Di tengah kesibukan sebagai ibu rumah tangga dengan rutinitas yang kadang melelahkan, saya menemukan oase ketenangan dari dedaunan monstera yang mengembang, anggrek yang mekar anggun, serta daun kaktus yang penuh karakter. Sementara itu, suami saya memulai hari dengan irama merdu murai batu dan celoteh lucu lovebird kesayangannya. Dari dua dunia hobi yang tampak berbeda ini, kami justru menemukan benang merah yang bisa dirajut bersama. Membangun usaha UMKM berbasis hobi yang saling menguatkan.
Awalnya, tanaman hias dan burung kicau hanya menjadi pelipur lara kami masing-masing. Saya sibuk menyiram ponthos dan mengatur ulang pot sansaveria di teras, sementara suami membersihkan sangkar cucak hijau dan melatih kenari agar gacor. Tapi lambat laun, interaksi kami mulai saling bertaut. Saya merasa, taman akan lebih hidup jika dipenuhi suara burung, dan sang suami menyadari bahwa burung-burungnya tampak lebih ceria ketika dikelilingi hijaunya tanaman hias.
Dari sinilah gagasan kami lahir. Mengapa tidak menjadikan keduanya sebagai ekosistem kecil yang bukan hanya indah untuk kami nikmati, tetapi juga bisa kami tawarkan ke orang lain? Taman kecil kami pun berubah menjadi semacam showroom terbuka, tempat bunga dan burung hidup berdampingan, menebar kesejukan bagi siapa pun yang datang. Ide ini kami wujudkan menjadi usaha mikro berbasis hobi, yaitu menjual tanaman hias dan burung kicau, sekaligus membuka tempat nongkrong bertema taman burung.
Ketika cinta menyatu dalam hobi, taman pun tumbuh lebih hijau dan burung berkicau lebih merdu. Usaha bukan lagi soal untung, tapi perjalanan bersama untuk saling memahami, mendukung, dan bertumbuh dalam semangat yang sama, dari halaman rumah menuju harapan yang tak berbatas.Â
Keuntungan menjalankan usaha ini dengan suami adalah adanya keselarasan nilai dan semangat. Ketika saya merawat anggrek dengan penuh kelembutan, ia dengan sabar melatih jalak surennya untuk bisa menirukan suara. Kami tidak sekadar membangun bisnis, tetapi juga memperdalam cinta dalam kerja sama yang saling melengkapi.
Komunitas menjadi pilar penting. Saya aktif di komunitas pecinta tanaman hias, baik secara daring maupun offline, mulai dari grup monstrea lovers hingga klub aglonema nasional. Suami saya pun rutin mengikuti kontes kicau burung, bertukar ilmu dengan sesama penghobi cucak rowo dan lovebird. Dari komunitas-komunitas ini, kami tak hanya menimba ilmu, tetapi juga membuka jaringan pemasaran.
Menariknya, pengunjung yang datang ke tempat kami tak hanya membeli. Mereka ingin merasakan suasana, duduk di bawah pohon rindang sambil mendengar ocehan parkit, melihat koleksi anggrek eksotis, hingga sekadar berdiskusi tentang cara mencangkok monstrea atau merawat murai agar gacor. Suasana ini ternyata menghadirkan nilai tambah tersendiri, taman kami menjadi tempat terapi alami bagi banyak orang kota yang rindu suasana desa.
Kami juga belajar membuat paket-paket menarik untuk pasar yang lebih luas. Bonsai mini lengkap dengan sangkar burung dekoratif, hampers monstrea dan anggrek untuk hadiah ulang tahun, serta paket edukasi anak-anak untuk belajar mengenal tanaman dan burung secara langsung. Semua ini kami kerjakan di sela waktu bersama, menjadikannya ruang berkualitas keluarga.
Tentu tak semua berjalan mulus. Ada masa ketika tanaman terserang jamur atau burung kesayangan mendadak sakit. Namun justru di titik-titik sulit ini, kami belajar lebih dalam tentang arti kerja sama dan kesabaran. Kami belajar mengatasi tantangan bersama, bukan hanya sebagai rekan bisnis, tapi juga sebagai suami-istri yang saling menguatkan dalam satu impian.
Yang membahagiakan, anak-anak kami juga ikut larut dalam ekosistem kecil ini. Mereka mulai mengenali nama-nama tanaman dan burung, membantu mengemas pesanan, dan bahkan berinisiatif membuat konten media sosial sederhana untuk promosi. Dari sini, usaha kami pun bertumbuh secara alami dengan kekuatan cinta dan dukungan keluarga.
Dampak ekonomi dari usaha ini sangat terasa. Awalnya kami hanya menjual beberapa pot dan seekor dua burung. Kini, dengan promosi dan kerja keras, kami bisa mengisi beberapa kios di pasar tanaman dan burung lokal. Bahkan beberapa pembeli datang dari kota lain setelah melihat unggahan taman kami di media sosial.
Kami tak membangun imperium bisnis, hanya merawat bunga dan burung dengan cinta. Namun di situlah kekuatannya, ketulusan yang menghidupi. Karena usaha yang tumbuh dari hati, akan selalu menemukan jalan untuk mekar, berkembang, dan berbagi kebahagiaan bagi sesama.Â
Hal yang lebih penting, bisnis ini memberi kami ruang untuk tetap menjadi diri sendiri. Saya tetap bisa menikmati hobi tanaman dengan leluasa, dan suami tetap bisa memelihara burung-burung kesayangannya. Alih-alih menjauhkan, bisnis ini justru semakin mendekatkan kami sebagai pasangan, karena dikerjakan dengan cinta dan saling percaya.
Refleksi saya sebagai istri dan ibu rumah tangga, membangun bisnis dari hobi bukan sekadar soal untung-rugi. Ini tentang memberi makna baru dalam kebersamaan, membungkus cinta dalam pot-pot tanaman dan sangkar burung, dan merangkai harapan dalam setiap daun yang tumbuh serta kicau yang terdengar. Karena sejatinya, hobi yang dijalankan bersama adalah kekuatan yang bisa mengubah rumah menjadi surga kecil yang hidup dan menghidupi.
Di akhir hari, saat matahari mulai condong ke barat dan suara burung mulai pelan, saya sering duduk di taman kami, memandangi suami yang sedang memberi makan burung-burungnya. Dalam hati, saya tahu, usaha ini bukan semata tentang menjual bunga dan burung. Ini tentang menumbuhkan cinta yang terus hidup di antara kami, di setiap daun yang hijau, dan setiap kicau yang merdu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI