Mengapa aku ngoto pingin bertemu dengan sosok fiktif *Salindri*. Iya karena satu dorongan perasaan yang sangat kuat. Tentu tidak logis, ya bisa dimaklumi. bagiku sudah tidak ada bedanya lagi, apa itu kenyataan dan angan-angan.
Karena kenyataan sesungguhnya bukan kenyataan juga. Demikian pula khayalan juga bukan khayalan itu sendiri. Kedua istilah itu hanya sebutan. Bila diucapkan maka keduanya akan berwujud frekuensi suara. Yang hanya bisa dipahami oleh sensor pendengaran. Kalau ditulis maka keduanya akan berwujud tinta mengering di atas kertas. Yang hanya bisa dibaca oleh sensor mata. Sah -sah saja mencari bahagia dari kedua sisi. Bila lebih bahagia dengan khayalan/angan-angan maka jangan berhenti berkhayal. Sebaliknya bila bahagia hanya dengan kenyataan maka tetaplah berpikir logis sesuai dengan kenyataan.
Bus Patas yang aku tumpangi balik ke Surabaya pagi itu hampir masuk jalan menanjak pegunungan
Gumitir. Pemandangan indah yang sangat sayang dilewatkan. Kedua sisi jalan tebing yang penuh tanaman kayu hutan di bawahnya tumbuh tanaman kopi milik sebuah perusahaan perkebunan kopi.
Tia nganterin aku ke terminal Jajag naik motor. Dia akan ke Surabaya minggu depan sebab masih hendak bikin tulisan tentang cafe yang lagi trending di daerah wisata di Banyuwangi.
"Bener nih ga nyesel balik sekarang ke Surabaya ?" tanya dia.
"Sebenarnya agak nyesel dikit," jawabku.
"Aku pingin ngajak dirimu meliput cafe itu sambil kita makan di sana." Sahutnya.
"Gimana lagi aku ada kerjaan yang harus dilakukan besok."
"Ga bisa ditunda tah." desaknya
"Pertemuan dengan beberapa teman yang tidak bisa ditinggal."