Mohon tunggu...
Nurhasanah Munir
Nurhasanah Munir Mohon Tunggu... Mahasiswa - Taruna

I'm a dreamer and wisdom seeker// Ailurophile// write to contemplate

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama FEATURED

Awal Perlawanan Perempuan terhadap Dominasi dan Eksploitasi

22 Mei 2017   23:32 Diperbarui: 10 Maret 2018   10:04 2832
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi photo: Dokumentasi Pribadi

Disebutkan pada permulaan abad ke-20 sebuah gagasan muncul untuk melengkapi perjuangan women’s sufferage sebagai senjata terhadap politik parlemen atau dengan kata lain melwan dominasi, serta perjuangan buruh perempuan yang melawan eksploitasi kapitalisme, dan dicatat puncaknya pada Konferensi Perempuan Internasional 1 tahun 1910 di Copenhagen-Denmark yang diinisiasi perempuan sosialis, Clara Zetkin. Konferensi Perempuan ini selanjutnya  diperingati setiap tanggal 8 Maret, yang dikenal dengan International Women’s Day.

Yang terakhir adalah Revolusi Nasional abad 20, yaitu kebangkitan atas kesadaran rakyat jajahan yang melahirkan perlawanan terhadap pemerintah kolonial dan kolonialisme. Tumbuhnya organisasi atau gerakan (organisasi modern) dan pendidikan publik buat rakyat jajahan bertujuan untuk mencetak perempuan yang sadar tentang pentingnya memiliki pengetahuan seperti membaca, agar dapat menentukan sikapa terhadap penindasan kolonialisme.

Dari kondisi tersebut akhirnya dapat melahirkan gerakan perempuan untuk menyelenggarakan pendidikan khusus perempuan. Disamping itu, perjuangan-perjuangan dalam bentuk lain terus bermunculan seperti; perjuangan perempuan untuk menuntut persamaan hak melalui undang-undang perkawinan terhadap parlemen kolonial, perjuangan perempuan melawan eksploitasi sebagai buruh perkebunan, perjuangan perempuan dalam perlawanan petani, perjuangan perempuan dalam politik pembebasan nasional, perjuangan perempuan dalam perang kemerdekaan. Gerakan perempuan ini dikenal dengan sebutan “gerakan perempuan dunia ketiga” atau feminis poskolonial.

Perjuangan kaum perempuan tidak berhenti sampai di titik tersebut, melainkan akan selalu diganungkan dimana tindakan diskriminatif dan eksploitatif kerap terjadi. Menanamkan kesadaran  tentang perjuangan atau perlawanan ini kepada masayarakat jauh lebih penting daripada kita berjuang sendiri. Seperti yang sering terjadi bahwa kaum perempuan dianggap sebagai sumber masalah.

Memberikan pemahaman dan melakukan sosialisasi tentang substansi nilai-nilai perlawanan yang dilakukan kaum perempuan terutama kaum pekerja adalah hal efektif yang bisa dilakukan. Seperti harapan saya agar tulisan ini dapat memberikan informasi tentang perlakuan-perlakuan serta dampak yang dialami perempuan-perempuan yang masih terjebak dalam keadaan yang tidak menguntungkan, sehingg mereka yang membaca tidak mudah menghakimi apapun yang sedang diperjuangkan oleh kaum marginal bernama buruh atau pekerja perempuan.[]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun