Mohon tunggu...
Ummu el Hakim
Ummu el Hakim Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hanya seorang emak biasa

Penyuka alam dan rangkaian kata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menggenggam Semangat Demi Satu Kata: Sehat!

7 Februari 2020   18:41 Diperbarui: 7 Februari 2020   18:38 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Dokumen Pribadi/Mba Ida


 Tak ada manusia yang terlahir sempurna....

Begitulah sepenggal lirik lagu D'Masiv yang berjudul "Jangan Menyerah". Kiranya sudah tak asing lagi ditelinga kita semua. Lagu ini mengingatkanku pada perjuangan seorang sahabat yang memiliki semangat hidup luar biasa hebat.

Dari penggalan lirik tersebut, jelas kiranya bahwa tak ada manusia yang bisa menawar bagaimana dia dilahirkan. Semua telah menjadi ketentuan. Dan kita wajib menerima dengan segala kelebihan pun kekurangan yang diberikan.

Tuhan tentu saja memberi ruang istimewa. Terhadap segala bentuk usaha yang dilakukan hamba-Nya. Apalagi menyikapi keterbatasan yang diberikan menjadi hal yang penuh dengan kemuliaan. Patut mendapat pahala yang dilipatkan.

Mba Ida. Seorang gadis muda usia dua puluh lima. Tinggal di rumah sederhana bersama kedua orang tua yang sudah mulai renta. Meski usia memasuki senja namun mereka tetap berusaha mencari serpihan rejeki demi buah hati tercinta.

Sudah sejak lama Mba Ida mengalami sakit yang cukup serius. Ada masalah dalam jantungnya, mengakibatkan kondisinya menjadi tak bagus. Ya, bersahabat dengan selang dan jarum infus. Keluar masuk rumah sakit pun menjalani hari-hari di ruang isolasi. Merupakan hal yang kerap dialami.


Sebetulnya Mba Ida memiliki saudara kembar. Laki-laki. Namun sudah lebih dahulu tiada. Sejak usia menginjak SMA. Dengan jenis penyakit yang sama. Mba Ida masih bertahan hingga saat ini. Merupakan mukjizat yang sangat disyukuri.

Gadis berparas cantik. Memiliki pribadi yang cukup baik. Di tengah sakit yang mendera Mba Ida tetap semangat menghadiri berbagai acara. Terutama yang bertema agama. Badan yang kian melemah seolah tak jadi masalah. Sungguh merupakan tauladan bagi seorang muslimah shalehah.

Bagi Mba Ida melakukan hal baik selagi masih diberi kesempatan adalah utama. Salut dengan semangatnya. Tak pernah tersentuh oleh rasa putus asa.

Selain itu Mba Ida rajin mengunjungi dokter yang menanganinya. Pun terapi yang wajib dijalankannya. Hal ini tentu membutuhkan biaya yang luar biasa.

Selama ini kakak laki-laki pertama yang kerap membantu pembiayaan. Sahabat pun tetangga dekat turut mengulurkan bantuan. Setidaknya meringankan beban dalam pangkuan. Apa pun itu sungguh berguna demi proses penyembuhan.

Meski begitu, Mba Ida tak lantas berpangku tangan. Apalagi melihat kedua orang tua yang mulai beranjak senja. Tak tega hati Mba Ida membiarkan mereka menempuh hal yang tak seharusnya dilakukan di sisa usia.

Sehingga ketika kondisi sedang membaik. Mba Ida memang terlihat seperti gadis biasa pada umumnya. Cerdas, cekatan, dan multi talenta. Mba Ida lalu memutuskan untuk bekerja. Semua demi membantu kedua orang tua. Serta mencari rejeki untuk biaya pengobatannya.

Tak ditemukan gurat kecewa di wajahnya. Yang terlintas hanya senyum bahagia. Mba Ida percaya ini adalah anugerah terindah dari Yang Kuasa. Yakin, Mba Ida adalah manusia pilihan yang tentu bisa melewatinya.

