Mohon tunggu...
Ruslan Yunus
Ruslan Yunus Mohon Tunggu... Peneliti dan Penulis -

Belajar Menyenangi Humaniora Multidisipliner

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hanya Dua Kata

13 Januari 2019   21:42 Diperbarui: 23 Januari 2019   04:42 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tersebutlah di dalam sebuah parabel klasik tentang sebuah biara dengan aturan yang sangat ketat. Untuk menjaga suasana keheningan biara, setiap rahib tidak dibolehkan berbicara  (Hm..., jadi seperti orang bisu, ya?). Kecuali hanya pada setiap sepuluh tahun di depan rahib kepala. Itupun hanya boleh dengan dua kata.

Setelah sepuluh tahun di biara itu, seorang rahib menghadap rahib kepala.

"Sudah sepuluh tahun engkau disini. Apa yang ingin engkau katakan dengan dua kata?", bertanya rahib kepala.

"Dipan...keras", kata rahib itu.

"Saya paham, nak", kata rahib kepala.

Sepuluh tahun kedua, rahib itu kembali menghadap rahib kepala.

"Sudah sepuluh tahun ke dua, apa dua kata yang ingin engkau katakan?"

"Makanan...berbau", kata rahib itu.

"Saya paham, nak", kata rahib kepala.

Setelah sepuluh tahun kemudian, kembali rahib itu menghadap rahib kepala.

"Sudah sepuluh tahun ketiga. Apa dua kata yang ingin engkau katakan, nak?".

"Saya...berhenti", kata rahib itu. .

"Baiklah, saya bisa memahami, nak", kata rahib kepala. "Kalau selama ini mungkin engkau sedang mengeluh, nak".

****

Parabel klasik diatas saya ambil dari  Blog John Suler, Ph.D, 1997. Menurut pemilik blog, parabel ini sangat populer di kalangan biara di dunia barat. Parabel ini mungkin berasal dari 'Kisah- kisah Bijak Zen' atau dari sumber lainnya. Karena isinya bernada anekdot, parabel ini mungkin membuat kita tersenyum. Tetapi sekaligus membuat kita merenung.

Berikut adalah beberapa diantara komentar pembaca terhadap parabel ini, yang masuk ke Blog John Suler.

"Hal yang membuat parabel ini terasa menarik dan menggelitik bukanlah bahwa seharusnya rahib itu sudah berhenti dari biara sejak awal. Tapi ini menyadarkan kita bahwa bila kita berada pada situasi itu, kita sepatutnya telah berhenti, dan tidak menunggu sampai bertahun- tahun".

"Saya percaya bahwa kita memiliki dua pilihan. Apakah fokus pada aspek positif dari hidup ini atau berkutat pada aspek negatifnya. Menurut saya, rahib itu memilih aspek yang kedua. Dan karena itu, ia tidak berhasil menyelesaikan masa "penggemblengan" nya. Ia bahkan, telah membuang waktunya".

"Meski hanya berbicara dengan dua kata setiap 10 tahun, yang ada dibenaknya sebenarnya adalah mengeluh, sehingga kehilangan banyak kesempatan".

"Bila kita selalu mengeluh, kita tak bisa berharap untuk sampai ke garis finis".

*** *
Meski hanya dengan "dua kata" (karena dibatasi), tapi cukup untuk mengisyaratkan bahwa rahib yang diceritakan di dalam parabel ini sedang "mengeluh". 

Yang pertama, dipan atau tempat tidur yang dirasakan nya "keras", membuat tidur tak nyenyak. Yang kedua, makanan yang dirasakannya "berbau", membuat selera makan tak ada. 

Kali aja pesan moral parabel klasik ini adalah, agar hidup ini  "tak" kita isi dengan keluhan melulu. Hahaha.....

girl-in-hat-5c3b4e24677ffb5a841e3d69.png
girl-in-hat-5c3b4e24677ffb5a841e3d69.png
Bukit Baruga- Makassar, 13 Januari 2019.

kompasiana@ruslanyunus. All rights reserved.
 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun