Mohon tunggu...
Umu Fatimiah
Umu Fatimiah Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis freelance

Aktif dalam dunia literasi sejak tahun 2010 dengan diterbitkannya ebook kumpulan cerpen yang berjudul Cerita Senja. Beberapa karyanya telah diterbitkan di beberapa surat kabar, diantaranya Radar Tegal, Koran Pantura, Lampung Post dan Solo Post. Beberapa karya tersebut antara lain seperti cerpen Sularsih (2015), artikel Membangun Karakter Anak melalui Kebiasaan Membaca (2017), cernak berjudul Usaha Ardi (2018), Kibaran Merah Putih (2018), Sekolah Baru (2018), Pertunjukan Wayang (2018) serta beberapa karya yang lain. Pernah menjadi juara 2 lomba Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Tingkat Provinsi tahun 2019. Tergabung dengan facebook atas nama Umu Fatimiah. Alamat email yang bisa dihubungi mualim.kenshin@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ambisi

29 Oktober 2020   02:00 Diperbarui: 29 Oktober 2020   02:06 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tinggal menunggu waktu bagi Broto untuk menjadi wakil rakyat. Ia sudah membayangkan dengan aneka macam rapat di suatu gedung nan megah dengan kursi panas yang membuat banyak orang terbuai hingga tak segan sampai terlelap memejamkan mata dan terlena ketika pembahasan penting sedang dibicarakan. 

Semuanya akan lebih indah dengan aneka macam penghormatan, sambutan banyak orang, gaji yang lumayan atau bahkan sebuah kebanggaan atas prestasi yang dicapai. Lamunan Broto begitu membuai hingga tak sadar secangkir kopi sudah bersih diteguknya.

Broto mengatur siasat. Baginya, permasalahan perolehan suara bukanlah hal yang remeh untuk sekedar dijadikan bahan gurauan. Ini sudah menyangkut permasalahan reputasi politik. Sudah banyak biaya yang dikeluarkan, tenaga yang digerakkan dan waktu yang sudah dihabiskan. Semua tercurah hanya untuk sebuah kursi.

Maka ia segera mengutus para punggawa politiknya dengan hati-hati. Pergerakan mereka saat ini untuk menjadi mata-mata dari kampung ke kampung. Mencoba mencium tempat arah suara akan bermuara. Desas-desus politikpun tak lupa disebar. Pencitraan juga tidak luput dilakukan.

            "Bagaimana situasi politiknya?" tanya Broto kepada para punggawanya.

            "Sepertinya tim lawan sedang menyusun siasat untuk menarik suara. Kita butuh tambahan dana agar masyarakat tidak terprovokasi," terang sang punggawa.


Dan begitulah, Broto harus berhitung secara teliti. Ia tentunya bukanlah orang yang bodoh dan dengan gampang memberikan dana kepada para punggawanya. Apapun rencananya, semua memang harus diperhitungkan walau sebenarnya bulat hati Broto untuk menjadi seorang wakil rakyat.

Broto paham betul kelakuan-kelakuan para punggawa. Dimana ada kesempatan untuk mengambil keuntungan, maka disitulah para punggawa akan terus menerus merongrongnya. Bukan tanpa sebab Broto berpendapat demikian. Pasalnya, ia juaga pernah merasakan menjadi punggawa politik dari orang yang saat ini tengah menjabat  sebagai pemimpin kota.

Ambisi Broto sudah tidak mampu terbendung lagi. Tekadnya sudah benar-benar bulat bahwa ia harus memenangkan pemilihan ini. Ia tahu, masyarakat banyak yang menghormatinya. Kemudian, calon wakil rakyat ini sudah memutuskan tujuan hidupnya. 

Apapun resikonya dan berapapun biayanya. Terlebih uang yang dikeluarkan sudah kadung banyak. Tapi, ia cukup sadar dengan banyaknya pilihan yang bisa dijadikan bahan pertimbangan oleh masyarakat. Salah berhitung, nasibnya bisa berbalik arah dari lamunannya.

Masalah menjadi wakil rakyat bagi Broto hanya soal waktu. Ia juga sebenarnya tidak terlalu khawatir terhadap hasil dari usaha yang telah ia lakukan. Ia paham betul dengan carut-marut dunia perpolitikan. 

Hanya saja, ini sudah menjadi jalan hidupnya. Uang sudah ia punya. Jabatan bagus juga sudah ada, tapi tetap saja selama belum menjadi penguasa, rasa hatinya masih belum tenang. Ambisinya sangat tinggi untuk menduduki jabatan tersebut.

Maka punggawa politiknyapun segera mengatur strategi. Bagi kalangan rakyat bawah, ada uang, urusan lancar. Manusia-manusia amplop sudah menanti, menjulurkan tangan menyiapkan diri. Kalau sudah begini, mereka siap pasang badan membela setengah mati. Apapun hasilnya nanti, hanya Tuhan yang mengerti isi hati.

Detak jarum jam berbunyi pertanda waktu terus berlari. Sebentar lagi pemilihan suara terjadi.  Broto semakin gencar mengatur strategi. Didatanginya para ustad dan kyai yang tersohor di setiap kampung. Broto percaya, masyarakat umum itu lebih menuruti perkataan para ulama. Jika para pembesar kampung sudah dikuasai, rakyat akan dengan sangat mudah menuruti.