Tak ada manusia yang sempurna. Kiranya ini yang menjadi penyemangat hidupnya. Tuhan pasti telah mengatur segalanya. Yang dialami manusia di dunia hanyalah sementara. Mba Ida pun sangat percaya. Berdoa dan berusaha menjadi bagian dalam mengurai segala ujian yang menerpa.

Hingga satu ketika aku mendengar berita. Mba Ida dilarikan ke rumah sakit secara tiba-tiba. Dikarenakan kondisi yang melemah dan harus dirawat saat itu juga. Aku tak kuasa mendengar kabar yang mengurai air mata.

Rasanya baru kemarin berjumpa dalam satu acara. Mba Ida masih terlihat baik-baik saja. Tak ada tanda penyakitnya kambuh dalam waktu cepat dan begitu singkat.

Semangat dan canda yang sempat terlukis kala itu. Masih tertulis jelas dalam ingatanku. Sosok yang begitu kuat. Simbol wanita hebat. Begitu pandai menyembunyikan kesedihan dengan cukup erat.

Beberapa hari berlalu hingga berganti minggu. Aku masih saja menunggu. Kepulangan Mba Ida dari rumah sakit begitu kurindu.

Mba Ida tak mungkin dijenguk saat itu. Sebab tim dokter tengah serius menjalani observasi. Sehingga Mba Ida kembali menjalani rawat inap di ruang isolasi. Dimana tak sembarangan orang boleh menemui.

***

Akhirnya kabar yang dinanti datang juga. Mba Ida telah diperbolehkan pulang oleh tim dokter yang merawatnya. Satu persatu tetangga dekat hadir menjenguk. Tak sabar rasanya ingin segera bertemu dan memeluk.

Lagi lagi tak boleh terlalu banyak yang menemui. Semua bergilir satu persatu menuju kamar Mba Ida secara berganti. Terbayang wajah dan senyum manis, semakin jelas terlukis.

Tetiba giliranku. Mba Ida tetap urai senyum yang kurindu. Namun air mata seakan sesak. Berdesak dan saat itu tumpah di pelupuk mata dengan cepat. Aku hanya bisa berucap, "Tetap semangat ya Mba Ida."

Mba Ida hanya mengangguk perlahan. Kedua bibirnya tak sanggup mengurai ucapan. Aku mengerti. Tak lama kemudian aku keluar bilik lalu kupeluk erat tubuh wanita senja di hadapanku. Bunda Mba Ida.

Bunda Mba Ida sempat mengurai cerita. Hasil diagnosa terakhir ditemukan kista dalam rahimnya. Subhanallah. Allah begitu hebat menciptakan Mba Ida sebegitu kuatnya. Sehingga tak terlihat sedikit pun kesedihan di wajahnya. Hanya cahaya kekuatan yang terpancar menyelimuti raganya.

Senyuman itu tetap terlihat manis seperti beberapa saat lalu berjumpa. Aku tak percaya dalam hitungan minggu kondisi Mba Ida sungguh jauh berbeda. Tak bisa kuungkap dengan kata. Aku hanya memohon doa. Untuk kesembuhan Mba Ida.

***

Sungguh, begitu banyak pelajaran yang aku dapatkan. Dari perjuangan seorang sahabat yang mengarungi tantangan. Kiranya semangat kerap menjadi andalan. Penyakit serius tak menjadi halangan. Tak ada kata keluh. Hanya senyum penuh keikhlasan yang begitu teduh.

Penyakit dijadikannya pelengkap hidup. Penyulut tekad agar tak redup. Di tengah sakitnya tak terlukis kata menyerah. Di wajahnya tersirat untaian mutiara pelawan resah. Mba Ida merupakan contoh wanita berhati kuat. Senantiasa menggenggam semangat demi satu kata "sehat".

Niek~
Jogjakarta, 7 Januari 2020


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun