Mentari hampir beranjak pulang ke peraduannya saat kaki ini melangkah. Menuju sosok yang terlihat biasa dihadapan masyarakat namun begitu penuh makna dalam pandangan penulis.Â
Paspor untuk mengunjungi rumah sederhana itu sebenarnya sudah didapatkan sejak sang surya mulai mengintip. Namun kilatan petir dan guyuran hujan membuat rencana perjalanan tertunda.
Beliau perempuan yang hanya bertitelkan sebagai ibu rumah tangga biasa. Pendidikan hanya ditempuh hingga sarjana muda. Pernah berkarir sebagai seorang guru di sebuah sekolah swasta taman kanak-kanak. Bahkan menjadi guru tauladan pada masa itu. Meraih prestasi menjadi seorang kepala sekolah dalam waktu singkat di ibu kota.
Namun kilau karir itu mulai tidak terlihat oleh mata yang memandang dengan kualitas biasa. Ketika status menjadi seorang istri beliau sandang, membuat fokus tujuan hidupnya mulai berubah.Â
Kehadiran sang buah hati penghangat rumah tangga menjadi awal berhentinya beliau berkakir dalam dunia pendidikan di luar sana. Sekilas itu terlihat sangat disayangkan sekali. Berhenti ketika berada di puncak karir. Tapi itulah pilihan hidup beliau tanpa paksaan dari siapa pun.
Dalam setiap komunikasi yang pernah terjalin, beliau selalu memaparkan. Keluarga adalah prioritas di atas segala cita. Akan sangat miris rasanya, apabila kita populer di mata dunia, namun generasi penerus yang terlahir dari rahim kita di didik oleh asisten rumah tangga.Â
Kecakapan wawasan yang kita punya diserahkan pada orang lain namun tidak didapatkan oleh buah hati kita. Anak sendiri mereguk ilmu yang jauh dari kata kualitas. Itupun sumbangan dari pengasuh yang kita bayar, dan tidak memiliki dasar pendidikan bemutu tinggi. Ini yang beliau sampaikan kala itu. Â
Kali lain penulis pernah melihat aksi beliau yang membuat mata enggan berkedip. Dalam sebuah even masa itu, terlihat ada seorang kontestan yang hadir kehilangan sebelah sepatunya.Â
Sekelompok anak tampak saling tuduh menuduh. Bahkan orang tua yang menjadi peserta acara itu, mulai mengeluarkan nada tinggi. Menyadari keusilan bocah-bocah lucu ini.
Namun berbeda reaksi dari perempuan yang penulis sebut sebagai guru sepanjang masa ini.
"Anak-anak, ada yang mau bermain dengan bunda?" Tiba-tiba suasana hiruk pikuk  yang terjadi terdiam dan pandangan tertuju pada beliau. Para terdakwa pencuri sepatu ini pun berlari menghampiri sumber suara.