing Competency dikatakan bahwa orang yang mengalami gejala autisme rata-rata anak laki-laki dan orang yang mengalami IQ rendah sebanyak 43,3%. Anak laki-laki cenderung lebih rentan mengalami gangguan perkembangan sistem saraf termasuk autis dibandingkan anak perempuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun