Artinya: Dan aku tidak (pula) membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Yusuf [12]:53)
Hikmah Ibadah Puasa
Hikmah yang terkandung dalam ibadah puasa sebenarnya tidak kembali kepada Allah SWT.
Karena Allah sama sekali tidak butuh puasa kita dan terhadap apa dan siapapun, tetapi ibadah puasa yang kita lakukan adalah kembali kepada kita, dan kehidupan manusia dalam konteks sosial (yakni kemaslahatan bersama antara orang yang menjalankan ibadah puasa serta orang yang berada disekitarnya)
Dikalangan ahli fiqh berpandangan bahwa perbuatan maksiat yang dapat merusak puasa atau bahkan membatalkan puasa.Â
Sebagaimana menurut pendapat Azh-Zhahiri antara lain perbuatan yang didasarkan pada kedengkian dengan cara mengadu domba, menggunjing, menipu daa/atau berkata bohong merupakan perbuatan maksiat dan bahkan sampai menyebabkan celakanya orang lain atas perbuatannya tersebut, dapat membatalkan ibadah puasa.Â
Sementara itu, sebagian ulama' fiqh lain memandang bahwa menjaga diri dari perbuatan dosa dan meninggalkan bentuk kemaksiatan merupakan pangkal (dasar) dari kesempurnaan ibadah puasa, bukan pada landasan keabsahan ibadah puasa itu sendiri.
Dalam kondisi bagaimanapun juga, seorang mukmin yang mau berpikir (mu'min mutadabbir) pasti berpendapat orang yang mampu menguasai hawa nafsu badaniyah dari makan dan minum, serta nafsu syahwat, melalui kekuatan ibadah puasa, sudah pasti dapat menguasai hawa nafsu bathiniya dari perkataan dusta, menipu, berbohong, menggunjing dan berbuat kerusakan di tengah-tengah masyarakat.
Tiada artinya berpuasa dengan menjaga diri dari sebagian hawa nafsu kemudian melewati jalan lain untuk memenuhi nafsu lainnya yang pengaruhnya lebih buruk bagi saudara-saudaranya dan orang lain dan lebih menyimpang dari ajaran kebenaran.Â
Hal itu disebabkan karena bahaya (atau lebih tepatnya dosa) yang tersimpan dalam kehinaan berbuka (tidak berpuasa) di bulan Ramadhan tidak dapat dialihkan kepada orang lain.Â
Sebab kebaikan yang dilakukan seseorang hanyalah untuk dirinya sendiri; dan keburukan yang dilakukan kepada orang lain pun harus ditanggung sendiri.