Kali ini giliran Kyai Anshori yang didatangi. Rumahnya tak pernah sepi disinggahi para pengunjung yang ingin mendapatkan restu atau keberkahan. Banyak orang percaya, restu yang didapat dari sang kyai dapat menguatkan hati dan membuat rasa percaya diri. Broto pun berusaha membuat janji. Dan rupanya, jadwal sang kyai cukup padat sampai-sampai calon orang besar sepertinya harus menunggu antrian jika ingin bertatap muka secara pribadi dengan beliau.

Jika bukan karena ia memiliki kepentingan, tak sudilah kiranya ia harus mengantri. Membuat janji dan mengatur ulang jadwal agar bisa bernegosiasi. Mencoba mencari keberkahan dari ulama para negeri. 

Dan kesempatan bertemupun datang tiga hari setelah mengatur janji. Kyai Anshori dengan wajahnya yang khas dan rambut putihnya yang tertutup peci putih, memakai sorban dengan baju koko berwarna hijau muda dan sarung putih akhirnya mau menemui. Ruangan khusus untuk menerima tamu sudah disiapkan. Merekapun berbincang dan Brotopun mengutarakan maksud dan tujuannya datang ketempat tersebut.  

Sang kyai dengan wajah keriputnya terus menyimak apa yang diutarakan Broto. Tak cuma kali ini ia mendengarkan maksud yang sama dengan yang diutarakan Broto. Banyak orang sering meminta nasihat dan doa kepada beliau. Tak hanya calon wakil rakyat, para pemimpin negeripun dikabarkan pernah singgah memohon restu.

Kebijaksanaannya makin terpancar ketika ia mampu mengimbangi apa yang disampaikan. Beliau mampu memberikan kata-kata bijak penenang hati dan pastinya sang kyai berpesan agar tidak lupa dengan Sang Penguasa Alam dan selalu berbuat kebaikan.

Pulang dari kediaman sang kyai, Broto sudah ditunggu dengan jadwal yang padat. Pasar Klewer sudah menanti untuk disinggahi. Para pedagang sudah menunggu-nunggu kedatangan Broto, berharap semua keluh kesah mereka didengarkan.

Ketika sang calon wakil rakyat singgah, semua mata tertuju padanya. Hanya melihat dari dekat saja para pedagang sudah cukup senang, apalagi sampai bersalaman, didatangi lapak dagangnya, diajak berbicara dan berfoto bersama. 

Jika sampai demikian, wajah sang calon wakil rakyat tidak akan lupa dari ingatan. Berhari-hari para pedagang yang pandai berdesas-desus itu akan terus menerus membicarakan. Dengan keahlian memasarkan secara tidak langsung sang calon pemimpin pun dipromosikan dan tambahan suara optimis didapatkan.

***

            Kriiiiiiing......... 

Malam itu, Broto mendapatkan telpon dari salah seorang punggawanya. Ia mendapatkan kabar jika akan ada negosiasi politik dengan warga di sebuah rumah tinggal warga di Jalan Akasia Raya. Demi ambisinya, ia pun segera meluncur ke sebuah rumah di kawasan elite itu.

Rumah besar dengan gerbang tinggi berwarna hitam putih sudah ada di depan matanya. Ia klakson mobil pribadinya, hingga kemudian seorang lelaki bertubuh kekar memakai kaos lengan pendek berwarna hitam nampak telah membuka pagar yang sebelumnya tertutup rapat. 

Lelaki itu memberikan sebuah intruksi dengan tangannya yang Broto tahu bahwa itu adalah intruksi untuk meminta ia memasukkan mobilnya. Mobilpun melanjutkan perjalanan kembali dan diparkir di teras sebelah kanan rumah tersebut.

Ia buka pintu mobilnya dan melihat sekeliling tempat parkir. Hanya terdapat tiga buah sepeda motor dan sebuah jaguar hitam yang terdapat di parkiran. Broto merasa aneh. Ia fikir, negosiasi politik tersebut akan didatangi oleh banyak orang.

" Mungkin terlalu awal saya datang ke tempat ini," pikirnya.

Suasana teras rumah cukup sepi apalagi kondisi pintu depan rumah yang nampak tertutup. Tak terlihat seperti akan ada negosiasi politik dengan warga. Broto melangkahkan kaki hendak masuk ke dalam rumah. Ketika gagang pintu ia pegang, dari arah belakang seseorang menghampirinya dan membekap mulutnya hingga pingsan.

***

            "Mobil polisi nampak berdatangan menuju ke rumah seorang warga di Jalan Akasia Raya. Seorang calon kepala daerah tertangkap basah dalam keadaan tidak sadarkan diri dengan memegang sepuluh gram shabu-shabu. Diduga calon kepala daerah tersebut over dosis setelah pesta shabu-shabu dengan rekan-rekannya."

Redaksi yang dibacakan oleh pembawa acara berita pagi itu langsung menjadi pembicaraan. Pedagang di pasar klewer seolah tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Baru kemarin sang calon kepala daerah tersebut berbicara tentang program dan idealismenya. Dari apa yang disampaikan, rasanya masyarakat tidak percaya dengan fakta yang saat ini mereka dengar dan lihat.

Sementara Broto, masih mencoba menyadarkan diri dan melihat keadaan sekitarnya yang dikerumuni oleh banyak wartawan. Tangannya terborgol, dan banyak lelaki bertubuh kekar melindunginya dari banyak kamera yang mencoba mengambil gambarnya dan mengorek keterangan darinya tentang apa yang sebenarnya sudah terjadi. Broto makin bingung. Ia berjalan gontai mengikuti arah lelaki bertubuh atletis yang menariknya. Ia hanya bisa pasrah karena kesadarannya belum sepenuhnya singgah.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun